Rabu, Mei 8, 2024
Google search engine
BerandaBencana di Aceh Naik 2 Kali Lipat Selama 2019

Bencana di Aceh Naik 2 Kali Lipat Selama 2019

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Hingga akhir tahun 2019, bencana alam dan kebakaran yang terjadi di Aceh terhitung mengalami peningkatan dua kali lipat lebih dari tahun sebelumnya, kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana (BPBA), Sunawardi. dalam keterangan resminya, Kamis (2/1/2020).

Jika pada 2018 terjadi sedikitnya 362 peristiwa, selang setahun kemudian (2019) terjadi lonjakan menjadi 797 kali kejadian bencana. “Dengan total kerugian mencapai lebih kurang Rp168 miliar,” terang Sunawardi.

Dari data tersebut, kebakaran pemukiman merupakan bencana tertinggi pada 2019, dengan jumlah 285 kali, dari yang sebelumnya 97 kali (2018). Berikutnya disusul peristiwa kebakaran hutan dan lahan, dari 65 kali (2018) menanjak jadi 220 kali (2019).

Pusat data dan informasi (Pusdatin) BPBA mencatat kejadian bencana lainnya yang juga berdampak besar pada masyarakat setempat, yakni kejadian bencana puting beliung (95 kali), banjir genangan (70 kali), longsor (26 kali), banjir luapan (24 kali) dan gempa bumi berkekuatan sekitaran 5,0-5,3 SR (14 kali).

Adapun wilayah yang paling sering mengalami bencana di antaranya Kabupaten Aceh Besar (138 kejadian), disusul Gayo Lues (50 kejadian), Aceh Selatan (49), Aceh Barat (48), Aceh Jaya (48), Aceh Utara (44) Bireuen (43) dan Aceh Tengah (40).

Terkait korban, sedikitnya tercatat 88 ribu jiwa lebih masyarakat yang terdampak bencana di sepanjang tahun 2019. Sementara jumlah yang mengungsi 1.206 jiwa, meninggal dunia 6 orang, dan luka-luka 11 orang.

Penanganan Bencana

Untuk meminimalisir bencana kebakaran, Sunawardi menekankan perlunya kesiapsiagaan masyarakat. Misalnya, dengan memeriksa instalasi listrik yang sudah tua yang menjadi sebab utama kebakaran.

“Sedangkan penyebab lainnya, perlu kewaspadaan dalam mengelola sumber panas di rumah tangga seperti mematikan kompor dan barang-barang elektronik yang harus diawasi dengan baik,” kata dia.

Sementara itu, banjir merupakan bencana yang paling banyak menyita kerugian, baik terhadap masyarakat maupun infrastruktur yang ada. Ia mengatakan, banjir kerap disebabkan luapan air sungai dan pembalakan liar.

Meneruskan arahan dari Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dia mengatakan pentingnya identifikasi pada sumber penyebab banjir. Termasuk mencontoh apa yang dilakukan negara Belanda dengan perencanaan bertahap dan jangka panjang, yang bahkan membutuhkan waktu seratus tahun lamanya.

“Aceh juga harus memulai walaupun butuh waktu lama tapi kita berusaha melakukan penyelesaian sehingga semua pihak fokus pada satu tujuan tersebut,” katanya menirukan Nova Iriansyah.

Sunawardi mengakui banyaknya kendala dalam penanganan banjir. Di antaranya luas wilayah banjir yang harus dikendalikan yang juga harus disertai kebutuhan biaya yang besar.

“Belum lagi ini diperparah tata kelola lingkungan yang buruk, pembalakan liar dan pembakaran hutan dan lahan,” ungkapnya.

Untuk penanganan jangka pendek, prioritas BPBA saat ini adalah mempersiapkan desa tangguh dengan memasukkan anggaran desa untuk kebutuhan kesiapsiagaan dan penanganan darurat. Pihaknya juga akan memperbanyak membangun shelter vertikal untuk korban banjir. Sedangkan penanganan masa darurat masih seputar pemenuhan kebutuhan masyarakat, sandang, pangan, kebutuhan air bersih dan huntara.

Sedangkan dalam hal kebakaran lahan dan hutan, lanjut dia, cara yang paling baik adalah pencegahan dan penegakan hukum. Berkaca dari beberapa kasus hukum sebelumnya, tampak bahwa sanksi denda merupakan cara paling jitu yang memberikan efek jera kepada masyarakat.

“Sebenarnya banyak hal dapat dilakukan untuk pencegahan kebakaran lahan seperti Polhut lebih intensif lagi dalam melakukan patroli menjelang musim kemarau, memperkuat koordinasi dengan kepolisian dan TNI,” tandasnya. (Fuadi)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER