Jumat, Mei 3, 2024
Google search engine
BerandaKPPU Apresiasi Kejagung Jerat Swasta di Kasus Korupsi Ekspor CPO

KPPU Apresiasi Kejagung Jerat Swasta di Kasus Korupsi Ekspor CPO

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Kejaksaan Agung (Kejagung) baru saja menetapkan empat tersangka kasus dugaan pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah I pun mengapresiasi Kejagung yang mengungkap kasus ini dengan keterlibatan pihak swasta.

Seperti diketahui, Kejagung menindak dan menahan keempat tersangka adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirdaglu) Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana (IWW) serta tiga orang swasta, yakni Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, SMA, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI) MPT dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, PT.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Kanwil I KPPU, Ridho Pamungkas, memberikan apresiasi kepada pihak Kejagung. Terkuaknya dugaan gratifikasi atau suap pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan (Kememdag) kepada tiga perusahaan swasta itu semakin menguatkan sinyal kartel akan adanya perilaku penahanan atau pengalihan pasokan yang mempengaruhi suplai minyak goreng dalam negeri.

Sejak awal, Ridho telah menduga adanya sinyal kartel dalam kebijakan domestic market obligation (DMO). Kebijakan DMO adalah mengalokasikan 20 persen dari eksport untuk kebutuhan industri minyak goreng dalam negeri.

“Dalam hitungan pemerintah, kebutuhan CPO untuk industri minyak goreng akan terpenuhi dari alokasi DMO, namun nyatanya banyak industri yang mengaku kesulitan memperoleh CPO dengan harga penetapan pemerintah tersebut. Artinya ada perilaku pelaku usaha yang tidak mengikuti kebijakan DMO hingga menyebabkan pasokan untuk input minyak goreng domestik terbatas,” kata Ridho kepada wartawan, Kamis (21/4/2022).

Ridho menjelaskan, unsur kartel pada perilaku ekspor minyak goreng itu memang mesti memperlihatkan adanya perjanjian atau kesepakatan antara pelaku usaha dalam mengatur produksi.

Ketiga perusahaan tersebut, baik secara sendiri atau bersama, berkomunikasi secara intens dengan pihak yang memberikan izin eksport agar tetap menerbitkan izin eksport meskipun bukanlah entitas usaha yang berhak mendapat persetujuan ekspor.

“Pasalnya, ketiga perusahaan tersebut merupakan entitas usaha yang mendistribusikan CPO tidak sesuai dengan harga penjualan di dalam negeri atau Domestic Price Obligation (DPO). Maka dapat disinyalir ada perilaku yang terkoordinasi diantara pelaku usaha dalam membuat kelangkaan minyak goreng di pasar,” ujarnya.

Ridho menjelaskan ketiga perusahaan swasta yang terlibat dalam dugaan gratifikasi ini sendiri merupakan bagian dari 8 (delapan) grup besar dalam industri minyak goreng nasional yang tengah diselidiki oleh KPPU.

“Tidak menutup kemungkinan jumlah yang terlibat dalam kasus pemberian fasilitas ekspor akan terus bertambah. Jika itu yang terjadi, maka akan semakin memperkuat dugaan adanya kartel minyak goreng,” ungkapnya.

KPPU, jelasnya, tetap akan menjalankan proses penyelidikan karena titik fokus antar kedua lembaga berbeda. KPPU fokus pada perilaku pelaku usaha/perusahaan (bukan individu) khususnya dalam membuktikan ada tidaknya tindakaan koordinasi yang menyebabkan kartel harga, kartel produksi, atau kartel pemasaran.

Sebagaimana diketahui, ketiga perusahaan swasta yang disebutkan oleh Kejagung berasal atau memiliki pabrik minyak goreng di Sumatera Utara. Sebelumnya, KPPU telah memanggil 9 (sembilan) pihak.

Tujuh pihak tidak memenuhi panggilan penyelidikan, termasuk empat produsen, yakni PT Sinar Alam Permai (Wilmar Group), PT Nubika Jaya (Permata Hijau Group), PT Permata Hijau Sawit (Permata Hijau Group), dan PT Asianagro Agungjaya (Royal Golden Eagle Group). Atau dapat dikatakan, 3 dari 4 perusahaan yang tidak memenuhi panggilan pertama KPPU, terlibat dalam kasus yang ditangani Kejagung.

Tentunya Kanwil I KPPU akan membantu sepenuhnya kelancaran proses penyelidikan yang dilakukan KPPU Pusat, mengingat Sumatera Utara memiliki banyak produsen minyak goreng. Ridho berharap ke depan seluruh pelaku usaha yang dipanggil KPPU dalam penyelidikan segera hadir untuk memberikan data dan keterangannya kepada KPPU.

Sesuai dengan Pasal 41 UU No 5 Tahun 1999, Pelaku usaha yang menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan dapat diserahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ridho yakin setelah kejadian ini, pelaku usaha akan bersikap kooperatif dengan KPPU.(sulaiman achmad)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER