Senin, Mei 6, 2024
Google search engine
BerandaBKSDA: Konflik Satwa Masih Jadi Persoalan Serius di Aceh

BKSDA: Konflik Satwa Masih Jadi Persoalan Serius di Aceh

Banda Aceh (Waspada Acdh) – Sepanjang 2021 banyak kasus kematian satwa dilindungi karena perburuan liar. Upaya pencegahan perburuan dan penegakan hukum harus berjalan seiring agar keberlanjutan hidup satwa dilindungi terjamin.

Hal itu mengemuka dalam penyampaian catatan akhir tahun “Kolaborasi untuk Melindungi Satwa dan Alam Aceh,” Rabu (22/12/2021).

Kegiatan tersebut digelar oleh Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh, Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK), didukung oleh TFCA-Sumatera.

Acara ini dihadiri oleh narasumber dari Balai Penegakan Hukum Wilayah Sumatera, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, Kepolisian Daerah Aceh, dan Kejaksaan Tinggi Aceh.

Kepala Balai Penegakan Hukum (Gakkum) LHK Subhan mengatakan, Aceh beruntung masih mempunyai empat satwa kunci yang hidup di satu kawasan. Namun, satwa kunci kehidupannya terancam karena perburuan dan konflik.

“Sebenarnya kondisi alam Aceh sangat bagus dibandingkan daerah lain di Indonesia. Aceh masih punya empat hewan kunci, potensi tambang yang bagus, tapi hasilnya tidak dinikmati rakyat kita,” kata Kepala Balai Gakkum, Subhan.

Subhan mengatakan, pada 2021, pihaknya berhasil menangkap beberapa pelaku penjualan kulit harimau dan kini sudah divonis. Namun, kata Subhan, tidak selamanya penegakan hukum menjadi solusi.

“Ke depan pencegahan juga harus menjadi prioritas, harus sinergi,” kata Subhan.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Agus Arianto, mengatakan, upaya perlindungan terus dilakukan dan melibatkan semua pihak. Menurut Agus, kerja perlindungan satwa harus dilakukan bersama sebab masing-masing pihak punya tanggungjawab.

Agus menuturkan, konflik satwa masih menjadi persoalan serius. Untuk mencegah konflik BKSDA Aceh telah memasang pagar listrik, membuat barrier, dan merevitalisasi Conservation Response Unit.

“Saat ini kami juga sedang membahasa rencana kawasan ekosistem esensial,” kata Agus.

Plh Aspidum Kejati Aceh Edi Samrah Limbong menuturkan, penegakan hukum di tingkat Kejaksaan sudah maksimal. Namun, kata Edi, hakim-lah yang menentukan hukuman.

Pada 2021, Kejaksaan memproses 22 berkas perkara kasus kejahatan terhadap satwa dilindungi. Menurut Edi, kebanyakan terdakwa adalah pemain lapangan atau pemain kecil. Edi berharap, para pemodalnya dapat diungkap agar kasus kejahatan terhadap satwa dapat ditekan.

Penyidik Ditkrimsus Polda Aceh Ipda Wahyudi menuturkan, pada 2021 kepolisian berhasil membongkar kasus pembunuhan gajah di Aceh Timur, Aceh Jaya, dan penjualan paruh rangkong di Bener Meriah. Hal itu menunjukkan komitmen kepolisian dalam penegakan hukum pada isu satwa dilindungi. (Cut Nauval d)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER