Jakarta (Waspada Aceh) – Penjabat (Pj) Gubernur Aceh Achmad Marzuki berharap Pameran dan Pagelaran Seni Budaya Gayo Aceh Tahun 2022, dapat menambah pengetahuan masyarakat luar Aceh, DKI Jakarta khususnya, dan Indonesia pada umumnya.
Harapan itu disampaikan Achmad Marzuki yang diwakili oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Aceh, Almuniza Kamal, dalam acara Dialog, Pameran Dan Pagelaran Seni Budaya Gayo Aceh Tahun 2022, yang diselenggarakan Musara Gayo Jabodetabek, di Gedung Perpustakaan Nasional RI, Jakarta Pusat, Sabtu (23/7/2022).
Pj Gubernur mengatakan, dataran tinggi Gayo menoreh peran penting dalam babakan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yakni dengan hadirnya siaran-siaran Radio Rimba Raya dari tanah Gayo yang turut mempertahankan eksistensi Republik Indonesia dimata dunia, setelah Yogyakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia, jatuh ke tangan Belanda, pada tahun 1948.
“Dewasa ini, kita masih mengenang jasa besar Radio Rimba Raya serta keistimewaan kopi Gayo. Tetapi kita tahu, bahwa tanah Gayo menyimpan jutaan hal istimewa lainnya. Selama ini, masyarakat daerah lain di Indonesia masih sedikit sekali yang mengetahui tentang seluk beluk budaya Gayo,” katanya.
Ia menyebutkan, salah satu yang sudah merebak melewati batas-batas provinsi Aceh adalah seni sulam kerawang. Sulaman dengan pola khas yang diambil dari alam dan kemudian diterapkan pada rumah adat Gayo ini, telah dikenal masyarakat dunia.
“Kalau dulu kerawang digunakan pada kain busana, juga kain adat seperti upuh ulen ulen, kekinian pengembangan penggunaannya sudah sangat maju. Kita dapat menemukan pengembangan kerawang Gayo pada tas, kotak tisu, sarung bantal serta banyak lagi. Ini
bukti, keindahan kerawang Gayo dapat diterima oleh berbagai bangsa serta etnis di Nusantara bahkan di dunia,” sebut Achmad.
Selain seni kriya tambahnya, seperti kerawang, tanah Gayo juga memiliki seni musik dan pertunjukan. Paling populer dikenal adalah tari Saman. Sebuah tari sakral yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Badan PBB urusan Pendidikan, Sains, dan Kebudayaan (UNESCO).
“Namun selain saman, ada begitu banyak produk budaya tanah Gayo yang belum begitu dikenal. Dalam tiga hari ini, kita menyaksikan dan menyimak keindahan tarian, puisi dan seni tanah Gayo, ditambah dengan kuliner khas yang demikian memanjakan selera,” katanya.
Pj Gubernur Aceh juga mengatakan, alam tanah Gayo yang terletak di jantung Kawasan
Ekosistem Leuser yang juga dikenal sebagai Paru-paru Dunia, membuat semua produk budaya yang dihasilkannya memiliki karakter keindahan dan kedekatan dengan alam. Sebuah parade hasil intelektual yang patut mendapat apresiasi tinggi.
“Hari ini apresiasi kita pada seni budaya Gayo akan ditambah dengan Pagelaran Didong Jalu. Didong merupakan kesenian rakyat yang menempati tempat istimewa dalam
hati masyarakat Gayo, dan telah hadir sejak masa Reje Linge XIII,” katanya.
Dijelaskannya, kesenian didong merupakan perpaduan seni vokal, sastra, seni musik dan seni gerak. Melibatkan seorang ceh pemimpin dan sekitar 30 penepok atau pengiring, pertunjukan “berbalas puisi” ini bisa berlangsung semalam suntuk.
“Ada pun dalam didong jalu, atau tarung didong, dua tim yang berlainan akan beradu kepiawaian, berbalas puisi serta bersaing keindahan irama,” sebutnya.
Apalagi, Pada 17 Oktober 2014, kesenian Didong telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda nasional, oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia saat itu, Prof. Dr. Ir. Muhammad Nuh. Penetapan sebagai warisan budaya tak benda menempatkan sebuah produk budaya dalam tatap mata masyarakat nasional
bahkan internasional, sehingga produk budaya tersebut akan memiliki kesempatan lebih baik untuk bertahan, bahkan berkembang, tidak tergerus oleh arus zaman.
Kita juga berharap, Pameran dan Pagelaran Budaya yang dilangsungkan selama tiga hari ini, dapat menambah pengetahuan masyarakat DKI Jakarta khususnya, dan
Indonesia pada umumnya, tentang apa dan bagaimana adat, seni dan budaya Tanah Gayo itu,” ujarnya.
Bupati Aceh Tengah Drs Shabela Abubakar mengajak seluruh masyarakat Gayo yang ada di Jabodetabek untuk menyaksikan pagelaran acara tersebut.
“Mari kita bersama-sama bersilaturahmi, bersilaturahim, malam ini dalam rangkaian acara juga menonton didong,” ajaknya.
Ia juga menyebutkan seni dan budaya tersebut merupakan ekspresi masyarakat Gayo dalam menjaga dan merawat warisan leluhur. “Mulai dari seni dan budaya para leluhur kita memberikan pesan-pesan untuk menjalani kehidupan yang berhubungan dengan tuhan, berhubungan dengan manusia dan dengan alam,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Umum Ikatan Musara Gayo Jabodetabek, Ahyar Gayo menyampaikan terima kasih kepada seluruh lapisan yang telah berkontribusi, sehingga terselenggaranya acara pagelaran seni dan budaya Gayo tersebut.
“Kami berterima kasih atas terselenggaranya acara ini kepada pak Bupati Aceh Tengah, Sekda beserta jajarannya. Berterima kasih juga kepada binaan entrepreneurship Musara Gayo, itu ada kopi Gayo, penganan gayo, serta komunikasi Thionghoa Takengon yang selalu memberikan dukungan,” imbuhnya. (Ris)