Senin, Mei 6, 2024
Google search engine
BerandaSumutPertanyakan Keberadaan Mesin Produksi di Pabriknya, Pengusaha PKS Laporkan BNI ke Ombudsman

Pertanyakan Keberadaan Mesin Produksi di Pabriknya, Pengusaha PKS Laporkan BNI ke Ombudsman

Medan (Waspada Aceh) – Tan Andyono, pengusaha sawit pemilik PT Prima Jaya Lestari Utama (PT PJLU), menyampaikan pengaduan ke Ombudsman RI Sumatera Utara, terkait ketidakjelasan aset berupa mesin-mesin PKS yang ada di pabriknya, yang sebelumnya menjadi jaminan kredit di Bank Negara Indonesia (BNI) Medan (Persero) Tbk.

Kedatangan pengusaha sawit ini diterima langsung Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Wilayah Sumatera Utara Abyadi Siregar di kantor Ombudsman di Medan, Senin sore (16/10/2023).

Menurut Tan Andyono, bank plat merah itu sebelumnya telah melelang 13 aset hak tanggungan miliknya setelah perusahaannya menjadi debitur kredit macet akibat terdampak Covid-19. Dalam pengumuman penawaran lelang, dan dalam risalah lelang, pihak bank BNI kata Tan Andyono, tidak transparan. Pihak bank tidak mencantumkan keberadaan mesin-mesin produksi yang berada di pabrik miliknya tersebut.

“Artinya mesin-mesin dan alat-alat berat di pabrik tidak tercantum sebagai termasuk yang dilelang. Tapi nyatanya setelah pelelangan, pemenang lelang menguasai mesin-mesin kami yang nilainya jauh dari nilai hak tanggungan,” katanya saat melapor ke Ombudsman.

Atas pengaduan itu, Abyadi Siregar mengemukakan pihaknya akan mempelajari laporan tertulis dan bukti-bukti yang disampaikan Tan Andyono terlebih dulu. “Lalu Ombudsman akan memanggil pihak BNI Medan dan KPKNL untuk meminta penjelasan soal aset PT PJLU yang menjadi jaminan fidusia saat akad kredit,” katanya saat menerima laporan resmi Tan Andyono, Selasa (17/10/2023).

Seperti diketahui Ombudsman Republik Indonesia bekerja berdasarkan Undang-Undang No.37 Tahun 2008. Undang-undang ini mengamanahkan Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Karena itu, kata Abyadi Siregar, Ombudsman dapat memaksa BNI Medan (Persero) Tbk. dan KPKNL untuk mengungkapkan perihal keberadaan mesin produksi dan alat berat sebagai objek fidusia dalam kasus Tan Andyono dari PT PJLU tersebut.

Tan Andyono sebelumnya menyampaikan bahwa pihaknya sudah menanyakan tentang keberadaan asetnya yang menjadi objek jaminan fidusia, baik secara langsung maupun melalui surat, tapi pihak BNI Medan (Persero) Tbk hingga kini belum memberi jawaban.

Peristiwa yang dialami Tan Andyono ini bermula saat dia mengajukan take over pinjamannya di Bank Artha Graha ke Bank BNI Medan pada pertengahan 2018. Dia pun mendapatkan pinjaman baru dari bank plat merah itu sebesar Rp54 miliar untuk perusahaannya PT Prima Jaya Lestari Utama (PT PJLU). Saat itu menurut Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) independen, nilai aset yang menjadi jaminan sebesar Rp97 miliar.

Aset yang menjadi jaminan itu terdiri dari 13 aset tak bergerak berikut bangunan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS) sebagai hak tanggungan serta mesin produksi berikut alat berat sebagai jaminan fidusia. Lokasi 13 aset berupa sehamparan lahan dengan luas 18 hektare tersebut berada di Jalan Lintas Sumatera (Rantau Prapat – Aek Kanopan) Desa Kampung Pajak Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labuhan Batu Utara (Labura), Sumatera Utara.

Ada pun mesin produksi berikut alat berat saja oleh KJPP ditaksir sebesar Rp60 miliar, makanya BNI bersedia mengucurkan kredit Rp54 miliar, karena ditambah tanah dan bangunan tercatat nilai aset PT PJLU total mencapai Rp97 miliar. Namun saat pihak bank BNI mengajukan lelang setelah PT PJLU menghadapi masalah keuangan sehingga menjadi debitur kredit macet, BNI hanya melelang 13 aset hak tanggungan dengan harga limit cuma Rp40 miliar, tanpa menjelaskan perihal jaminan fidusia. Padahal, lelang hak tanggungan dan jaminan fidusia tidak boleh digabungkan, harus terpisah sesuai hukum berlaku.

Tan Andyono mengatakan pihaknya akan terus mempertanyakan dan mengejar jaminan fidusia miliknya berupa mesin produksi berikut alat berat kepada BNI Medan. Apalagi pihak KPKNL Kisaran dalam risalah lelang menyebutkan pada pengumuman lelang 10 Mei 2022 yang berupa selebaran ditempel dan pengumuman lelang melalui surat kabar Metro Asahan pada 25 Mei 2022 bahwa yang dilelang cuma 13 aset hak tanggungan, tidak ada objek fidusia ikut dilelang.

Mengutip GoSumut.com, Fernando Munte dari pihak BNI saat ditemui di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Remedial & Recovery menolak memberi keterangan dengan alasan harus berkoordinasi dulu dengan kuasa hukum pihaknya.

“Saya tidak bisa memberi konfirmasi atau keterangan apa pun, harus koordinasi dulu dengan pihak legal, mengingat ini masalah antar lembaga. Nanti saya hubungi Abang,” kata Fernando Munte. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER