Selasa, Desember 5, 2023
Google search engine
BerandaAcehKesampingkan UU Perlindungan Anak, LBH: Ini Preseden Buruk Bagi Penegak Hukum

Kesampingkan UU Perlindungan Anak, LBH: Ini Preseden Buruk Bagi Penegak Hukum

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Belum lagi tuntas kasus pelecehan santri di Pesantren An-Nahla, Lhokseumawe pada Juli 2019 lalu, masyarakat Aceh kembali geger oleh dugaan kasus serupa yang terjadi di pesantren.

Pekan lalu, 16 Januari 2020, seorang santri salah satu dayah di Gampong Paloh Lada, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara, melaporkan pelecehan yang telah dialaminya sejak November 2019. Tersangka pelaku merupakan teknisi yang bekerja di pesantren tersebut.

Dalam kurun waktu yang tidak begitu lama, terjadi dua kasus pelecehan yang ditangani Polres Lhokseumawe. Maraknya kekerasan seksual terhadap anak bawah umur di lembaga pendidikan, membuat miris masyarakat. Bagaimana hal semacam itu bisa terjadi di institusi pendidikan agama, yang diharapkan menjadi wadah penguatan moral agama bagi anak?

Selain lemahnya pengawasan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh menyoroti jerat hukum kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Polres Lhokseumawe dalam kasus ini kerap menjerar tersangka dengan Qanun Aceh Nomor 6/2014 tentang Hukum Jinayat.

“Sementara dalam kasus ini sebenarnya punya undang-undang khusus, yakni UU Perlindungan Anak,” kata Direktur LBH Banda Aceh, Syahrul, saat dikonfirmasi Waspadaaceh.com, Sabtu (25/1/2020).

Menurut LBH, ancaman hukuman yang rendah berpeluang memunculkan motivasi bagi para pelaku lain di wilayah tersebut. Sedangkan perdebatan yang terus muncul kemudian perihal aturan yang perlu diterapkan untuk menindaknya. Kelemahan penegak hukum dalam hal ini, lanjut dia, tidak mampu membedakan mana aturan khusus dan tidak khusus.

“Khusus atau tidak itu artinya bukan dilihat yang mana aturan lokal dan mana yang penerapannya secara nasional,” timpalnya.

Syahrul menjelaskan, aturan khusus adalah substansi dan penanganannya yang sudah bersifat khusus. Untuk kasus anak, UU Perlindungan Anak sudah lengkap mengatur cara menangani kekerasan yang terjadi terhadap anak.

Yang paling penting, tegasnya, UU Perlindungan Anak tidak hanya menjelaskan soal hukuman berat untuk pelaku, tapi juga pemulihan korban secara menyeluruh.

“UU ini kan tidak mengatur masalah orang dewasa. Tak ada aturan soal harta benda dan lainnya. Sementara Qanun Jinayah itu masih mengatur banyak perkara, di situ ada judi, khamar, dan sebagainya. Jadi itu tidak khusus,” terang Syahrul.

Karena itu, dalam berbagai kesempatan, LBH Banda Aceh berulang kali mendesak kepolisian melakukan terobosan hukum.

“Ancaman hukuman yang ringan, dapat membangun persepsi di tengah masyarakat bahwa suatu tindakan kejahatan yang keji, seperti kekerasan seksual, bukan kasus yang berat. Ini membahayakan bagi anak ke depannya, mereka jadi semakin rentan,” pungkasnya. (Fuadi)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments