Jumat, April 26, 2024
Google search engine
BerandaLaporan Khusus"Buku Biru" Nova, PR bagi Forbes DPR dan DPD RI

“Buku Biru” Nova, PR bagi Forbes DPR dan DPD RI

“Hasil evaluasi UUPA memperlihatkan dengan jelas capaian yang telah diperoleh dan apa yang perlu dibenahi untuk memperkuat pondasi pembangunan daerah. Ada banyak yang telah kita capai, tapi masih banyak lagi yang mesti kita raih”

—— Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah ——-

Pada Senin 11 November 2019, Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dan jajaran pejabat Pemerintah Aceh, tokoh masyarakat dan para anggota DPRA, DPR/DPD RI asal Aceh, yang tergabung dalam Forbes, menyepakati komunike bersama di Hotel Borobudur Jakarta.

Apa kesepakatannya? Pemerintah Aceh dan Forbes (Forum Bersama) DPR/DPD RI Aceh, sepakat mengawal dan menjaga keistimewaan dan kekhususan Aceh. Kesepakatan itu kemudian tertuang dalam Nota Kesepahaman tentang Pembangunan dan Penguatan Otonomi Khusus, Keistimewaan dan Sinergisitas Pemerintahan Aceh dengan Pemerintah RI.

Beberapa poin penting dalam kesepakan ini adalah untuk memastikan implementasi seluruh isi MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh beserta aturan turunannya agar berjalan sebagaimana mestinya.

Dalam pertemuan itu, Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah mengatakan, beberapa hal yang diperjuangkan adalah tentang upaya Pemerintah Aceh mengambil-alih pengelolaan Migas Blok B di Aceh Utara, dan tentang perpanjangan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh secara permanen.

Memang pernah ada polemik terkait penggunaan dana Otsus ini. Ada pertanyaan, apakah dana Otsus berkontribusi signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan dan pengangguran di Provinsi Aceh, atau kah dana yang cukup besar itu berlalu begitu saja tanpa ada “bekas”nya?

Untuk menjawab pertanyaan itu, ternyata Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, telah menyusun seluruh progress report-nya, terkait capaian dan hambatannya, dalam sebuah jurnal, yang kemudian apa yang disebut sebagai “Buku Biru”.

Pencapaian Aceh dalam “Buku Biru”

Buku Biru ini telah diserahkan Nova Iriansyah, kepada Forum Bersama (Forbes) DPR dan DPD RI asal Aceh periode 2019-2024 pada acara pertemuan Pemerintah Aceh dengan Forbes di Jakarta, pada Senin (11/11/2019).

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, ketika menyerahkan “Buku Biru” kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) asal Aceh, Iliza Sa’aduddin Djamal, sebagai Ketua Forbes, setelah penandatanganan kesepakatan dengan sejumlah anggota DPR dan DPD RI asal Aceh di Hotel Borobudur Jakarta, Senin (11/11/2019). (Foto/Antara)

Buku yang diterima secara resmi oleh Sekretaris Forbes DPR dan DPD RI, Illiza Sa’aduddin Djamal itu, luput dari perhatian media. Buku bertajuk Evaluasi Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (2006-2019).

Buku tersebut merupakan catatan penting tentang kendala implementasi kewenangan, kekhususan dan keistimewaan Aceh, yang menjadi PR (pekerjaan rumah) bersama Pemerintah Aceh, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan Forbes DPR dan DPD RI, usai pertemuan di Hotel Borobudur Jakarta tersebut.

Selain memuat deskripsi umum tentang desentralisasi asimetris, buku biru itu juga mencatat isu-isu aktual keistimewaan Aceh dan Syariah Islam. Antara lain peraturan pelaksana UUPA yang belum selesai atau perlu direvisi, soal pengalihan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh, termasuk percepatan pelaksanaan dan penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) di Aceh.

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dalam pengantarnya mengatakan, buku biru itu bukan hanya penting bagi kajian akademik, melainkan juga penting sebagai acuan para pihak dalam melihat perdamaian Aceh yang telah berusia hampir dua dasawarsa tersebut.

Hasil evaluasi UUPA memperlihatkan dengan jelas capaian yang telah diperoleh dan apa yang perlu dibenahi untuk memperkuat pondasi pembangunan daerah.

“Ada banyak yang telah kita capai, tapi masih banyak lagi yang mesti kita raih,” ujar Nova.

Aceh Kondusif dan Ramah Investasi

Menurut arsitek jebolan ITS Surabaya dan ITB Bandung itu, sejak ditandatangani kesepakatan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia di Helsinki 15 Agustus 2015, situasi di Aceh sangat kondusif. Kehidupan masyarakat jauh lebih baik dibandingkan masa konflik.

Namun harus disadari, lanjut Nova, perdamaian perlu diikuti dengan komitmen para pihak dalam menjalankan kesepakatan yang telah ditandatangani. Butir-butir kesepakatan itulah yang diharapkan menjadi “kapal” yang siap membawa masyarakat Aceh berlabuh ke pulau kesejahteraan, ujar Nova bertamsil.

Nova melanjutkan, jika ditinjau kembali butir-butir MoU Helsinki, terlihat jelas sebagian poin penting kesepakatan itu telah berjalan dengan baik. Namun ada juga beberapa poin yang belum tersentuh. Meskipun begitu, lanjutnya, kita tetap berpikir positif bahwa upaya menjalankan komitmen itu tetap akan terus dilakukan oleh pihak-pihak terkait.

Buku biru yang diterbitkan pihaknya merupakan upaya untuk mengingatkan akan pentingnya menjalankan amanat perdamaian. Buku biru tersebut, kata Nova, merupakan penuntun dan sekaligus pemantik semangat dan harapan untuk mendorong semua pihak bekerja dengan baik.

Lebih lanjut Nova berharap, seraya proses itu berjalan, upaya membangun Aceh harus terus diperkuat demi terwujudnya visi-misi “Aceh Hebat”. “Kita harus optimis Aceh punya potensi besar untuk berkembang.”

Kata Nova, Aceh memiliki SDM handal, punya sumber daya alam yang kaya, posisi Aceh di lintasan Selat Malaka juga membuat daerah itu berpotensi sebagai tujuan investasi internasional. Yang dibutuhkan adalah kesadaran dan kerja sama semua pihak untuk mendukung pemerintah mengoptimalkan potensi-potensi tersebut, ujarnya.

“Mari perkuat kekompakan dan bersama-sama, mengarahkan pembangunan Aceh agar berjalan sesuai harapan kita semua,” tutup Nova Iriansyah. (Ria)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER