Sabtu, Desember 21, 2024
spot_img
Beranda247 Korban Konflik di Aceh Butuh Reparasi Mendesak

247 Korban Konflik di Aceh Butuh Reparasi Mendesak

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh kembali merekomendasikan sedikitnya 170 korban konflik dari 12 kabupaten/kota di Aceh yang membutuhkan reparasi mendesak.

Rekomendasi ini akan segera diserahkan ke Pemerintah Aceh dan ditembuskan ke Kementerian terkait di tingkat pusat, kata Ketua Komisioner KKR Aceh, Afridal Darmi dalam keterangan persnya di Media Center Gubernur Aceh, Kamis (24/10/2019).

Dia mengatakan, hingga saat ini, total sementara korban konflik Aceh yang memerlukan reparasi mendesak berjumlah 247 orang. Data itu diambil dari 12 daerah, yakni Aceh Timur, Aceh Selatan, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Tamiang, Aceh Utara, Bener Meriah, Aceh Tengah, Bireuen, Pidie, Pidie Jaya, dan Aceh Besar.

“Sebelumnya di tahap pertama, KKR sudah merekomendasikan reparasi terhadap 77 korban ke Pemerintah Aceh dan Badan Reintegrasi Aceh,” terang Afridal.

Momen penyerahan ‘Rekomendasi Reparasi Mendesak’ kepada Pemerintah Aceh ini bertepatan dengan tiga tahun usia KKR Aceh, yang jatuh pada tanggal 24 Oktober 2019. Dalam masa kerja tersebut, KKR berhasil mengumpulkan 3.040 pernyataan dari masyarakat yang menjadi korban konflik di Aceh.

“Ini masih terus berlangsung hingga akhir tahun 2020 mendatang,” lanjut Afridal.

Rekomendasi reparasi merupakan salah satu mandat KKR Aceh yang diatur dalam Undang Undang 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang secara khusus diatur melalui Qanun Aceh 17/2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh.
Salah satu pasal dalam qanun tersebut, yaitu merekomendasikan reparasi menyeluruh bagi korban pelanggaran HAM.

Ketua Pokja Pengungkapan Kebenaran KKR Aceh, Evi Narti Zain menambahkan, reparasi ini sesuai dengan standar universal yang berkaitan dengan hak-hak korban.

“Tujuannya untuk memberikan jaminan dan perlindungan HAM pada masyarakat yang menjadi korban pada periode konflik bersenjata di Aceh, sejak 1976 sampai 2005,” ujar Evi Zain.

Sementara itu, bentuk dan kualifikasi korban penerima rekomendasi ini telah diatur secara spesifik dalam peraturan KKR Aceh mengenai tata cara baku reparasi. Aturan tersebut merincikan bentuk reparasi mendesak yang meliputi layanan medis, layanan psikososial, tunjangan hidup, bantuan usaha dan status kependudukan.

“Sedangkan penerima tindakan reparasi mendesak yakni korban rentan, antara lain disabilitas, sakit, lanjut usia, korban kekerasan seksual dan sangat miskin,” terangnya.

130 Data Kasus Kekerasan Seksual

Dari 10.000 korban yang menjadi target pendataan KKR dalam lima tahun masa kerjanya, Evi melanjutkan, hingga Agustus 2019 lembaga ini baru dapat mengumpulkan 3.031 data.

Seluruhnya berada dalam beberapa tahapan. Ada yang sudah masuk dalam sistem database KKR, ada yang masih dianalisa, dan sisanya sudah dalam tahap pengambilan pernyataan.

Dari keseluruhan data tersebut, pihaknya telah menyaring sedikitnya 130 data kasus kekerasan seksual. Kasus ini paling banyak terjadi di Kabupaten Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar, Aceh Selatan, Aceh Timur dan Aceh Jaya.

Ketua Pokja Reparasi KKR, Fuadi Abdullah mengungkapkan, kasus kekerasan seksual merupakan prioritas yang perlu ditangani secara khusus. “Untuk kategori kasus ini, kita membangun kerjasama dengan P2TP2A di seluruh kabupaten/kota. Termasuk juga dengan Komnas Perempuan dan beberapa lembaga sipil lainnya yang konsen di isu perlindungan perempuan,” ujarnya.

Selain itu, data maupun penanganan korban kasus kekerasan seksual diproses dengan sangat rahasia. Ketika KKR merekomendasikan pemulihan, privasi korban adalah hal yang prioritas.

“Banyak dari mereka yang kini telah melanjutkan hidupnya dan berkeluarga. Sementara kasus ini masih dipandang aib oleh masyarakat, sehingga jika tidak diperlakukan khusus, dapat mengancam privasi korban. Kita sangat menjaga ini,” ujar Fuadi.

Butuh Dukungan Semua Pihak

Selama tiga tahun bekerja, KKR Aceh juga mendapat dukungan dari berbagai pihak. Afridal Darmi mengatakan, dukungan dari masyarakat sipil adalah bukti nyata harapan akan terciptanya pengungkapan kebenaran yang berorientasi pada pemulihan hak korban dan rekonsiliasi berbasis kearifan lokal.

“Ini penting bagi Aceh untuk memperkuat perdamaian serta mencegah kembali terjadinya konflik di masa depan,” kata dia.

Apalagi, usia tiga tahun kelembagaan KKR Aceh juga bertepatan dengan momentum awal Kabinet lndonesia Maju yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan wakilnya, Ma’ruf Amin untuk periode 2019-2024. KKR berharap, periode kedua kepemimpinan Jokowi mampu berkontribusi untuk memperkuat KKR Aceh.

“Hal ini sebagai bentuk akuntabilitas pemerintah atas penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu di Indonesia, khususnya yang terjadi di Aceh,” imbuhnya.

Selain itu, KKR juga meminta Plt Gubernur Aceh segera menyusun Peraturan Gubernur tentang pemulihan hak korban, untuk menindaklanjuti rekomendasi KKR Aceh.

“Demikian juga Pemerintah Kabupaten/Kota di Aceh diharapkan menyusun Peraturan Bupati/Peraturan Wali Kota mengenai hal tersebut,” tandasnya. (Fuadi)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER