Jumat, Maret 29, 2024
Google search engine
BerandaKulinerWarung Kopi Aceh "Menyerbu" Medan

Warung Kopi Aceh “Menyerbu” Medan

Kenal warung kopi Aceh? Tentu sudah banyak yang mengenalnya, terutama bagi para penikmat kopi saring. Ya, ciri khas warung kopi Aceh, memang terletak dari cara penyajiannya, yaitu kopinya disaring terlebih dahulu menggunakan kain kasa.

Dan warung Aceh cukup akrab pula sebagai tempat nongkrong kalangan anak muda hingga orang tua. Warung Aceh biasanya menyediakan banyak kursi dan meja -bisa di atas 50 unit, untuk melayani konsumennya.

Tentang kopi, minuman beraroma khas dan berwarna gelap ini, memang cukup populer di Aceh. Terutama di kawasan Ulee Kareng -suatu tempat tidak jauh dari kota Banda Aceh.

Pascatsunami Aceh, warung-warung di sekitar Ulee Kareng ini, selalu ramai dikunjungi para penikmat kopi, tak terkecuali orang-orang dari luar Propinsi Aceh. Para pendatang ini adalah mereka yang bekerja di lembaga-lembaga sosial/kemanusiaan, baik lokal maupun asing.

Sebagian masyarakat luar yang pernah bekerja dan tinggal di Aceh, tentu menjadi familier dengan kebiasaan minum kopi atau nongkrong di warung kopi.

Setelah kembali ke daerahnya, khususnya Medan -karena memang cukup banyak pekerja sosial yang berasal dari Medan, mereka menjadi “rindu” menikmati kopi saring dengan suasana warung seperti yang ada di Aceh.

Ketika masa konflik Aceh berlangsung disusul bencana alam tsunami cukup banyak penduduk Aceh yang eksodus (meninggalkan kampung/kota/daerahnya). Sebagian besar menetap di daerah Sumatera Utara, khususnya kota Medan sekitarnya.

Tinggal di perantauan, sebagian warga Aceh ini ada yang bekerja, ada banyak pula yang memilih menjadi pedagang untuk memenuhi nafkah keluarganya. Sekitar tahun 1998 -ketika itu konflik masih terjadi, mulai terlihat warung kopi Aceh muncul di Medan.

“Saya merantau ke Medan ini persis ketika konflik terjadi tahun 1990-an. Mula-mula saya membuka warung di pinggir jalan. Dua tahun kemudian saya menyewa rumah untuk usaha warung saya, dan 3 tahun setelah menyewa, saya baru mampu membelinya,” ujar seorang pengusaha warung kopi asal Bireuen, yang enggan disebut namanya.

Kuliner Aceh Diterima di Sumut

HM Husni Mustafa

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Aceh Sepakat HM Husni Mustafa kepada Waspadaaceh mengatakan, Selasa (6/2), kehadiran warung-warung kopi Aceh di Sumatera Utara, khususnya di kota Medan, menandakan bahwa kuliner Aceh dapat diterima oleh masyarakat di Sumut.

“Yang lebih penting lagi adalah keberadaan para pengusaha Aceh di Sumut, termasuk pengusaha warung kopinya yang menyebar di mana-mana, diharapkan dapat ikut berperan dalam memberikan kontribusi positif atas pertumbuhan ekonomi Sumut,” ujar HM Husni Mustafa, sambil menambahkan bahwa moto orang Aceh di perantauan adalah, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.”

Pengusaha tekstil ini yakin, masyarakat Aceh yang tinggal di Sumatera Utara atau di daerah mana pun, akan selalu menjaga kerukunan dan menjaga nama baik Aceh yang cinta damai. Menurutnya, jumlah orang Aceh yang ada di Sumatera Utara mencapai sekitar 400 ribu orang, dan 200 ribu di antaranya ada di kota Medan.

“Orang Aceh mulai ramai pindah ke Sumut saat terjadinya konflik. Kemudian menggeluti berbagai sektor bisnis, di antaranya bisnis kuliner, nasi gurih khas Aceh, mie Aceh, nasi goreng atau warung kopi. Warung kopi Aceh ini menyebar ke beberapa sudut kota Medan sekitarnya,” lanjut HM Husni Mustafa.

Bermula Warung Pinggir Jalan
T Bobby Lesmana, adalah seorang mantan konsultan bisnis UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah), yang pernah bekerja selama beberapa tahun di Aceh. Kata Bobby, masa itu sekitar tahun 1996, warung kopi Aceh yang ada di Medan relatif masih sedikit dan biasanya berlokasi di pinggir-pinggir jalan (pedagang kaki lima). Warung kopi Aceh ketika itu dikenal keberadaannya di seputaran Taman A Yani/RS Elisabeth Medan, terus meluas ke kawasan Jalan Multatuli.

Konsumennya, menurut Bobby, masih sangat terbatas. Kursi/bangku yang ada di warung hanya tersedia untuk 5-10 orang saja. Di depan warung, umumnya ada pula yang berjualan mie Aceh, suatu ciri khas warung kopi Aceh. “Masa itu konsumennya masih terbatas. Warga Medan belum banyak yang terbiasa dengan kopi Aceh atau mie Aceh,” ujarnya.

Anak-anak muda di Medan pun kini gemar menikmati kopi. Foto/Faisal Faris

Baru sekitar tahun 2010, kata Bobby, ketika proyek-proyek kemanusiaan di Aceh sudah mulai berakhir, “bak jamur di musim hujan,” warung Aceh sepertinya “menyerbu” kota Medan secara besar-besaran. Para pengusaha warung kopi Aceh, yang dahulunya berdagang di pinggir jalan, kini sudah mampu menyewa rumah atau ruko yang lebih luas. Bahkan banyak yang mampu membeli rumah/tanah sebagai tempat usahanya. Bahkan untuk kelas premium, kemudian muncul caf‚-caf‚ khas kopi Aceh di sekitar Jl Dr Mansyur (USU), Setiabudi (Titi Bobrok) hingga ke kawasan Stadion Teladan Medan dan Jl HM Jhoni Medan.

“Para pengusaha warung kopi Aceh ini sudah jauh lebih maju dan mapan. Mereka kini mampu menyewa tempat yang lebih lebar, bahkan ada yang membelinya. Penataan warungnya pun sudah lebih modern, mengikuti jaman,” ujar M Fachriz Tanjung, seorang pengusaha kopi biji dan kopi bubuk, yang menjadi pemasok kopi ke warung dan kafe di kota Medan.

Menangkap Peluang Bisnis
Warung kopi Aceh berkembang bukan hanya sebagai tempat untuk menikmati kopi saring saja. Warung ini selanjutnya berkembang sebagai tempat pertemuan atau tempat ngobrol anak-anak muda, mahasiswa hingga kaum profesional. Warung kopi Aceh biasanya juga menyediakan siaran tv berlangganan, sehingga para pengunjung bisa menonton bareng (nobar) siaran langsung pertandingan bola.

Warung kopi Aceh ini bahkan luar-biasanya buka hingga 24 jam, nonstop. “Warung yang tak pernah tidur, dan anehnya pengunjung tetap ramai hingga dini hari,” kata Fachriz Tanjung, yang juga pernah bekerja untuk proyek sosial di Aceh. Padahal di daerah asalnya sendiri, Aceh, warung-warung kopi hampir tidak ada yang buka sepanjang waktu 24 jam.

Nah, melihat bisnis ini cukup menjanjikan, tidak heran bila kemudian menarik minat para pengusaha padat modal untuk membuka bisnis serupa, yakni warung Aceh. Maka kini, sepanjang tahun 2010 hingga 2018 ini, hampir di semua sudut kota Medan, tersedia warung kopi Aceh yang cukup besar, bahkan terkesan megah.

“Sekarang muncul pemain-pemain baru yang punya modal besar. Jadi warung kopi Aceh ini sekarang bukan hanya milik pengusaha skala UMK (usaha mikro, kecil), tapi sudah dimiliki para pengusaha yang punya banyak modal. Dan pemilik warungnya tidak hanya dari suku Aceh, tapi sudah lintas suku, tapi konsep warungnya menggunakan konsep warung kopi Aceh,” lanjut Fachriz Tanjung, konsultan bisnis dari Pinbis (Pusat Informasi dan Pengembangan Bisnis) ini.

Beberapa kawasan di kota Medan, yang keberadaan warung kopi Aceh-nya cukup populer, antara lain di kawasan MMTC Jl Pancing, kawasan Jalan Tempuling, Jl Gajah Mada, Jl Gagak Hitam/Ringroad, Jl Setia Budi, Jl Djamin Ginting, kawasan Jl Asrama Haji, Marelan bahkan hingga ke daerah Binjai dan Deliserdang. ***

 

Penulis: Maskur Abdullah

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments