Sabtu, April 20, 2024
Google search engine
BerandaNasionalTNI AD Bersinergi dengan Bidan Percepat Penurunan Stunting

TNI AD Bersinergi dengan Bidan Percepat Penurunan Stunting

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Sinergitas TNI AD dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) bersama Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) menjadi strategi baru dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara untuk menekan prevalensi stunting di wilayah tersebut.

Hal tersebut diwujudkan dalam Rapat Koordinasi Satgas Percepatan Penurunan Stunting Aceh bersama TNI, IBI, dan PKK Kabupaten Aceh Tenggara di Kutacane, Selasa (22/11/2022 ).

Turut hadir pada tersebut Kepala Perwakilan BKKBN Aceh Sahidal Kastri, Dandim 0108 Aceh Tenggara Letkol Inf Muhammad Sujoko, Wakil Ketua IBI Aceh Tenggara Maida Ayu Ara.

BACA: Pj Bupati Gayo Lues Ajak Semua Pihak Percepat Penurunan Stunting

Kemudian, PKK Kabupaten Aceh Tenggara Vebrina Chakirani. Serta Kepala OPD KB Budi Afrizal dan Koordinator Bidang ADPIN BKKBN Aceh Saflawi TR, beserta Satgas Percepatan Penurunan Stunting Aceh.

Penjabat (Pj) Bupati Aceh Tenggara Syakir mengatakan berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, prevalensi stunting di Kabupaten Aceh Tenggara cukup tinggi yakni 34,1 persen. Sementara prevalensi stunting di Provinsi Aceh yakni 33,2 persen.

“Saya tidak bosan-bosan mengingatkan dalam percepatan penurunan stunting di Aceh Tenggara, dibutuhkan sinergisitas dan komitmen kita bersama di sehingga target penurunan stunting pada 2022 sebesar 4,52 persen atau menurun menjadi 29,58 persen tercapai,” kata Syakir.

Syakir menjelaskan pencegahan stunting dapat dilakukan dari hulu yang bermuara kepada tumbuh kembang anak. Artinya ini bisa dilakukan melalui program pendampingan dan bimbingan perkawinan pra nikah, serta pemeriksaan kesehatan umum (PUS) kepada calon pengantin.

Sementara intervensi yang dilakukan pada hilir, kata Syakir, jangan dilakukan ketika berat badan anak kurang. Artinya, pada fase pranatal atau sebelum kelahiran merupakan langkah terbaik untuk melakukan intervensi dalam rangka pemenuhan gizi sehingga anak yang dilahirkan bebas dari stunting.

“Tentunya program ini tidak serta merta secara absolut menjadi kebijakan yang mampu meng-eleminasi stunting. Dukungan lintas sektor sangat diharapkan di dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting dan berupaya dengan program masing-masing untuk melakukan intervensi, baik spesifik maupun sensitif,” harapnya.

Syakir berharap, OPD lintas sektor di jajarannya terus melakukan pendampingan di dalam pelaksanaan medis kepada keluarga berisiko stunting, calon pengantin, ibu hamil dan balita, sehingga angka stunting dapat turun.

Dia melanjutkan, kedua juga perlu melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, terkait pola hidup bersih dan sehat, tentu ini harus dibarengi dengan pemberian pemahaman, hidup sehat itu penting dijadikan gaya hidup.

“Kita berharap kolerasi terus bisa kita tingkatkan dan pemahaman masyarakat terkait pencegahan stunting sampai hingga ke tingkat desa. Masyarakat harus memahami terkait dengan stunting, bahwa itu bukan penyakit yang tiba-tiba, tetapi stunting itu bisa dicegah dan bahaya stunting pada generasi muda kita, Intelektual dan kecerdasannya lemah,” ucapnya.

Berdasarkan hasil Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) di Aceh Tenggara pada November 2022 tercatat dari 13.528 balita yang ada, 1.354 diantaranya mengalami stunting. Sedangkan dari 2.335 ibu hamil, 36 diantaranya Kekurangan Energi Kronis (KEK).

Kepala Perwakilan BKKBN Aceh Sahidal Kastri mengatakan, dengan adanya data dari e-PPGBM ini intervensi bisa dilakukan dengan tepat dan cepat. Namun data yang diberikan harus akurat dan terbaru seperti data SSGI.

Terkait data, Sahidal menyebut hasil Pendataan Keluarga tahun 2021 di Aceh Tenggara dari 30.476 keluarga terdata sebanyak 20.315 berisiko stunting. Data PK-21 ini juga bisa dipakai untuk dilakukan intervensi baik secara spesifik yaitu sebesar 30% maupun secara sensitif sebesar 70 persen sebagaimana yang diamanahkan.

Sahidal menambahkan, salah satu intervensi lain yang bisa dilakukan dalam upaya percepatan penurunan stunting di Aceh Tenggara adalah dengan memastikan setiap calon pengantin dalam kondisi ideal untuk menikah dan hamil dan terdata di dalam aplikasi elsimil (elektronik siap nikah siap hamil).

“BKKBN menyarankan bagi perempuan menikah pada usia 21 tahun dan pria berusia 25 tahun. Ini ada kaitan dengan kondisi ibu saat hamil dan melahirkan. Merupakan salah satu determinan pada kejadian stunting.”

“Usia ibu saat hamil dan melahirkan, anemia, indeks massa tubuh rendah, serta perilaku ayah yang merokok dan keterpaparan bumil terhadap asap rokok dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan janin yang mengakibatkan bayi lahir stunting,” kata Sahidal.

Lebih jauh dia menambahkan, intervensi pada calon pengantin merupakan upaya preventif untuk mencegah terjadinya bayi terindikasi stunting dengan melakukan skrining yang ditindaklanjuti dengan pendampingan kesiapan menikah dan hamil kepada calon pengantin.

“Konsep ini untuk mendukung keberhasilan pencegahan stunting dari hulu bagi calon pengantin sebagai implementasi dari Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunsan stunting, sudah disiapkan berupa alat dan media yaitu ELSIMIL adalah aplikasi skrining dan pendampingan untuk calon pengantin,” jelas Sahidal.

Komandan Kodim (Dandim) 0108 Aceh Tenggara Letkol Inf Muhammad Sujoko mengatakan, TNI memiliki program ketahanan pangan, stunting, pengentasan air bersih dan hunian layak huni. Dalam ketahanan pangan, TNI AD menyiapkan bibit dan pupuk.

Sujoko menjelaskan, saat ini pihaknya telah membuka lahan tidur seluas lima hektare di Aceh Aceh Tenggara yang sudah ditanami pangan dan berada di sekitaran kompleks serta 40 hektare lagi tersebar di beberapa desa. “Itu salah satu program ketahanan pangan kita,” ucapnya.

Sejak Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Dudung dinobatkan sebagai Bapak Asuh Anak Stunting, kata Sujoko, jajarannya mulai bergerak aktif untuk mendukung program BKKBN tersebut dengan menyediakan air bersih.

Kemudian, berkolaborasi dari level Babinsa dengan para penghulu (kepala desa) kemudian Koramil untuk menyadarkan masyarakat dalam memeriksakan kesehatannya, baik ibu hamil maupun bayinya.

“Kami juga mengedukasi masyarakat agar ke posyandu atau pun pos kesehatan yang ada di wilayah dasar sehingga nanti kesehatan bisa di monitor,” ucapnya.

Ia merinci, saat ini ada 300 Babinsa yang tersebar di 385 desa di Kabupaten Aceh Tenggara. Ia berharap Babinsa bisa bersinergi dengan bidan desa, PKK gampong, dan Penyuluh KB sebagai garda terdepan mengedukasi masyarakat terkait pencegahan maupun penurunan stunting di tingkat desa.

Data yang didapatkan dari IBI Aceh Tenggara, posyandu yang aktif sebesar 43,6 persen dan yang tidak aktif sebesar 66,4 persen. Sementara angka kunjungan balita ke posyandu terus mengalami peningkatan setelah dilakukan edukasi, yaitu pada November 2022 sebesar 64 persen.

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER