Medan (Waspada Aceh) – Kuasa Hukum Restoran Simpang Tiga, Perbaungan, Serdang Bedagai, Muslim Muis, menilai rencana Pengadilan Negeri (PN) Sei Rampah yang akan mengeksekusi pengosongan restoran tersebut cacat hukum dan berpotensi melanggar hak asasi manusia.
“Kita menolak dengan tegas rencana eksekusi pengosongan rumah makan Simpang Tiga Perbaungan oleh Pengadilan Negeri Sei Rampah,” tegas Muslim Muis dari Kantor Advokat Nano, Liem & Rekan, Kamis (24/4/2025) di Perbaungan.
Sebagai informasi, pada 21 April 2024, Rahmad Diansyah S, SH, selaku jurusita Pengadilan Sei Rampah atas perintah Ketua Pengadilan Negeri Sei Rampah mengirimkan surat pemberitahuan pelaksaan eksekusi pengosongan Restoran Simpang Tiga Perbaungan yang akan dilaksanakan pada Rabu, 30 April 2025.
Muslim menyebutkan, pihaknya menolak eksekusi pengosongan Restoran Simpang Tiga yang berlokasi di Simpang Pantai Cermin Perbaungan, Sumatera Utara, tersebut oleh Pengadilan Negeri Sei Rampah. Karena menurutnya hal itu dilakukan di luar prosedur dan tidak sesuai mekanisme aturan pelaksanaan eksekusi.
“Proses hukum tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Seperti tidak dilakukannya konstatering (pencocokan objek perkara) dan peletakan sita oleh pengadilan,” tambah Muslim.
Sebagai bentuk keberatan pihaknya, menurut Muslim, telah mengajukan kasasi atau upaya hukum luar biasa terhadap putusan Pengadilan Negeri Sei Rampah Nomor Jo. Nomor:3825K/Pdt/2024 tanggal 17 Oktober 2024 Jo Nomor 588/PDT/2023/PT MDN 13 Desember 2023 Jo Nomor: 4/Pdt.G/2023/PN 23 Agustus 2023 Nomor I/Pdt.G Eks/2025/PN-Srh Jo Nomor:3825 K/Pdt/2024 tanggal 17 Oktober 2024 Jo Nomor 588/PDT/2023/PT MDN 13 Desember 2023 Jo Nomor: 4/Pdt.G/2023/PN 23 Agustus 2023 yang diajukan oleh PTPN IV.
Menurut Muslim, pengadilan semestinya menangguhkan eksekusi sampai ada putusan akhir dari upaya hukum tersebut.
Muslim justru menyebutkan, PTPN IV selaku pemohon eksekusi tidak lagi memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan. Hal ini dikarenakan hak guna usaha (HGU) atas tanah di mana lokasi berdirinya Restoran Simpang Tiga itu telah berakhir sejak 31 Desember 2024.
Hal itu menurut Muslim, menunjukkan bahwa eksekusi yang direncanakan terlalu dipaksakan dan mengabaikan asas keadilan.
Karenanya, pihaknya pun meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa Ketua Pengadilan Negeri Sei Rampah yang dinilai telah berpihak kepada pemohon eksekusi. Penasihat hukum juga meminta Mahkamah Agung (MA) RI untuk mengambil tindakan tegas, serta mengimbau pihak kepolisian agar tidak terlibat dalam proses eksekusi yang dinilai tidak sah tersebut.
“Karena eksekusi ini cacat secara hukum dan berpotensi melanggar hak asasi manusia. Maka kami menyatakan menolak pelaksanaan eksekusi tersebut dan meminta agar ditangguhkan sampai ada keputusan hukum yang berkekuatan hukum tetap,” pungkasnya.
Pemilik Restoran Simpang Tiga Perbaungan, Salim, mengatakan, rencana eksekusi pengosongan restoran miliknya itu tidak adil karena masa kontraknya masih berjalan, dan baru berakhir pada 2027.
Kontrak sewa bangunan tersebut, menurut Salim, adalah antara pihaknya dengan koperasi karyawan PTPN IV, yang dipercaya mengelola aset perusahaan plat merah itu. Kontrak sewa sebagai tempat usaha dimulai tahun 2000 dengan pemakaian selama 15 tahun.
“Kemudian pada tahun 2016 kontrak diperpanjang untuk 12 tahun berikutnya, yang seharusnya akan berakhir pada 2027 nanti,” kata Salim.
“Tentu kami keberatan karena belum habis masa kontraknya tapi kemudian kami diminta mengosongkan tempat ini,” lanjut Salim.
Salim menyebutkan dalam isi kontrak sewa tersebut, tercantum poin antara lain, jika salah satu pihak melakukan wanprestasi, maka wajib membayar denda sebesar Rp10 miliar.
Namun Salim masih berharap, kontrak sewa bangunan dengan koperasi karyawan PTPN IV itu sesuai dengan kesepakatan, yakni berakhir di tahun 2027. Apalagi selama ini, keberadaan Restoran Simpang Tiga telah mempekerjakan sekitar 20 orang masyarakat sekitar sebagai karyawan.
“Bila eksekusi pengosongan dilakukan, maka sekitar 20-an karyawan yang bekerja di restoran ini akan kehilangan pekerjaan,” tutup Salim. (*)