Banda Aceh (Waspada Aceh) – Sekretaris Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aceh, dr Aslinar menyayangkan, program imunisasi MR untuk mengantisipasi virus campak dan rubella belum mencapai hasil maksimal, yakni hanya sekitar 7%.
Menurut dr Aslinar, sebagaimana dilaporkan KBA.ONE, pada bulan pertama pencanangan imunisasi MR, aktifitas ini terhenti otomatis setelah ada edaran yang menyebutkan serum berasal dari bahan yang tidak halal. Pemerintah di Aceh kemudian meminta ditunda pelaksanaan imunisasinya.
Namun setelah adanya pernyataan dari MUI, yang menyebutkan boleh menggunakan serum MR, hingga kini belum ada realisasi pelaksanaan program imunasi MR untuk lanjutannya.
“Jika kualitas anak-anak di Aceh nantinya tidak baik, otomatis ini menjadi ancaman bagi kita karena mendapatkan generasi penerus yang tidak bisa tumbuh dengan baik,” tegasnya.
Dr. Aslinar, SpA yang merupakan praktisi yang sedang menangani kasus tersebut menambahkan, pada pasien rubella bisa menyebabkan radang paru, yang kemudian pengobatannya harus diisolasi. “Tidak boleh gabung dengan pasien lainnya,” sebut Dr. Aslinar.
Dalam kaitan imuniasi MR di Aceh ini, Ombudsman RI Perwakilan Aceh mengadakan diskusi pada hari Rabu (12/9/2018) di Kantor Ombudsman Banda Aceh. Hadir pada diskusi ini; Dr.Aslinar, SpA (Sekretaris IDAI), perwakilan Dinan Kesehatan Aceh, Jubir Pemerintah Aceh, Saifullah A. Gani, perwakilan Unicef, KP2A, , Nuu Husen (Yayasan Rumah Singgah) dan stakeholder lainnya.
Diskusi ini, kata Dr. Taqwaddin, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, bertujuan untuk meluruskan isu vaksin rubella yang sedang terjadi saat ini. Taqwaddin menyebutkan, kasus ini terjadi karena adanya simpang siur informasi di lingkungan masyarakat. Ombudsman dalam hal ini sesuai kewenangannya melaksanakan Reaksi Cepat Ombudsman (RCO) untuk mencari solusi secepat mungkin karena terkait dengan nyawa manusia.
Dr. Fattah yang hadir mewakili Dinas Kesehatan Aceh mengatakan, akibat tidak dilakukannya vaksin MR, maka akan terjadi gangguan penglihatan, pendengaran, gangguan jaringan otak yang dapat menyebabkan penderita mengalami lambat dalam berpikir.
Sementara itu Perwakilan Unicef di Aceh, Nita mengatakan, hanya 4 kabupaten/kota di Aceh yang capaian partisipasinya dalam memberikan vaksin MR lumayan baik. Yaitu Kabupaten Singkil 20%, Gayo Lues 17%, Sabang 13% dan Subussalam 12%.
Sedangkan Nurjannah Husen, Relawan Sosial Kesehatan, mengatakan, masalah yang sedang ditangani pihaknya, rata-rata pasien tidak menerima vaksin saat mereka masih bayi.
Berdasarkan data dari tahun 2010 – 2015, kasus campak mencapai 23.164. Tahun 2010 – 2015, kasus Rubella sebanyak 30.463. Misalnya tahun 2013 saja ada 2.767 kasus cacat bawaan akibat infeksi bawaan rubella di Indonesia, maka angka ini merupakan jumlah yang memprihatinkan karena butuh biaya yang sangat besar untuk menyembuhkannya.
Sedang pemerintah sudah menyosialisasikan pentingnya vaksinasi MR kepada anak-anak yang disampaikan melalui berbagai media.
Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkannya akibat tidak mendapat imunisasi MR, kata Firdaus Nyak Idin, Komisioner Komisi Pengawasan Perlindungan Anak, disarankan agar MPU dan Pemerintah Aceh segera bermusyawarah untuk menyelamatkan anak-anak di Aceh.(ria)