Selasa, Mei 20, 2025
spot_img
BerandaEntertainmentMerebut Ruang 'Gelap' Lewat Film Indie di Aceh

Merebut Ruang ‘Gelap’ Lewat Film Indie di Aceh

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Merayakan Hari Film Nasional (HFN) yang jatuh setiap tanggal 30 Maret, Aceh Menonton bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, menggelar nonton bareng di area bundaran kampus tersebut, Sabtu malam (30/3/2019).

Kegiatan yang difasilitasi oleh Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh ini menayangkan lima judul film berdurasi pendek yang merupakan karya komunitas film di Aceh.

Jika biasanya nonton film dilakukan di bioskop atau dalam gedung tertutup, kali ini, Aceh Menonton dan HMP KPI menayangkan film tersebut di pelataran jalan kampus UIN Ar-Raniry.

Menariknya, pengunjung yang datang, diperkenankan untuk duduk lesehan. Ada yang mengambil tempat di dekat layar, hingga meriung di sisi trotoar dekat bundaran. Mirip suasana layar tancap.

Tak ada kursi empuk di sana. Kendati demikian, penonton begitu antusias menikmati film-film itu.

Film pertama yang ditayangkan adalah film berjudul ‘Bajeung,’ sebuah film persembahan dari Fisuar, dilanjutkan dengan ‘Asa dan Masa’ karya Komunitas Film Trieng, ‘Bocah Rapa’i Plok’ karya Aceh Documentary, ‘Suara Pinggiran’ dari Komposisi dan diakhiri dengan ‘Redaksi Kupi Beungoh’ dari Alas Kaki Films.

Salah satu Programmer Aceh Menonton, Teniro mengatakan, kegiatan itu ingin mengangkat pergerakan film komunitas yang ada di Aceh. Dia mengibaratkan ini gerakan bawah tanah, bergerak perlahan namun bisa mencuat. Baik lewat penayangan, diskusi-diskusi film, bahkan juga dapat memproduksi eksibisi.

“Acara ini dibarengi juga dengan kegiatan hajatan anak-anak komunitas perfilman di Aceh yang diisi dengan diskusi bersama para ketua komunitas film Aceh. Diskusi dilakukan setelah pemutaran film pendeknya,” ujar Teniro.

Acara pada malam tersebut, lanjut dia, bukan pula sekedar memperingati Hari Film Nasional dan hajatan bersama sejumlah komunitas film di Aceh, tapi juga bermaksud membaurkan komunitas film dengan masyarakat umum.

Tak kalah penting, ujar Teniro, komunitas film ini ingin menghadirkan bioskop non komersial di Aceh.

“Aceh Menonton ingin merebut ruang-ruang gelap yang ada di Aceh seperti universitas, jembatan maupun tempat-tempat lain yang tidak bisa dicapai oleh industri perfilman seperti bioskop komersial yang ada di Jakarta.”

“Bioskop yang ada di sana tidak dapat dinikmati oleh semua orang, maka kami di sini menginginkan semua orang berhak untuk menikmati film Indonesia terutama film-film Aceh,” jelasnya.

Menerabas Stigma Negatif

Selain itu, Muhammad Zikrullah, Ketua HMP KPI menyampaikan, bahwa pemutaran film ini sebagai bentuk media dakwah yang bersifat audio visual. Baginya, dakwah tidak selalu harus di atas mimbar.

“Aceh Menonton berkolaborasi dengan kita (HMP KPI), yang pertama itu kita juga punya komunitas film di Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Kemudian karena di bawah naungan Fakultas Dakwah, maka diharapkan, nonton bareng ini juga menjadi salah satu media dakwah. Karena dakwah nggak selalu harus di atas mimbar,” katanya.

Dia juga ingin menjawab stigma negatif, bahwa film merupakan suatu hal yang dianggap sia-sia dan tidak memiliki nilai pendidikan. Kegiatan ini justru dapat menjadi tolak ukur untuk membentuk penilaian yang lebih rasional.

Zikrullah menyebut film-film yang diputar seluruhnya edukatif, sehingga jangkauannya luas dan umum. Tidak ada batasan usia untuk disaksikan.

“Di Aceh sendiri, kalau bicara tentang film, itu sudah mulai hilang. Jadi pada peringatan Hari Film Nasional ini, Aceh Menonton dan komunitas film lainnya mengangkat kembali agar film di Aceh mulai dikenal lagi,” katanya. (Fuadi)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER