Senin, Februari 10, 2025
spot_img
BerandaEkonomiLaporan IFM Fund: Tata Kelola Hutan di Indonesia Masih Dibayangi Praktik Ilegal

Laporan IFM Fund: Tata Kelola Hutan di Indonesia Masih Dibayangi Praktik Ilegal

Jakarta (Waspada Aceh) – Laporan terbaru dari Independent Forest Monitoring Fund (IFM Fund) mengungkapkan berbagai praktik ilegal yang masih meluas dalam pengelolaan hutan di Indonesia.

Meski upaya perbaikan terus digalakkan, pembalakan liar, eksploitasi hutan oleh pemegang hak atas tanah (PHAT), serta lemahnya perlindungan bagi pemantau dan masyarakat adat, menjadi ancaman serius.

Berjudul Suara dari Tepian Rimba: Bunga Rampai Catatan Para Pemantauan Hutan di Indonesia, laporan ini merangkum temuan dari tujuh provinsi dan menyebutkan indikasi kuat ketidakpatuhan sejumlah perusahaan.

Salah satu modus yang menonjol adalah penyalahgunaan PHAT dan izin pemanfaatan kayu (IPK) untuk melegalkan deforestasi. Di Aceh, Yayasan Apel Green Aceh mencatat penggunaan PHAT di Kabupaten Nagan Raya yang merusak kawasan lindung dan mengancam wilayah masyarakat adat.

“Ini adalah bentuk eksploitasi yang sangat merugikan lingkungan dan masyarakat adat,” ujar Rahmad Syukur dari Yayasan Apel Green Aceh, Selasa (21/1/2025).

Di Tanah Papua, modus serupa terjadi melalui konversi hutan dengan izin IPK. Sulfianto Ilyas dari Panah Papua menjelaskan, “Pemanfaatan kayu dengan izin IPK ini sering kali hanya formalitas administrasi tanpa keberlanjutan nyata. Lemahnya pengawasan memperparah kerusakan hutan alam,”jelasnya.

Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) yang dirancang untuk memastikan legalitas kayu, juga menunjukkan banyak celah. Laporan menemukan ketidaksesuaian di sejumlah perusahaan pemegang izin hutan alam dan tanaman.

“Banyak perusahaan tidak melibatkan masyarakat lokal dalam tapal batas, sehingga memicu konflik tenurial,” ungkap Raja Alpian dari Yayasan Gambut.

Di sektor hilir, sebuah perusahaan di Jawa Timur terindikasi mencampur kayu ilegal dengan bahan baku legal. Nurul Astuti dari ASET Jawa Timur menegaskan, “Praktik ini mengancam kredibilitas upaya legalitas kayu di Indonesia.”

Selain kerusakan ekologis, masyarakat adat juga menjadi korban. Di Papua, konversi hutan untuk industri kayu menggusur tanah leluhur dan mengancam keberlanjutan budaya lokal. “Konflik tenurial terus terjadi, dan masyarakat adat kehilangan akses ke tanah mereka,” ujar Maikel Primus Peuki dari Walhi Papua.

IFM Fund juga menyoroti minimnya perlindungan bagi pemantau hutan. “Pemantau kerap menghadapi diskriminasi dan intimidasi, padahal peran mereka sangat penting dalam menjaga kelestarian hutan,” kata Deden Pramudiana dari IFM Fund.

Rekomendasi: Transparansi dan Penegakan Hukum

Laporan ini merekomendasikan langkah konkret untuk memperbaiki tata kelola hutan, antara lain:

1. Transparansi dalam pengelolaan hutan, termasuk akses data izin usaha dan audit sertifikasi.
2. Penegakan hukum tegas terhadap pelaku pembalakan liar tanpa pandang bulu.
3. Perlindungan hukum bagi pemantau hutan, mencakup jaminan keamanan dan pencegahan intimidasi.

Tanpa tindakan nyata, tata kelola hutan di Indonesia akan terus berada dalam ancaman ketidakpastian. IFM Fund menegaskan, perbaikan hanya bisa dicapai melalui transparansi, hukum yang adil, dan perlindungan bagi pihak yang menjaga kelestarian hutan. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER