Berbagai langkah dilakukan Pemerintah Aceh dalam upayanya menekan penularan virus Corona yang semakin menginfeksi banyak orang. Penyebaran virus ini, menurut WHO, telah menjadi pandemi. Untuk itu semua negara di dunia harus waspada dan mengambil langkah-langkah untuk “memerangi” pergerakan virus mematikan ini.
Tak terkecuali di Provinsi Aceh, Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, telah mengeluarkan surat edaran, terkait dengan kebijakan untuk meliburkan sekolah umum dan pesantren, selama virus Corona ini masih menyebar. Tak lupa, Plt Gubernur Aceh memberi penghormatan dan apresiasi yang tinggi kepada seluruh Tim Medis, yang telah berjuang di garda terdepan, dalam memerangi wabah yang menyebar dari kota Wuhan, China ini.
Gubernur juga menginstruksikan penutupan tempat-tempat keramaian dan lokasi hiburan, serta membatasai kerumunan warga yang selama ini sering nongkrong di café atau warung kopi (warkop). Bahkan Pemerintah Aceh bersama Forkofimda Aceh, sejak Minggu kemarin (29/3/2020), telah memberlakukan Jam Malam bagi seluruh warga di Provinsi Aceh. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai langkah pemerintah untuk meredam dan menghentikan penyebaran virus Corona yang semakin massif.
Meski kemudian, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, mengatakan, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) sepakat mencabut pemberlakuan Jam Malam sampai nantinya program social safety net untuk melindungi pekerja informal dan harian, seperti pelaku UMKM yang bergiat di malam hari bisa dijalankan.
Hal itu penting untuk melindungi perekonomian pekerja dari pelemahan ekonomi akibat wabah COVID-19, kata Plt Gubernur Aceh di Banda Aceh, Sabtu (4/4/2020).
“Karena belum diikuti program sosial yang baik, jam malam kita hentikan dulu sampai kemudian nanti kita kembalikan. Banyak dari UMKM berdagang di malam hari,” kata Nova.
Penghentian pemberlakukan jam malam dilakukan mulai Sabtu malam, usai seluruh Forkopimda Aceh menandatangani maklumat pencabutan tersebut.
Pemerintah Aceh kembali pada peraturan pusat, yaitu PP No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Artinya, pemerintah tetap mengimbau masyarakat untuk menghindari berkumpul secara berkelompok dan memberikan pembatasan secara sosial.
Setelah pencabutan Jam Malam, para pengusaha cafe dan warung kopi (Warkop) serta warung kuliner lainnya yang biasanya beroperasi hingga malam hari, contohnya di Banda Aceh dan beberapa kota lainnya di Aceh, Minggu ini (5/4/2020), sudah bisa membuka kembali usahanya. Tapi tentu saja tetap dengan pembatasan sosial atau physical distancing (menjaga jarak).
Selain Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Jaya terlebih dahulu mengizinkan para pelaku UMKM, khususnya cafe, warkop dan kuniler, untuk kembali membuka usahanya, tapi dengan beberapa pembatasan. Konsumen tidak dibenarkan duduk bergerombol, harus menjaga jarak minimal satu meter antar satu orang dengan orang lainnya.
Sejak Awal Sudah Waspada
Pemerntah Aceh sebenarnya sejak awal, ketika virus Corona belum “menyentuh” Indonesia, sudah tanggap untuk mengantisipasi penyebaran virus ini. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah adalah untuk melindungi warga Aceh, baik yang berada di Aceh maupun warga Aceh yang masih berada di luar.
Salah satu langkah cepat yang dilakukan Pemerintah Aceh adalah dengan memfasilitasi pemulangan mahasiswa Aceh, yang saat itu terjebak di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Para mahasiswa yang sampai di Aceh ini kemudian menjalani protokol kesehatan, sebagai upaya mensterilisasi dari virus tersebut. Setelah menjalani protokol kesehatan, barulah mahasiwa Aceh ini dibolehkan pulang ke kampungnya masing-masing.
Pemerintah Aceh juga ketika itu membuka dua posko informansi Corona, yakni di Dinas Sosial Aceh, di Banda Aceh dan posko kedua berada di Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) di Jakarta.
Ketika kasus Corona mulai merebak di Indonesia, kemudian menembus “pertahanan” di beberapa daerah, antara lain Provinsi Sumatera Utara dan termasuk Aceh, Pemerintah Aceh dengan segera kemudian membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Langkah-langkah startegis segera dilakukan untuk menekan penyebaran virus Corona tersebut.
Beberapa rumah sakit disiapkan sebagai rujukan untuk perawatan pasien dalam pengawasan (PDP) Corona. Pemerintah Aceh menunjuk 13 rumah sakit di kabupaten/kota sebagai rumah sakit rujukan pasien COVID-19. Dan berbagai fasilitas pendukung disiapkan untuk menangani pasien Corona.
Selain Rumah Sakit Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh dan RSUD Cut Meutia Lhokseumwe, yang lebih duluan ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan untuk Corona, yakni RSUD Meuraxa (Kota Banda Aceh), RSUD Tgk Chik Ditiro (Pidie), RSUD dr Fauziah (Bireuen), RSUD Langsa (Kota Langsa), RSUD Detu Beru (Aceh Tengah) dan RSUD Sultan Iskandar Muda (SIM) Nagan Raya.
Selanjutnya, RSUD Teungku Peukan (Abdya), RSUD dr Zubir Mahmur (Aceh Timur), RSUD Gayo Lues (Gayo Lues), RSUD H.Sahuddin Kutacane (Aceh Tenggara) dan RSUD Dr Yuliddin Away (Aceh Selatan).
“Fasilitas pendukung untuk penanganan COVID-19 terus kita persiapkan, demikian juga laboratorium pemeriksaan spesimen pasien yang diduga terpapar COVID-19 sedang kita persiapkan,” kata Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dalam keterangannya, Rabu (25/3/2020).
Menurutnya, jika lab kesehatan tersebut telah beroperasi, maka Pemerintah Aceh dapat melakukan pemeriksaan spesimen secara mandiri. Selain itu, Pemerintah Aceh juga menambah 20 kamar Respiratory Intensive Care Unit (RICU) di RSUZA Banda Aceh.
Menyiapkan Stok Kebutuhan Pokok
Pemerintah Aceh juga telah memastikan stok beras Aceh aman hingga bulan September 2020. Untuk itu Plt Gubernur Aceh berharap, masyarakat tidak perlu memborong beras karena dengan alasan takut kehabisan beras di pasaran.
“Pemerintah Aceh punya stok beras 78.310,2 ton, diperkirakan cukup hingga bulan September,” kata Juru Bicara COVID-19 Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani, yang biasa disapa SAG di Banda Aceh.
Untuk gula pasir, memang mengalami kenaikan harga namun stok diperkirakan mencukupi untuk beberapa bulan kedepan. SAG menyebut, stok gula pasir yang tersedia saat ini sekitar 4.000 ton lebih.
“Untuk kebutuhan rumah seperti minyak goreng, aman hingga Juni,” jelas SAG.
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriasnyah, terkait dengan kebutuhan gula pasir, telah menyampaikan surat ke Menteri Perindustrian dan Perdagangan, agar bisa mendapat suplai langsung, tidak lagi melalui pengusaha di Medan, Sumatera Utara, seperti yang terjadi selama ini.
Surat Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, terkait permintaan penambahan kuota gula untuk Aceh yang dikirimkan pada 24 Maret 2020, selanjutnya telah mendapat respon dari Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Agus Suparmanto, Kamis (26/3/2020).
Respon Mendag tersebut, disampaikan Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan RI, Susi Herawaty kepada Plt Kadis Perindag Aceh Muslem Yacob AS, melalui sambungan telefon siang tadi.
“Alhamdulillah Kementerian Perdagangan RI melalui Dir Bapokting sudah merespon surat Plt Gubernur Aceh terkait permintaan tambahan kuota gula untuk Aceh. Kemendag akan mengirim secepatnya gula untuk Aceh sebesar 20 ton tahap awal,” kata Plt.Kadis Perindag Aceh Muslem Yacob.
Meski pada tahap awal gula yang dikirim untuk Aceh hanya 20 ton, menurut Muslem Yacob, Plt Gubernur Aceh memberi apresiasi kepada Kemendag yang telah merespon secara cepat sebagai bantuan awal terkait kelangkaan gula di Aceh.
Untuk melindungi kebutuhan bahan pokok bagi rakyat di Provinsi Aceh, yang kini berjuang di tengah mengganasnya Corona virus Disiase (COVID-19), Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, meminta Plt Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) secara cepat mengkaji regulasi peluang pengusaha lokal dapat melakukan impor barang kebutuhan secara langsung.
“Pak Plt Gubernur meminta BPKS mengkaji peluang import gula langsung oleh pengusaha lokal, dan itu sesuai dengan surat permintaan yang disampaikan kepada Menteri Perdaganagan Republik Indonesia agar memberi peluang pengusaha lokal melakukan import langsung,” kata Juru bicara COVID-19 Pemerintah Aceh, Saifullah Abdul Gani, di Banda Aceh, Minggu 29 Maret 2020.
Disampaikan Saifullah, bukan hanya impor gula, tetapi juga kemungkinan peluang impor alat-alat medis pendukung penanganan COVID-19, seperti alat pelindung diri (APD) tenaga medis, masker, dan peralatan-peralatan lainnya.
Jadi sebenarnya, Pemerintah Aceh didukung oleh Forkopimda, Polda Aceh, Kodam Iskandar Muda dan Kejaksaan Tinggi, telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat Aceh dari penularan virus Corona. Bagi para pemimpin di Tanah Rencong ini, telah berpikir, akan lebih baik mencegah, daripada mengobati. Lebih baik bertindak cepat dan tegas, demi untuk melindungi seluruh rakyat di Provinsi Aceh ini. Semoga (**)