Jakarta (Waspada Aceh) – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (8/4/2019), akhirnya memutus bersalah Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf, dengan hukuman 7 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Irwandi dinyatakan terbukti menerima suap sebesar Rp1,05 miliar terkait proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) dan gratifikasi sejumlah Rp8,7 miliar.
“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi berupa penerimaan suap dan gratifikasi dan menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp300 juta yang bila tidak dibayar diganti kurungan selama 3 bulan,” tegas Ketua Majelis Hakim, Saifuddin Zuhri di PN Tipikor Jakarta, sebagaimana dilansir dari Antara.
Selain vonis 7 tahun, majelis hakim juga mencabut hak Irwandi untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun. Pencabutan hak itu setelah Irwandi menyelesaikan hukuman pokoknya.
Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Irwandi divonis 10 tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Terbukti dalam Dua Dakwaan
Dalam amar putusannya, hakim menilai Irwandi terbukti untuk dakwaan pertama dan kedua tapi tidak terbukti dalam dakwaan ketiga.
Dakwaan pertama, Irwandi terbukti bersama salah satu tim suksesnya dalam pilkada Gubernur Aceh, Teuku Saiful Bahri dan asisten pribadi Irwandi, Hendri Yuzal menerima suap sebesar Rp 1,05 miliar dari Bupati Bener Meriah, Ahmadi.
Hakim menjelaskan, pemberian suap itu bertujuan agar Irwandi melalui Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) provinsi Aceh memberikan persetujuan terkait usulan Bupati Bener Meriah saat itu, Ahmadi, agar rekanan dari kabupaten Bener Meriah dapat mengerjakan program pembangunan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018 di kabupaten Bener Meriah.
Uang diserahkan Ahmadi dengan secara bertahap melalui Teuku Saiful Bahri dan Hendri Yuzal. Uang itu ditransfer ke beberapa orang, yaitu Jason Utomo sebesar Rp190 juta, Akbar Velati sebesar Rp173,775 juta , dan ke Ade Kurniawan dengan keterangan sebesar Rp50 juta.
Sedangkan sisanya diserahkan oleh Teuku Fadhilatul Amir kepada Teuku Saiful Bahri yang diberikan kepada Teuku Saiful Bahri sebesar Rp36 juta dan Rp50,225 juta disimpan Teuku Saiful Bahri.
Dalam dakwaan kedua, Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh masa jabatan 2017-2022 menerima gratifikasi berupa hadiah dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 8,717 miliar.
Namun hakim tidak setuju dalam dakwaan ketiga, bahwa Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh tahun 2007-2012 bersama-sama dengan Izil Azhar alias Ayah Merin yang merupakan orang kepercayaannya, menerima hadiah berupa uang sebesar Rp32,454 miliar dalam kasus BPKS Sabang.
Uang itu semula gratifikasi dari Nindya Sejati Joint Operation, terkait proyek dermaga bongkar dari Dana Biaya Konstruksi dan Operasional Proyek Pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Aceh, yang dibiayai APBN sebesar Rp 32,454 miliar.
Adapun alasan hakim tidak memvonis perkara ini, karena Izil Azhar alias Ayah Merin tidak dihadirkan sebagai saksi oleh JPU.
“Karena statusnya DPO (Daftar Pencarian Orang) dimana menurut Irwandi, Izil Azhar baru menyerahkan diri ke KPK apabila mendapat izin dari Panglima GAM sehingga belum dapat dipastikan dari jumlah penerimaan dari Izil Azhar,” tambah hakim Titik Sansiwi.
Sementara itu, terhadap terdakwa lainnya, Hendri Yuzal divonis 4 tahun denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, sedangkan Teuku Zaiful Bahri divonis 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta.
Atas putusan itu, baik JPU dari KPK maupun ketiga terdakwa menyatakan pikir-pikir. (Fuadi)