Rabu, Juni 26, 2024
Google search engine
BerandaSumutBabak Baru Perjuangan Warga Dusun IV Kotagaluh, Bunju Ajukan Gugatan Perlawanan Eksekusi

Babak Baru Perjuangan Warga Dusun IV Kotagaluh, Bunju Ajukan Gugatan Perlawanan Eksekusi

Medan (Waspada Aceh) – Salah seorang warga Dusun IV Desa Kotagaluh, Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Bunju, mengajukan gugatan perlawanan terhadap Permohonan Eksekusi Pengadilan Negeri Sei Rampah untuk Nurhayati.

Perlawanan Bunju ini menjadi babak baru perjuangan warga Dusun IV Desa Kotagaluh, yang sudah dihuni kakek-nenek atau ayah-ibu mereka sejak masa kolonial Belanda.

Perlawanan itu dilakukan karena adanya kesalahan dalam ukuran dan luas tanah yang akan dieksekusi sehingga terjadi cacat penerbitan ketentuan Permohonan Eksekusi tersebut.

Ferdinan Siagian, selaku kuasa hukum Bunju sudah mendaftarkan gugatan perlawanan eksekusi itu ke PN Sei Rampah secara online, melalui situs resmi Mahkamah Agung https://ecourt.mahkamahagung.go.id pada Selasa (14/5/2024).

“Pendaftaran Perkara sudah berhasil dengan Nomor Perkara : 26/Pdt.Bth/2024/PN Srh,” kata Ferdinan Siagian, Rabu (15/5/2024).

Seperti diketahui Pengadilan Negeri Sei Rampah melakukan konstatering atau pencocokan lahan Dusun IV di Desa Kotagaluh, Perbaungan, pada Selasa (7/5/2024), sebagaimana diklaim Nurhayati sebagai miliknya seluas 64 hektare.

Semula konstatering akan dilakukan terhadap lahan yang dihuni tiga warga Dusun IV Desa Kotagaluh, Perbaungan, yaitu Tjang Jok Tjing, Herman Hariantono, dan Bunju. Tetapi proses pencocokan lahan pra-eksekusi itu terpaksa dihentikan setelah terjadi kericuhan antara warga dan kelompok Nurhayati Cs.

Sebelumnya Nurhayati yang mengaku memiliki surat Gran Sultan Nomor 102 atas lahan pemukiman warga di Dusun IV Desa Kotagaluh memenangkan perkara di PN Sei Rampah hingga kasasi di Mahkamah Agung RI. Namun masyarakat melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) pada 28 Maret 2024, dan masih menunggu putusan Mahkamah Agung RI.

Ferdinan Siagian mengatakan, kliennya Bunju menolak dengan tegas pengajuan Permohonan Eksekusi yang diajukan Nurhayati karena ada perbedaan dalam ukuran dan luas tanah yang akan dieksekusi.

“Makanya, ada cacat dalam penerbitan ketentuan Permohonan Eksekusi tersebut,” tambahnya.

Adapun Bunju dalam gugatan perlawanan terhadap Nurhayati yang mengajukan Permohonan Eksekusi Nomor 1/Pdt.Eks/2024/PN.Srh, akan menerangkan secara jelas dan gamblang alasan-alasan keberatannya sehingga tampak bahwa Ketua Pengadilan Negeri Sei Rampah telah menetapkan dan memutuskan secara tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum atas Permohonan Eksekusi tersebut.

Karena itu, pihaknya meminta untuk mengangkat atau mencabut Permohonan Eksekusi hingga ada putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Bunju mengemukakan bahwa dia sudah menempati dan mengusahai lahan selama 49 tahun di Dusun IV Desa Kotagaluh Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Lahan itu berupa sebidang tanah dengan luas 1.038 m2 milik orang tua kandungnya. Selain itu dia juga menguasai sebidang tanah luas 5.600 m2, yang digunakan sebagai tempat usaha di dusun tersebut, dengan ukuran luas tanah dan batas-batas yang jelas.

“Tetapi pihak Nurhayati dalam Permohonan Eksekusi Nomor 1/Pdt.Eks/2024/PN.Srh menyampaikan ukuran, luas tanah, dan batas-batas yang berbeda. Makanya, saya mengajukan perlawanan karena ada kesalahan tersebut yang mengakibatkan terjadi cacat penerbitan ketentuan Permohonan Eksekusi oleh Ketua PN Sei Rampah,” katanya.

Saat ini pihak Bunju melalui kuasa hukumnya, Ferdinan Siagian, sedang menunggu panggilan resmi dari PN Sei Rampah setelah pendaftaran gugatan perlawanan terhadap permohonan eksekusi Nurhayati.

“Saat sidang nanti, saya akan tunjukkan bahwa Ketua Pengadilan Negeri Sei Rampah telah menetapkan dan memutuskan perkara secara tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum atas Permohonan Eksekusi (Nurhayati), ” tegasnya.

Dihuni Sebelum Kemerdekaan

Dusun IV Desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, diketahui sudah dihuni ratusan warga secara turun temurun sejak tahun 1920-an.

Kala itu kawasan ini masih hutan, sementara warga setempat lah yang membuka lahan ini, mengusahainya sebagai tempat tinggal dan bercocok-tanam hingga sekarang.

Lahan seluas lebih kurang 64 hektare yang sudah ditempati sekitar 400 KK (kepala keluarga) sejak pra kemerdekaan itu memang selalu diklaim pihak-pihak yang mengaku sebagai pemiliknya. Padahal sejumlah lahan bahkan sudah bersertifikat hak milik (SHM). Pihak yang mengklaim tanah tersebut selalu berganti-ganti, dan terakhir diklaim Nurhayati Cs. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER