Kamis, Mei 2, 2024
Google search engine
BerandaAcehAktivis Lingkungan: Ada Pergeseran Alur Perdagangan Satwa Liar dari Aceh ke Jawa,...

Aktivis Lingkungan: Ada Pergeseran Alur Perdagangan Satwa Liar dari Aceh ke Jawa, Thailand dan Timur Tengah

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Aktivis lingkungan Aceh Tezar Pahlevi mengatakan, penanganan kejahatan satwa liar dilindungi harus dilakukan secara komprehensif dari hulu ke hilir.

Ia mendorong penegakan hukum yang tegas dan komprehensif untuk mengungkap jaringan mafia perdagangan satwa dilindungi.

Dalam kurun lima tahun ini, pihaknya melakukan pemantauan terhadap perburuan dan perdagangan satwa liar di Aceh. Ia menemukan bahwa Aceh menjadi sumber utama di mana satwa diburu kemudian diedarkan di tingkat lokal, nasional, sampai internasional.

Hal ini disampaikan dalam diskusi bertajuk “Menilik Barang Bukti Sitaan Tindak Pidana TPLHK Satwa Lindung Dibawa Kemana?,” yang digelar oleh FJL Aceh di Escape Cafee, Banda Aceh, Kamis (18/1/2024).

Tezar juga mengungkapkan bahwa ada pergeseran alur suplai satwa liar dari Aceh. Tidak hanya di Sumatera namun juga sudah langsung ke Pulau Jawa bahkan juga ke Timur Tengah, hingga Thailand.

“Kami melihat ada pergeseran alur suplai satwa liar. Dari banyaknya tangkapan penyidik, pemain kejahatan satwa liar ini menganggap Medan tidak aman bertransaksi. Ini sebagian besar pengakuan dari pemain sindikat kejahatan satwa liar,” kata Tezar.

Tidak hanya gajah, harimau, dan beruang madu, Tezar juga menyebutkan bahwa orangutan Sumatera di Aceh juga menjadi sasaran perburuan dan perdagangan liar. Ada beberapa kasus pengiriman orangutan hidup dari Aceh ke Thailand dan Timur Tengah.

“Aceh menjadi pusaran kejahatan satwa liar level internasional. Pemain-pemain ini menilik Aceh sebagai tempat yang mereka targetkan untuk berburu. Terkait aktor, ada banyak. Kita juga sempat memetakan ada keterlibatan tersangka kejahatan satwa seperti di Aceh Timur dengan penampung di Surabaya. Mereka sangat terhubung,” tuturnya.

Sejak tahun 2018 hingga 2023, ada 45 putusan pengadilan terkait kasus kejahatan satwa liar di Aceh. Dari 45 kasus tersebut, 16 putusan barang bukti yang dimusnahkan, 25 putusan barang bukti diserahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan sisanya diserahkan ke kejaksaan terkait barang bukti seperti kendaraan yang mengangkut satwa tersebut.

Ia juga menambahkan terkai tindak pidana kejahatan satwa liar seharusnya tidak hanya disandingkan dengan UU No 5 tahun 1990 namun juga terkait tindak pidana pencucian uang.

“Karena nilai perputaran uang dari kejahatan satwa liar ini cukup besar. Kerugian negaranya apalagi melibatkan jaringan internasional,” kata Tezar

Namun, Tezar menilai dari sisi penegakan hukum belum optimal mengejar seluruh pelaku yang diduga terlibat dalam perdagangan kejahatan satwa liar ini. Selama ini yang ditangkap di level bawah.

“Kita belum berhasil menembus siapa sosok dari rangkaian kejahatan satwa liar ini. Ini perlu menjadi perhatian bersama menuntaskan kejahatan satwa liar ini secara komprehensif, kejahatan satwa liar dianggap extraordinary crime di Indonesia peringkat ketiga setelah narkoba,” jelasnya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER