Kamis, April 25, 2024
Google search engine
BerandaTulisan FeatureAkibat Ulah Developer, Begini Sedihnya Nasib Petani Tambak Tradisional di Lambaro Skep

Akibat Ulah Developer, Begini Sedihnya Nasib Petani Tambak Tradisional di Lambaro Skep

“Sebelum ada penimbunan penghasilan kami berkisar 100 Kg sampai 150 Kg dalam sebulan, karena alur keluar masuknya air ke tambak kami normal. Namun setelah adanya penimbunan oleh developer, sama sekali tidak ada penghasilan”

—Petambak Udang Said Amin—

Pembangunan yang tidak ramah lingkungan kerap membawa dampak hilangnya habitat alami benih ikan dan udang. Itu terjadi karena kurangnya daya dukung lahan serta menurunnya kualitas lingkungan.

Sejak adanya pembangunan proyek perumahan di daerah produktif tambak ikan dan udang, mengakibatkan banyak petani tambak tradisional mengalami kegagalan panen. Itu terjadi karena adanya pengalihan lahan yang tidak memperhatikan lingkungan sekitar, yakni menutup alur air.

Seperti yang dirasakan oleh salah seorang petambak udang di Lambaro Skep, Kota Banda Aceh, Said Amin. Said dan petambak lainnya mengalami kerugian materi yang tidak sedikit semenjak adanya penimbunan untuk lahan perumahan oleh developer di sekitar lahan para petani tambak.

Kepada Waspadaaceh.com, Senin (10/1/2022), Said mengatakan saat ini tidak ada penghasilan dari usaha tambaknya. Itu terjadi setelah alur keluar masuk air antara tambak dan laut ditutup oleh developer. Akibatnya lahan tambaknya saat ini tidak bisa dimanfaatkan secara optimal.

Akibat ditutupnya alur ke tambak tersebut, berpengaruh besar kepada penghasilannya. Biasanya dalam satu bulan dia bisa menghasilkan uang dari hasil tambak alamnya sebesar Rp6 juta, tapi sekarang sejak adanya aktivitas developer penghasilannya nyaris nihil.

“Sebelum adanya kegiatan penimbunan oleh developer, penghasilan kami berkisar 100 Kg sampai 150 Kg udang dalam sebulan. Kalo alur keluar masuk air ke tambak kami normal. Namun setelah adanya aktivitas developer, sama sekali tidak ada penghasilan kami. Mereka menutup alur air,” tuturnya.

Sejak penutupan alur air itu, kata Said, penghasilannya saat ini dari tambaknya hanya 2 Kg. Jika dijual hanya bisa menghasilkan uang senilai Rp80.000.

Dia menyebutkan sangat jauh perbedaan penghasilannya sebelum ada penimbunan lahan sekitar oleh developer dan sesudah adanya developer.

“Sebelum ditutup, sekali turun udang kecil sekitar 50 Kg, dan udang besar ada 150 Kg belum lagi ikan-ikan yang lain. Jika airnya normal paling sedikit kami bisa mendapatkan 100 Kg udang,” jelasnya.

Tidak Ada Penghasilan, Petambak Tinggalkan Lahan

Said menuturkan, dengan kondisi usaha budidaya udang seperti ini, banyak para petambak yang sementara waktu meninggalkan lahan tambaknya. Mereka mencari pekerjaan lain.

Alur air ke areal tambak rakyat di Lambaro Skep yang ditutup oleh developer mengakibatkan menurunnya pendapatan para petani tambak. (Foto./kia rukiah)

Penyebabnya, kata dia, sejak adanya penimbunan lahan oleh developer, air pada lahan tambak mereka menjadi tergenang. Hal itu menyebabkan menurunnya habitat udang bahkan juga bisa punah. Kondisi itu, ucap Said, akan menghentikan kegiatan para petambak tradisional yang mengandalkan keluar masuk air.

Secara tidak langsung akan berdampak pada kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat yang menggantungkan hidup dari kegiatan usaha tambak.

Hal ini bisa terjadi dikarenakan menurunnya pendapatan para petani tambak sejak adanya penimbunan lahan dan alur air oleh pengusaha (developer). Penghasilan para petani tambak kini tidak sesuai dengan biaya operasional yang dikeluarkan para petambak udang.

“Bayangkan saja, dalam sebulan kami menjaga tambak ini. Hanya mendapatkan untung segitu, tidak cukup untuk buat makan. Apalagi untuk mencukupi kebutuhan lain,” keluh Said.

Karena itu, kata Said, saat ini hanya dia dan dua orang petambak lainnya yang masih menetap dan berusaha membuka alur keluar masuknya air yang sudah ditimbun developer.

“Seharusnya jika ingin membangun, dia harus survei dulu lingkungan sekitar. Jadi ini terlihat developernya amatir bukan developer profesional. Kalo memang dia profesional seharusnya dia perbaiki dulu keluar masuk air punya petani tambak. Itu harus dibenarkan, bukan yang dia punya dulu,” jelasnya.

Dia menambahkan, para developer ini hanya mementingkan pembangunan perumahan tersebut, tanpa menghiraukan masyarakat sekitar, khusunya petani tambak.

“Seharusnya tidak begitu, untuk saat ini tambak kami airnya selalu tergenang, nggak mau kering. Karena alurnya sudah ditutup. Tapi sekarang sudah kami buka dengan menggunakan cangkul, dan pembukaannya tidak maksimal, karena ditutupnya pakai alat berat beko,” ucapnya.

Selain itu, kata Said, penutupannya tanpa memberitahu terlebih dahulu kepada petambak udang. Said juga menduga ada warga setempat yang juga ikut bekerjasama dengan developer untuk menimbun alur keluar masuknya air.

Sebab itu dia berharap siapa pun yang terlibat menimbun alur, agar segera membuka timbunan yang telah menganggu usaha petani tambak di daerah itu. (Kia Rukiah)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER