Kamis, Mei 2, 2024
Google search engine
BerandaAkhir Pelarian 17 Tahun Maria, Tersangka Pembobol BNI Rp1,7 Triliun

Akhir Pelarian 17 Tahun Maria, Tersangka Pembobol BNI Rp1,7 Triliun

Jakarta (Waspada Aceh) – Tidak tanggung-tanggung. Maria Pauline Lumowa, wanita yang menjadi tersangka pembobolan kas Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta, sebesar Rp1,7 triliun lewat Letter of Credit (L/C) fiktif, sempat melarikan diri selama 17 tahun.

Tapi pelarian wanita kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958, kini berakhir sudah. Maria berhasil dibawa pulang oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dari Serbia, Kamis (9/7/2020), setelah dia ditangkap otoritas kemanan di negeri tersebut.

Selama 17 tahun pelarian Maria telah singgah ke berbagai negara. Dia bahkan telah tercatat sebagai warga negara Belanda sejak 1979, dan sejak itu dia sering bolak-balik Singapura – Belanda.

Sebagaimana dikutip dari CNNIndonesia.com, Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014. Namun permintaan itu ditolak Belanda. Pemerintah Kerajaan Belanda hanya memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.

Kasus yang menjerat Maria berawal saat Bank BNI pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003 mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu. Nilai pinjaman tersebut setara Rp1,7 triliun berdasarkan kurs saat itu.

Entah bagaimana, pihak BNI tetap menyetujui jaminan L/C PT Gramarindo Group dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp, yang sebenarnya bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Pada Juni 2003, BNI mengendus sesuatu yang tidak beres dalam transaksi keuangan PT Gramarindo Group. Mereka pun melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri. Namun Maria Pauline Lumowa cukup lihai, dia sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.

Pada 2009 tim khusus Mabes Polri mendapati keberadaannya di Belanda. Maria juga sering bolak-balik Belanda-Singapura. Namun, upaya pemerintah menangkapnya gagal karena status Maria yang juga tercatat sebagai warga negara Belanda.

Saat itu pemerintah Belanda menolak permintaan ekstradisi dari RI. Namun perburuan terhadap Maria tak berhenti. Babak baru perburuan terjadi ketika Maria ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, 16 Juli 2019.

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengatakan, penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003.

“Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham,” ujar Yasonna.

Sikap pemerintah Serbia kooperatif. Mereka mendukung permintaan ekstradisi dari Indonesia. Menurut Yasonna,  hal itu karena adanya hubungan baik antar kedua negara. (**)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER