Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pengamat ekonomi Willy Arafah menyebutkan distribusi Liquefied Petroleum Gas (LPG) di wilayah bencana jauh lebih sulit dibandingkan bahan bakar minyak (BBM).
“Rusaknya akses jalan di Aceh memberikan dampak yang lebih besar terhadap distribusi LPG dibandingkan dengan BBM,” kata Willy Arafah dalam keterangannya di Banda Aceh, Selasa (16/12/2025).
Menurutnya, kompleksitas akses jalan darat yang rusak atau terputus serta faktor keamanan menjadi penyebab utama lambatnya penyaluran LPG saat terjadi bencana alam seperti yang terjadi di Provinsi Aceh.
Willy Arafah menyebutkan infrastruktur untuk penyimpanan dan pengisian LPG yang lebih khusus dan terbatas, sehingga ketika ada kerusakan, pasokan LPG bisa terhambat secara signifikan.
Berita Terkaiat:
Gas Elpiji Mulai Didistribusikan, Pemerintah Aceh Ingatkan Pangkalan Tidak Permainkan Harga
Selain itu, LPG memerlukan penanganan yang lebih hati-hati karena risiko kebakaran yang lebih tinggi, yang membuat proses distribusinya menjadi lebih rumit.
Guru Besar Universitas Trisakti ini menjelaskan perbedaan mendasar dalam rantai pasok LPG dan BBM. Pertama, distribusi LPG memerlukan fasilitas penyimpanan dan pengisian khusus.
Tangki gas dan terminal dirancang untuk menangani gas bertekanan. Jika infrastruktur ini mengalami kerusakan, distribusi LPG dapat terhambat secara signifikan.
“Sebaliknya, BBM dapat disimpan dan didistribusikan melalui berbagai jenis fasilitas yang lebih umum, seperti SPBU, yang lebih mudah diakses dan jumlahnya lebih banyak,” jelas dia.
Baca Berita Lainnya:
Ulama Aceh Minta Presiden Tetapkan Darurat Bencana Nasional untuk Aceh dan Sumatera
Selain itu, faktor keamanan dan pengamanan LPG dan BBM juga berbeda. Menurutnya, meskipun BBM juga berisiko tapi penanganannya sering kali lebih terstandarisasi dan dapat dilakukan dengan lebih cepat.
LPG memiliki risiko kebakaran dan ledakan yang lebih tinggi, sehingga memerlukan prosedur penanganan yang lebih ketat. Dalam situasi darurat, hal ini dapat memperlambat proses distribusi karena perlunya evaluasi keamanan yang lebih mendalam.
Dia menjelaskan proses distribusi LPG hingga sampai ke masyarakat memang lebih panjang. LPG harus dikirim dari pabrik ke Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) menggunakan truk tangki khusus.
Kemudian, lanjut dia, melalui proses pengisian tabung dengan standar keamanan ketat sebelum didistribusikan ke agen dan pangkalan serta masyarakat sebagai pengguna.
Baca Juga:
Terjebak Bencana di Aceh Tengah, Ibu Hamil Dirujuk ke Banda Aceh via UdaraÂ
“Secara keseluruhan, proses distribusi LPG membutuhkan waktu lebih lama karena melibatkan langkah-langkah keamanan yang ketat, keterbatasan infrastruktur, dan ketergantungan pada kondisi transportasi, serta fluktuasi permintaan yang dapat mempengaruhi kecepatan distribusi,” ujar Willy.
Willy meminta masyarakat untuk memahami apabila distribusi LPG di wilayah bencana belum sepenuhnya normal. Keterbatasan layanan merupakan konsekuensi dari kerusakan infrastruktur dan prosedur keselamatan yang tidak bisa dikompromikan.
“Masyarakat perlu memahami beberapa hal penting untuk melihat persoalan distribusi LPG di wilayah mereka dengan lebih jelas. Ketergantungan pada infrastruktur yang baik, seperti jalan, terminal, dan fasilitas penyimpanan, sangat krusial.”
“Kerusakan infrastruktur akibat bencana alam dapat mengganggu pasokan LPG secara signifikan, sehingga penting bagi masyarakat untuk menyadari dampak yang mungkin terjadi,” pungkasnya. (*)
Waspada Aceh on TV



