Rabu, Maret 12, 2025
spot_img
BerandaSumutPesona Rumah Tjong A Fie di Kesawan Medan

Pesona Rumah Tjong A Fie di Kesawan Medan

Sebagai sosok yang dermawan, ia banyak menyumbangkan hartanya untuk berbagai proyek sosial, termasuk pembangunan rumah ibadah, sekolah dan rumah sakit.

Oleh: Drs. H. Aidi Kamal, MM

Beberapa minggu lalu saya beserta Tuan Yusuf Liu, Ketua Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) Negeri China, menghadiri Pameran Saudagar Melayu Internasional di Medan, Sumatera Utara.

Di sela acara pameran tersebut kami berkesempatan mengelilingi kota Medan mengunjungi situs sejarah khususnya yang berkaitan akulturasi budaya Tionghoa dengan Melayu Islam. Salah satu destinasi yang kami pilih adalah Rumah Besar Tjong A Fie yang terletak di Jalan Jenderal Ahmad Yani Nomor 105 di kawasan Kesawan Kota Medan.

Rumah Tjong A Fie adalah salah satu peninggalan sejarah yang ramai dikunjungi masyarakat. Tjong A Fie ialah seorang pengusaha sukses keturunan Tionghoa yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan ekonomi dan sosial di Medan.

Rumah ini mencerminkan kemegahan arsitektur Tionghoa dengan perpaduan gaya Eropa dan Melayu. Di dalam rumah ini terdapat banyak pernik-pernik yang menarik perhatian, bukan hanya indah secara estetika tetapi juga sarat makna historis.

Rumah dua lantai ini mulai dibangun tahun 1895 dan selesai tahun 1900. Sejak tahun 2009 rumah ini telah terbuka untuk masyarakat setempat dan wisatawan luar.

Setelah membayar tiket kami dipersilahkan masuk ke dalam rumah oleh petugas jaga dengan penuh ramah, serta memandu kami dari awal hingga selesai.

Tanpa disengaja kami bertemu dengan salah seorang cucu Tjong A Fie yang menempati salah satu sisi samping rumah, sehingga menambah pengetahuan tentang makna pernik-pernik yang ada di dalam rumah sekaligus mendapat penjelasan singkat sejarah perjalanan hidup Tjong A Fie dan hubungan dagang dengan Aceh

Darussalam Tempo Dulu

Beberapa pernik-pernik yang sangat menarik adalah:

Furnitur Antik: Hampir di setiap ruangan rumah ini dilengkapi dengan furnitur kuno yang masih terawat dengan baik, seperti meja tamu, meja makan, lemari hias, ranjang tidur dan bufet.

Semua barang ini didatangkan dari negeri Tiongkok dengan gaya ukiran yang khas dan kelihatan sederhana dengan garis-garis yang bersih dan proporsi yang harmonis. Setiap potongan furnitur memiliki nilai estetika yang memadukan fungsi dengan keindahan.

Foto Keluarga dan Lukisan: Dinding kamar dihiasi oleh foto keluarga dan lukisan yang dilengkapi keterangan foto. Foto-foto yang dipajang merupakan peristiwa antara penghujung abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Semua foto menggambarkan tentang sejarah dan kehidupan Tjong A Fie dan keluarga pada masa lalu. Foto-foto tersebut memiliki nilai komunikasi dalam penampilan subyektif sebagai medium penyampaian pesan masa lalu.

Lantai Keramik: Lantai dasar rumah dihiasi dengan keramik yang berasal dari negeri Tiongkok. Ini menunjukkan hubungan Tjong A Fie dengan budaya Tiongkok sangat erat. Lantai keramik rumah ini memiliki keindahan dan kualitas tinggi, di samping memiliki desain dengan pola tradisional serta tekstur yang halus. Selain itu memiliki daya tahan yang lama dan mudah dibersihkan.

Ukiran Kayu: Hampir seluruh ruangan rumah ini dihiasi dengan ukiran kayu yang rumit, baik ukiran yang terdapat di pintu, jendela, maupun pada langit-langit rumah yang menujukkan krearif dan keahlian pertukangan pada masa itu.

Ukiran yang terdapat di rumah ini tidak hanya berfungsi sebagai dekorasi, tetapi juga memiliki makna simbolis yang mendalam, seperti ukiran naga, burung phoenix dan bunga teratai. Ukiran kayu dipadu dengan warna-warna cerah, seperti merah, hijau dan warna emas yang semuanya memiliki makna simbolis.

Alat Musik Tradisional: Pada sebuah ruangan lantai dua terdapat beberapa alat musik tradisonal, seperti guzheng yaitu salah satu alat musik petik Tiongkok tertua dan Suona yaitu alat musik tiup yang berperan penting dalam musik tradisonal China. Ini mencerminkan kecintaan Tjong A Fie terhadap seni musik.

Benda Antik: Beberapa benda pribadi milik Tjong A Fie, seperti perhiasan, alat-alat tulis dan senjata antik turut dipamerkan sebagai bagian dari warisan sejarah yang tak ternilai. Setiap sudut rumah ini dipenuhi dengan barang-barang antik yang memiliki nilai historis dan artistik yang tinggi.

Tjong A Fie dilahirkan pada tahun 1860 di Melaka, Malaysia. Ia adalah seorang pengusaha sukses keturunan Tionghoa dan kemudian pindah ke Medan, Sumatera Utara. Ia memulai karir bisnisnya menjadi pedagang dan kemudian berkembang menjadi pengusaha perkebunan. Kemudian mendirikan perusahaan besar di bidang perdagangan, perkebunan karet dan lain-lain.

Sebagai sosok yang dermawan, ia banyak menyumbangkan hartanya untuk berbagai proyek sosial, termasuk pembangunan rumah ibadah, sekolah dan rumah sakit. Konon ia telah membangun beberapa masjid di Sumatera Utara, satu masjid di Deli Serdang dan satu lagi masjid Al Fie di kota Medan.

Sebagai pengusaha sukses ia aktif melaksanakan kontak dagang dengan pengusaha Aceh Darussalam waktu itu. Sering memanfaatkan rute pelayaran laut antara Medan dan Aceh Darussalam untuk mendistribusikan komoditas seperti kopi, tembakau dan minyak kelapa. Medan dan Aceh Darussalam memiliki hubungan perdagangan yang kuat disertai kelancaran arus barang antara kedua wilayah ini.

Di samping itu, Tjong A Fie memanfaatkan jaringan pemasaran dan distribusi untuk memastikan produksi barang dari Medan sampai ke pasar Aceh Darussalam atau sebaliknya dengan efesien.

Keterlibatan ia dalam perdagangan antara Medan dan Aceh Darussalam waktu itu menunjukkan perannya sebagai pengusaha sukses dalam memperluas pasar dan menjalin hubungan ekonomi yang saling menguntungkan di wilayah Sumatera.

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 sosok Tjong A Fie dikenal seorang pengusaha sukses dan dermawan yang menjalin hubungan erat dengan berbagai komunitas, termasuk masyarakat Melayu. Hubungan dengan masyarakat Melayu Islam sangat baik.

Ia tidak hanya terlibat dalam kegiatan bisnis, tetapi juga aktif dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat di Medan. Bahkan ia mendukung pembangunan infrastruktur untuk kepentingan masyarakat umum, tanpa memandang suku dan agama.

Salah satu kontribusi besarnya untuk ummat Islam adalah pembangunan Masjid Raya Al-Mashun di Medan, sebuah ikon arsitektur yang juga menjadi simbol kerukunan antar etnis di daerah tersebut. Sekalipun ia bukan seorang Muslim, tetapi menganut ajaran Konghucu dan memiliki pandangan inklusif terhadap berbagai agama.

Tjong A Fie meninggal pada 4 Februari 1921. Warisan yang ditinggalkannya tetap hidup melalui bermacam pembangunan yang ditinggalkannya di kota Medan. Hingga kini namanya masih dihormati sebagai salah satu pelopor penting dalam pembangunan kota dan hubungan sosial dengan masyarakat Melayu Islam.

Ketika melangkah masuk ke rumah, saya langsung terpesona oleh arsitektur yang megah, yang memadukan gaya Eropa, Tiongkok dan Melayu. Setiap sudut rumah ini bercerita tentang kehidupan dan warisan Tjong A Fie, seolah-olah saya dibawa kembali ke masa lalu.

Setiap ruangan di dalam rumah ini dipenuhi perabotan antik, foto-foto keluarga dan artefak bersejarah yang membuat saya semakin memahami betapa besar kontribusi Tjong A Fie terhadap masyarakat sekitar.

Secara keseluruhan, kunjungan ke Rumah Besar Tjong A Fie tidak hanya memperkaya pengetahuan sejarah, tetapi juga memberikan pemahaman terhadap keragaman budaya yang ada di Kota Medan. Rumah Tjong A Fie adalah bukti nyata dari bagaimana harmoni antar etnis dapat membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi semua.(*)

  • Penulis adalah Ketua Umum DMDI Provinsi Aceh.
BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER