“Alasan mengapa perkawinan anak dilarang, karena dari segi kesehatan, mental dan finansial”
Perkawinan anak merupakan perkawinan yang dilakukan oleh seorang yang belum dewasa atau di bawah usian 19 tahun. Di Aceh angka perkawinan di bawah 19 tahun terus meningkat dalam dua tahun terakhir.
Berdasarkan data dari Kementerian Agama (Kemenag) Aceh angka perkawinan anak di Aceh pada tahun 2022 sebanyak 651 orang. Sementara di tahun 2023 sebanyak 671 orang.
Plt Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak DPPPA Aceh, Tiara Sutari AR, mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan perkawinan anak itu terjadi. Seperti, pergaulan bebas, tradisi, budaya, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan hingga ekonomi.
Padahal, kata Tiara, sudah ada undang-undang yang mengatur tentang perkawinan anak di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dimana, pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan bahwa batas usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun.
Penyusunan undang-undang ini, kata Tiara, tentu melibatkan orang yang ahli di bidangnya dan pastinya ada naskah akademik, kajian kenapa harus 19 tahun. Tim penyusun ini pastinya sudah mempertimbangkan dampak buruk dari menikah muda.
“Alasan mengapa perkawinan anak dilarang, karena dari segi kesehatan, mental dan finansial,” sebut Tiara di Banda Aceh beberapa hari lalu.
Selain itu, Tiara juga membeberkan, beberapa alasan lainnya kenapa perkawinan anak dilarang. Di antaranya, perkawinan anak merupakan salah satu penyebab dari tingginya angka perceraian, membuat seseorang putus sekolah.
Selanjutnya, perkawinan anak bisa menyebabkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan perkawinan anak bisa melahirkan kemiskinan.
Selanjutnya, perkawinan anak juga menjadi penyebab tingginya kematian ibu dan yang terakhir perkawinan anak bisa melahirkan bayi yang stunting.
Meski angka perkawinan anak di Aceh tinggi, menurutnya hal ini bisa dicegah. Namun pencegahan tidak bisa dilakukan satu arah, melainkan diperlukan usaha, sinergisitas, kolaboratif serta terpadu.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) RI telah meluncurkan Strategi Nasional (Stranas) tentang pencegahan usia kawin anak.
Pemerintah Aceh, melalui DPPPA Aceh juga sedang menyusun Strategi Daerah (Strada) yang menjadi turunan dari lima Strategi Nasional (Stranas) tentang pencegahan perkawinan anak.
Di antaranya optimalisasi kapasitas anak, lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, aksesibilitas dan perluasan layanan, penguatan regulasi dan kelembagaan, serta penguatan koordinasi pemangku kepentingan.
Menurutnya, Stranas ini menjadi dokumen strategis atau acuan bagi seluruh pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun di daerah.
Selain itu, Pemerintah Aceh melalui DPPPA, juga mengadakan workshop dan penelitian di lima wilayah di Aceh, Subulussalam, Abdya, Aceh Besar, Aceh Tengah dan Aceh Utara, tentang apa yang menjadi penyebab perkawinan anak terjadi. (*)