Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan perlu dikawal secara ketat. Setiap pasal yang ditetapkan harus dipastikan sesuai dengan kepentingan masyarakat luas terutama perlindungan anak dari bahaya rokok.
Hal ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar secara virtual oleh Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) bersama jaringan organisasi pengendalian rokok di Indonesia, Jumat, (14/4/2023). Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari aktivis lembaga kesehatan maupun akademisi di Indonesia.
Pasalnya RUU Kesehatan Omnibus Law, saat ini sedang dalam proses pembahasan di DPR dan disinyalir bertujuan mengakomodir upaya transformasi kesehatan. RUU ini terdiri atas 20 bab dan 478 pasal, jika disahkan akan menggantikan UU Kesehatan Nomor 39 tahun 2009.
Bab V memuat substansi upaya kesehatan terkait bidang pencegahan dan pengendalian penyakit, dan pada bagian kedua puluh lima khusus mengenai pengamanan zat adiktif.
“Kami selalu digadang-gadangkan menjadi generasi unggulan. Dielu-elukan sebagai pewaris peradaban zaman. Untuk menjadi generasi yang diharapkan, kami butuh kesehatan juga kesempatan. Bukan dininabobokkan candu industri racun berbahaya. Diendapkan, mati tanpa suara,” tegas Alya Eka Khairunnisa, perwakilan Duta Anak Nasional KAI 2022.
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Prof Seto Mulyadi mengatakan, aturan terkait pengendalian tembakau dalam RUU Kesehatan harus menjadi perhatian banyak pihak terutama untuk menjaga anak-anak Indonesia dari bahaya rokok. Pentingnya larangan total iklan, promosi, sponsor rokok di semua media masuk dalam RUU.
Di samping itu Ketua Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, dr. Sumarjati Arjoso, memaparkan prevalensi perokok anak semakin meningkat, yakni perokok usia 10 – 18 tahun naik dari 7,2% (2013) menjadi 9,1% (2018). Angka ini menurutnya tidak sesuai dengan target RPJMN yang ditetapkan sendiri oleh Pemerintah, yang ingin menurunkan angka prevalensi perokok anak sebesar 5,4% (2015-2019).
Berbagai studi menunjukan adanya hubungan paparan iklan, sponsor dan promosi rokok pada konsumsi rokok anak dan remaja.
“Makanya Iklan, promosi, sponsor rokok harus dilarang total dalam RUU Kesehatan yang sedang dibahas ini, jika pernah tidak ingin gagal lagi dalam pencapaian target penurunan perokok anak sebesar 8,7 persen pada RPJMN 2020 – 2024,” jelasnya.
Kepala Lembaga Demografi FEB UI, Dr. Abdillah Ahsan, juga menegaskan bahwa, cara utama untuk meningkatkan kualitas kesehatan adalah dengan berhenti merokok. Prevalensi merokok di Indonesia masih sangat tinggi dibandingkan negara lain. Menurutnya Omnibus law kesehatan harus progresif dalam upaya menurunkan konsumsi rokok.
“Adanya perubahan dalam draft omnibus law kesehatan yakni pelarangan iklan rokok dihapuskan, peringatan kesehatan bergambar kembali ke bentuk tulisan dan adanya ketentuan ruang merokok di KTR adalah bencana bagi upaya peningkatan kualitas kesehatan di Indonesia,” tuturnya.
Lanjut Ifdhal Larangan iklan rokok di semua media termasuk internet, penegakan kawasan dilarang merokok, larangan penjualan dan konsumsi rokok elektronik harus secara eksplisit disebutkan dalam RUU Kesehatan ini untuk menunjukkan kehadiran negara dalam melindungi hak kesehatan anak Indonesia.
Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Dr. Mukhaer Pakkanna mengatakan RUU Kesehatan dalam format Omnibus Law ini belum mampu memeta persoalan-persoalan sensitif yang hidup di masyarakat, terutama terhadap kelompok rentan. Unsur diskriminasi dan ketidakadilan masih mewarnai banyak aspek.
“Apalagi RUU ini cukup tebal dan lebih 400 pasal. Jika tidak hati-hati memelototi setiap pasal, khawatir tidak sinkron, dan ada celah untuk dimanipulasi oleh kelompok tertentu. Karena itu, partisipasi publik harus terus dibuka lebar. Ini menyangkut masa depan anak cucu kita,” jelasnya.
Sementara itu Pengurus Komite Nasional Pengendalian Tembakau Tubagus Haryo Karbiyanto juga mengatakan Jika Indonesia ingin mewujudkan generasi emas pada Indonesia emas 2045, maka negara ini harus hadir sekarang dan kini untuk membebaskan anak-anak kita dari target industri Rokok yaitu dengan melakukan pelarangan secara komprehensif iklan, promosi dan sponsor zat aditif rokok dengan memasukkannya Indonesia Cemas,” jelasnya. (*)