Banda Aceh (Waspada Aceh) – Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDAS-HL) Krueng Aceh menyebutkan ada ratusan ribu titik deforestasi hutan di Provinsi Aceh.
“Aceh memiliki 251.000 titik lahan kritis,” kata Staf BPDAS-HL Krueng Aceh, Ridwan Iriadi, dalam forum Evening Talk dengan tema ‘Deforestasi Hutan Aceh, Kita Bisa Apa?’ di Sekretariat FJL Aceh, Senin (21/3/2022).
Diskusi dalam memperingati Hari Hutan Internasional tersebut, titik-titik kerusakan tersebar mulai dari Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, dan Blangkejeren.
Ridwan menyampaikan, untuk mengatasi dan mencegah kerusakan yang lebih parah, perlu keterlibatan semua pihak dalam upaya restorasi hutan.
“Perlunya penyadartahuan masyarakat tentang fungsi dan wilayah hutan. Kesadaran dan pengetahuan ini diharapkan dapat mengurangi perambahan dan pembalakan liar,” ujarnya.
Senada dengan itu, Deputi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, M Nasir mengatakan, ada beberapa faktor penyebab tingginya angka deforestasi di Aceh.
“Ketidakmampuan masyarakat membedakan jenis hutan adalah salah satu penyebab. Kemudian, inkonsistensi antara aturan dan praktik yang diterapkan pemerintah,” kata Nasir.
Walhi menilai permasalahan ini dapat diselesaikan dengan perbaikan tata kelola hutan dan mendorong kearifan masyarakat lokal melalui aturan adat.
Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh selaku penyelenggara acara diskusi menuntut perhatian penuh dari pemerintah terkait permasalahan deforestasi di Aceh.
“Pemerintah memiliki regulasi, anggaran, dan aparat untuk menyelamatkan hutan Aceh,” kata Koordinator Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh, Zulkarnaini Masry.
Forum Evening Talk digelar oleh Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh didukung oleh Aceh Green Conservation (AGC).
Acara tersebut juga turut dihadiri Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), World Resources Indonesia (WRI), Conservation Response Unit (CRU) Aceh, dan juga beberapa komunitas mahasiswa. (Cut Nauval Dafistri)