“Kenapa harus takut disadap KPK, yang wajib ditakuti itu sadapan Allah SWT karena 24 jam seumur hidup”
— Plt Kajati Aceh Muhibuddin, SH, MH —
BERBICARA korupsi pastinya tertuju pada perbuatan menyimpang yang bukan hanya merusak moral, amanah dan kepercayaan tapi juga merusak sendi perekonomian yang merugikan negara, daerah dan masyarakat.
Pelaksana Tugas Kepala Kejaksaan Tinggi (Plt Kajati) Aceh Muhibuddin, SH, MH, mengatakan, ada tujuh klasifikasi bentuk tindak pidana korupsi yang harus diketahui dan kerap menimbulkan kerugian besar dalam tatanan sosial dan ekonomi sebuah negara.
Sudah dipastikan penyimpangan etika seperti ini merugikan integritas lembaga publik dan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga untuk mengatasi korupsi perlu adanya tindakan hukum yang tegas dan pendidikan dini tentang etika agar tumbuh kesadaran semua orang terhadap apa saja bentuk dari korupsi itu.
Adapun ketujuh bentuk tindakan pidana korupsi tersebut adalah:
1. Kerugian Keuangan Negara
Korupsi ini mencakup penyalahgunaan wewenang atau sumber daya demi memperkaya diri sendiri atau pihak lain secara ilegal. Sebagai contoh, pegawai pemerintahan yang memanipulasi anggaran untuk keuntungan pribadi. Ini mengakibatkan defisit anggaran program dan merugikan keuangan negara.
2. Suap Menyuap
Suap merupakan praktik memberi atau menerima sesuatu untuk memengaruhi tindakan seorang pegawai negeri, hakim, advokat, atau penyelenggara negara. Suap bisa terjadi antara pegawai negeri atau dengan pihak luar.
Sebagai contoh, suap antar pegawai meliputi pemberian barang untuk memperoleh kenaikan pangkat, sementara suap dari pihak luar melibatkan perusahaan swasta yang memberikan uang kepada pegawai pemerintah agar memenangkan tender.
3. Penggelapan dalam Jabatan
Perbuatan penggelapan dalam jabatan adalah tindakan merampas uang, memalsukan dokumen, atau merusak bukti-bukti untuk menghindari pemeriksaan administratif. Sebagai contoh, seorang penegak hukum yang menghancurkan barang bukti suap seperti membakar, membuang dan sengaja menghilangkan barang-bukti untuk melindungi pelaku.
4. Pemerasan
Perbuatan pemerasan dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara negara menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Ini termasuk meminta uang, memaksa pembayaran dengan potongan, atau memaksa orang untuk tindakan tertentu demi keuntungan pribadi. Misalnya, pegawai negeri yang meminta bayaran untuk pembuatan KTP tanpa alasan yang sah.
5. Perbuatan Curang
Perbuatan curang mencakup tindakan sengaja yang membahayakan orang lain demi kepentingan pribadi.
Contohnya adalah, pemborong atau penjual bahan bangunan yang melakukan perbuatan curang saat membangun gedung pemerintahan, yang dapat membahayakan keamanan masyarakat atau harta milik pemerintah.
6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Benturan kepentingan terjadi saat seseorang yang terlibat dalam pengadaan memasukkan kepentingan pribadi atau keluarganya dalam proses. Sebagai contoh, pegawai pemerintah yang berkolusi memasukkan perusahaan milik keluarganya ke dalam tender pengadaan.
7. Gratifikasi
Perbuatan gratifikasi pemberian barang kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terkait dengan jabatan atau bertentangan dengan tugasnya. Misalnya, pengusaha yang memberikan hadiah kepada pejabat pemerintah dengan harapan memenangkan proyek.
Jika pejabat tersebut tidak melaporkan pemberian tersebut kepada lembaga anti-korupsi, hal itu dapat dianggap sebagai suap.

“Inilah bentuk korupsi yang banyak dilakukan. Tapi saya yakin dengan upaya dan komitmen kita bersama semuanya dapat memerangi korupsi. Saya yakin bila ini terwujud maka akan mendorong tumbuhnya sistem yang lebih adil dan transparan di Kota Sabang,” kata Plt Kajati Aceh Muhibuddin, SH, MH.
Plt Kajati mengungkapkan ini saat memberikan sosialisasi peningkatan pemahaman tentang risiko dan dampak korupsi bagi seluruh Kepala Satuan Perangkat Kerja Kota Sabang, di Ruang Pulau Weh, Lantai IV, Kantor Wali Kota Sabang, Senin, 17 Februari 2025.
Menurut Muhibuddin, klasifikasi tujuh tindak pidana korupsi tersebut berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
“Saya sangat mencintai Aceh. Saya kembali ke Aceh ingin mengajak semua kalangan yang ada di seluruh Aceh ini termasuk semua penegak hukum untuk membangun Aceh dengan perannya masing-masing. Mari Ta Jaga Aceh Mulia Ini,” ucapnya.
“Kami sebagai penegak hukum juga berkomitmen dengan penegakan hukum yang bermartabat berprikemanusiaan dan berprikeadialan,” tegas Muhibuddin yang juga Alumni Santri Gontor 1 Ponorogo ini, juga printis pengajar pertama awal berdirinya Pesantren Modern Darul Ulum Jambo Tape, Syah Kuala, Banda Aceh, Tahun 1990.
Muhibuddin menyebutkan, penyelidikan dan penyidikan bukan hanya tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saja. Tapi Kepolisian dan Kejaksaan juga memiliki kewenangan dan tugas yang sama untuk melakukan penyelilidikan dan penyidikan dalam penegakan hukum.
“Tapi, tidaklah perlu takut dengan aparat penegak hukum, karena aparat hukum juga manusia. Takutlah kepada yang di atas, jangan pernah takut sama manusia. Kenapa harus takut disadap KPK, yang wajib ditakuti itu sadapan Allah SWT, karena 24 jam selama hidup sampai akhir kematian, manusia itu baru selesai disadap selama perjalanan di dunia,” kata Muhibuddin.
“Inilah yang sebenarnya harus kita takuti, pertanggungjawaban di akhirat nanti lebih berat untuk kita hadapi. Semua perbuatan kita yang sudah disadap Allah pasti akan diperlihatkan semua tanpa mampu untuk kita bantah,” lanjutnya.
Kalau sadapan manusia di dunia, tambah Muhibuddin, mungkin masih bisa berdalih atau dibantah. “Pengalaman waktu saya masih bertugas di KPK, saya menyidangkan perkara korupsi mungkin ada 250 orang yang sudah saya sidangkan dan tidak pernah ada dari mereka yang bebas,” ujarnya.
Menurut Muhibuddin ada cerita yang bisa dibilang aneh dan menggelitik pengakuan dari para koruptor. “Jadi waktu itu ditampilkan fakta persidangan berupa rekaman, foto atau video dan kita tanyakan kepada terdakwa, ‘apakah ini suara Anda dan apa benar itu wajah Anda?.
“Jawabannya ternyata sunggu di luar dugaan, bisa-bisanya orang tersebut mengaku dan mengatakan ‘Saya tidak yakin pak bahwa itu saya, hanya mungkin wajahnya mirip-mirip’. Artinya, di hadapan manusia bisa saja orang itu berdalih atau membantah meskipun sudah disadap, padahal sudah jelas terbukti dialah orangnya yang ada dalam video dan rekaman”.
“Jadi itulah sebabnya di dalam Al-Qur’an dijelaskan, mereka bisa berlindung bisa sembunyi dari manusia, tapi kita tidak akan bisa sembunyi dari Allah.”
“Intinya, semua manusia tetap akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT. Ini yang harus kita takuti,” demikian pesan Plt Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Muhibuddin, SH, MH. ( * )