Jumat, April 26, 2024
Google search engine
BerandaTerkait BSI Eror, Akademisi UIN Ar-Raniry: Ketua DPRA Salah Sasaran

Terkait BSI Eror, Akademisi UIN Ar-Raniry: Ketua DPRA Salah Sasaran

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Akademisi Fakultas Ekonomi Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Dr. Hafas Furqani, memberikan tanggapan atas pernyataan Ketua DPR Aceh, Saiful Bahri alias Pon Yaya, tentang revisi Qanun LKS dengan membolehkan bank konvensional kembali beroperasi di Aceh.

Menurut Dekan FEBI UIN Ar-Raniry, pernyataan Ketua DPR Aceh itu salah sasaran dan tidak bisa memilah akar masalahnya.

Hafas menegaskan, BSI mengalami masalah teknis karena serangan siber yang diakui oleh Menteri BUMN, Erick Thohir. Terkait itu, menurutnya layanan BSI harus dievaluasi karena tidak mampu menghadapi serangan siber tersebut.

“Bukan Qanun LKS yang menjadi sasaran. BSI eror dan itu hanya terjadi pada satu bank syariah saja. Tidak bijaksana jika dikatakan sistem syariahnya yang salah,” kata Hafas Furqani.

Faktanya masih ada tujuh bank umum syariah di Aceh, yang tetap lancar operasionalnya. Sistem operasional, ATM, dan layanan e-banking bank-bank syariah itu tidak mengalami masalah di Aceh, lanjutnya.

“Jadi, mengapa harus memiliki rekening di satu bank BSI saja. Bank Aceh sendiri jaringan ATM-nya lancar di seluruh Aceh sampai ke pelosok terkecil. Mengapa fanatik minum kopi di satu warung kopi saja?” tutur Hafas Furqani kepada Waspadaaceh, Jumat (12/5/2023).

Hafas juga menyarankan agar masyarakat Aceh menggunakan jasa layanan bank syariah lainnya. Karena menurutnya, beberapa bank juga sangat efisien dengan biaya transfer online gratis dan biaya tarik di ATM manapun tidak dikenakan biaya.

“Oleh karena itu, tidak perlu hanya memiliki rekening di satu bank BSI saja. Bank Aceh sendiri memiliki jaringan ATM yang tersebar di seluruh Aceh,” katanya.

Dia juga menegaskan, jika tujuan revisi adalah hanya untuk meminta konvensional kembali ke Aceh, justru DPRA mempertaruhkan marwahnya sendiri karena tidak komitmen dengan Qanun yang telah dilahirkan sendiri.

“Hal ini menjadi preseden buruk karena qanun baru yang akan dilahirkan menjadi tidak memiliki daya tarik karena kepastian hukum tidak bisa dijaga,” jelasnya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER