Banda Aceh (Waspada Aceh) – Peluncuran bursa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) gagal akibat takut bersaing dengan Malaysia Derivatives Exchange (Mdex).
Padahal, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan sebelumnya berjanji bursa CPO itu akan segera diselesaikan dalam bulan Juni atau akhir Juli. Hal tersebut agar Indonesia tidak perlu berpatokan kepada bursa Malaysia dan Roterrdam serta Belanda.
Namun, hingga Juli tidak ada tanda-tanda peluncuran bursa CPO sebagaimana dijanjikan oleh Mendag. Malah, tayangnya bursa CPO Indonesia bulan Juli diganti dengan kolaborasi dengan Malaysia.
Gagal tayang bursa CPO Indonesia saat ini banyak muncul kekecewaan dan ada yang mengatakan langkah yang diambil sudah di luar ekspektasi petani sawit Indonesia.
Bentuk kekecewaan ini sangat viral di media sosial petani sawit Indonesia, dengan berbagai argumen dan sindiran. Kekecewaan semakin menjadi-jadi ketika Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengatakan bursa komoditas CPO Indonesia akan bekerjasama dengan Mdex.
“Kita akan mati jika mencoba bersaing dengan Mdex,” ujarnya dalam acara jalan santai yang diselenggarakan Bappebti bersama jajaran Kementerian Perdagangan, Minggu (30/7/2023), sebagaimana dimuat Kontan.co.id.
Selanjutnya, Didid mengatakan bahwa Indonesia memang produsen CPO terbesar, tapi Mdex sudah berjalan lebih dari 20 tahun dan sudah memiliki banyak pengalaman. Ia pun mengakui bahwa benchmark bursa CPO Indonesia adalah Mdex di Malaysia sehingga pihaknya memilih jalur kolaborasi.
“Ya kami petani sawit terkejut atas statement dari Kepala Bappebti, ini di luar ekspektasi kami, di luar nalar kami alasan tersebut,” ujar Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Dr Gulat ME Manurung.
Bayangkan saja pada berita-berita sebelumnya begitu berapi-apinya Mendag dan Kepala Bappebti mengatakan Indonesia tidak mau terus mengekor ke Malaysia dan Roterdam dan itu perintah presiden.
“Tiba-tiba menjelang habis masa bulan Juli, seperti janjinya langsung berubah mengatakan akan berkolaborasi dengan Malaysia karena takut bersaing,” lanjut Gulat.
Perlu dicatat bahwa Bappebti itu unsur pendukung pada kementerian perdagangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri perdagangan. Yang menjadi pertanyaan, kata Gulat, apakah statement Kepala Bappebti tersebut sudah sepengetahuan Mendag.
“Karena beberapa hari lalu pak Mendag masih yakin dengan statement-statement seperti beberapa bulan yang lalu yaitu Indonesia harus memiliki bursa sendiri dan tidak boleh lagi mengekor ke Malaysia dan Roterdam dan akhir Juli bursa CPO akan tayang,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Apkasindo Provinsi Sumatera Utara Gus Dalhari Harahap, lebih kaget lagi atas keputusan tetap “ngekornya” Indonesia ke harga CPO Malaysia.
“Wah batal lagi, kalau alasannya Kepala Bappebti adalah karena Mdex sudah lebih berpengalaman sejak 20 tahun lalu, maka sepuluh tahun lagi akan kembali keluar pernyataan Kepala Bappebti bahwa Mdex sudah 30 tahun lebih berpengalaman, gak mungkin kita melawan, dan demikian selanjutnya,” jelasnya.
Sangat disayangkan ‘nasionalisme’ Kepala Bappebti. Padahal petani sawit sudah dengan sabar menanti sampai akhir bulan Juli.
“Gak ada yang salah dengan bursa CPO Indonesia, semua harus dimulai dengan segala keunggulan Indonesia dan itu sudah cita-cita Presiden Jokowi sejak beberapa tahun lalu dan menteri harus tegak lurus mewujudkannya,” tuturnya.
Apalagi kata dia, palmCo akan segera meluncur yang praktis, CPOnya holding PTN tidak akan ditender lagi di KPBN karena semua produk CPO holding akan diolah oleh PalmCo menjadi produk turunan CPO dan harga TBS petani pun akan merujuk ke harga bursa CPO Indonesia, itulah harapan petani sawit Indonesia.
“Lah masak harga TBS kami diserahkan ke kolaborasi, kan ngekor juga namanya itu? ini sangat memalukan dan merendahkan,” tegasnya.
Gus Dalhari meyakini bahwa perencanaan bursa CPO Indonesia oleh Bappebti sudah masuk angin dan bermohon ke Mendag, terkhusus Presiden Jokowi supaya membatalkan rencana Kepala Bappebti tersebut.
“Indonesia merdeka tahun 1945, sudah 78 tahun lalu, sementara Malaysia merdeka tahun 1957, 66 tahun lalu, itu pun hadiah dari Kerajaan Inggris. Masak kita kalah,” tutup Gus. (*)