Senin, Mei 6, 2024
Google search engine
BerandaTahun 2019, Setiap Hari Hutan Aceh Hilang 41 Ha

Tahun 2019, Setiap Hari Hutan Aceh Hilang 41 Ha

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pada tahun 2019 lalu, Aceh kehilangan luas hutan mencapai 15.140 hektare. Data dari Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA) menyebutkan, angka tersebut relatif stabil dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 15.071 hektare.

Manajer GIS (Geographic Information System) HAkA, Agung Dwinurcahya, dalam konferensi persnya, Kamis (30/1/2020) menjelaskan, luasan tersebut setara 2,5 kali luas Kota Banda Aceh. “Jika kita rata-rata, setiap harinya di tahun itu, diperkirakan seluas 41 hektare hutan hilang di Aceh,” kata Agung dalam konferensi pers HAkA bersama Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) tersebut.

Adapun angka deforestasi itu diperoleh HAkA berdasarkan hasil monitoring dari citra satelit yang meliputi seluruh kawasan Aceh. Citra yang digunakan adalah Landsat, Sentinel, Planet serta bantuan peringatan dini kehilangan tutupan pohon GLAD Alerts dari Global Forest Watch (GFW).

Dari jumlah tersebut, daerah yang paling tinggi tingkat kehilangan tutupan hutannya adalah Aceh Tengah, yakni seluas 2.416 hektare. Lalu menyusul kabupaten Aceh Utara (1.815 hektare) dan Aceh Timur (1.547 hektare).

GIS Manager HAkA, Agung Dwinurcahya menjelaskan laju deforestasi di Aceh dalam beberapa tahun terakhir, Kamis (30/1/2020). (Foto/Fuadi)

Selain itu, HAkA juga memaparkan hasil analisis terhadap kondisi Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Aceh. Lembaga ini menyebutkan, laju deforestasi KEL di tahun 2019 menunjukkan penurunan dari tahun sebelumya.

“Perhitungan tim kami, angka tutupan hutan di KEL Aceh 5.395 hektare, menurun 290 hektare dari tahun 2018,” sebut Agung.

Jika diakumulasikan dalam lima tahun terakhir, melalui citra satelit, Agung mengatakan tahun 2019 menjadi tahun terendah untuk laju deforestasi KEL. “Demikian kerusakan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), juga berkurang,” tambah dia.

Laju deforestasi berakibat pada meningkatnya angka bencana alam, seperti banjir, longsor dan kekeringan. Dalam hal ini, tim HAkA memantau pemberitaan di media massa terkait sebaran bencana alam di Aceh. Mereka menyimpulkan, jumlah bencana alam tahun lalu meningkat pesat.

Di antaranya, bencana banjir dan longsor naik dari 87 kasus (2018) menjadi 121 kasus (2019). Bencana ini terjadi di 22 kabupaten, tertinggi di Woyla Timur dan Badar. Sedangkan kekeringan meningkat dari 4 kasus (2018) menjadi 16 kasus (2019). Paling banyak terjadi di Kecamatan Darul Imarah dan Lhoknga, Aceh Besar.

Dorong Upaya Perlindungan Gambut

Di sisi lain, YEL yang diwakili TM Zulfikar dalam kesempatan itu menyoroti kondisi lahan gambut di Aceh. Dia juga terus mendorong inisiatif pemerintah menyusun Rencana Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem Gambut (RPPEG). Acuan itu bakal menjadi pedoman pelestarian gambut di masa mendatang.

Dia tak memungkiri, kawasan gambut seringkali luput dari diskursus lingkungan di Aceh. Padahal, sambung Zulfikar, peran gambut penting untuk penyerapan karbon dan memiliki nilai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.

“Inisiatif pemerintah menyusun RPPEG adalah langkah awal untuk masa depan gambut yang lebih baik, dan komitmen kami mendukung Pemerintah Aceh dalam hal ini,” kata dia.

Pihaknya juga mengapresiasi upaya Pemerintah Aceh dalam melestarikan hutan dan lingkungan hidup di Aceh. Peran KEL dan gambut penting manfaatnya untuk melindungi sumber air dan berperan untuk mitigasi bencana.

“Kendati stabilnya angka deforestasi merupakan preseden baik, namun perlu kita ingat bahwa luas hutan terus berkurang, dan ini pertama kalinya luas tutupan hutan di Aceh turun jadi di bawah 3 juta hektare,” timpalnya.

HAkA berharap, semua pihak terkait meningkatkan upaya perlindungan dan pengelolaan kawasan hutan di Aceh.

“Demi menjadikan hutan sebagai sumber kehidupan masyarakat,” tandasnya. (Fuadi)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER