Banda Aceh (Waspada Aceh) – Warga Aceh Besar, Tuti Erli, mengeluh saat mengambil sertifikat tanah atas namanya di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Aceh Besar, Rabu (12/1/2021).
Pasalnya, tutur Tuti, perangkat Desa Jantang, Kecamatan Lhong, menyuruhnya untuk mengambil sendiri ke Kantor BPN Aceh Besar.
“Pelayanan yang diberikan oleh karyawan BPN sendiri tidak akurat serta informasi yang diberikan sepotong-sepotong,” jelasnya.
Tuti mengatakan, pertama dalam pengambilan sertifikat Tuti mengisi formulir yang dilengkapi dengan materai. Kemudian disuruh untuk kembali tiga hari kedepan dengan alasan mereka tidak bisa memberikan secara terburu-buru.
Sedangkan Tuti yang tinggal di Banda Aceh sudah menjelaskan kepada petugas BPN, jarak tempuh antara Kota Banda Aceh dengan Jantho memakan waktu yang lama serta dengan kondisi Tuti yang janda.
Kemudian kembali untuk kedua kalinya, karyawan BPN menyebutkan, sertifikat bisa diberikan hari itu juga, dengan catatan harus melakukan pembayaran di Bank BSI terlebih dahulu senilai Rp160.000.
Setelah Tuti melakukan pembayaran di bank, kembali Tuti ke BPN untuk mengambil sertifikat, namun sertifikat tidak juga kunjung diberikan.
“Terakhir para karyawan memberikan surat keterangan tanda terima dokumen, dengan keterangan tertulis permohonan pengukuran pertanian seluas 108 meter persegi 1 bidang,” ucap Tuti.
Dalam rentang waktu dua minggu, Tuti disuruh kembali lagi.
“Kata petugasnya, harus ukur ulang tanahnya, karena sertifikatnya belum beres. Sedangkan Tuti sudah melihat sertifikatnya diperlihatkan oleh petugasnya,” sebut Tuti.
Tuti mempertanyakan alasan BPN sendiri untuk meminta pengukuran tanah atas miliknya, seluas 308 meter.
Tuti, istri seorang wartawan yang telah meninggal dunia ini menuturkan, pada tahun 2006 sertifikat tanahnya sudah keluar. Otomatis jika sertifikat sudah mempunyai hak milik, artinya sertifikat tersebut juga sudah selesai.
“15 tahun lebih sertifikat saya sudah ada. Kenapa pas diambil banyak sekali syarat dan harus melakukan pengukuran ulang,” keluhnya.
Semestinya, kata Tuti, pihak BPN memberikan pelayanan publik yang lebih transparan.
Tuti berharap pihak BPN segera mengeluarkan kepastian hukum dan perlindungan hukum atas tanah miliknya, agar tidak menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan.
Sementara itu, Kepala BPN Aceh Besar melalui Penata Kadastral Pertama, Mahathir mengatakan, sertifikat atas nama Tuti Erli secara tidak langsung sudah diterima.
“Namun karena ada pelepasan tanah bu Tuti dengan jalan, jadi harus pelepasan hak terlebih dahulu. Kemarin kita langsung ke lapangan untuk mengukur ulang sekaligus digabungkan dengan tanah yang baru dibeli,” jelasnya.
Mahattir mengatakan, dalam jangka satu minggu, pihaknya kembali akan menghubungi Tuti untuk pengambilan sertifikat atas tanahnya. (Kia Rukiah)