Aceh Selatan (Waspada Aceh) – Ratusan warga Gampong Seuneubok Pusaka, Kecamatan Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan, menggelar aksi protes di kawasan perkebunan PT ASN pada Sabtu (26/4/2025).
Mereka menuntut pengembalian lahan seluas 165 hektare yang telah dikuasai perusahaan lebih dari 20 tahun. Aksi ini ditandai dengan penyegelan lahan dan pemanenan tandan buah segar kelapa sawit di area yang disengketakan.
Sebagai bentuk perlawanan, warga juga mendirikan “Posko Gerakan Masyarakat Seuneubok Pusaka” di atas lahan tersebut, yang menjadi pusat koordinasi perjuangan mereka.
“Posko ini juga menjadi tempat edukasi masyarakat tentang hak atas tanah dan lingkungan hidup,” kata Ketua Gerakan Untuk Tanah Rakyat (GUNTUR), Syahminan.
Setiap hari, sedikitnya 10 warga secara bergiliran menjaga posko tersebut, menunjukkan komitmen masyarakat untuk mempertahankan hak atas lahan mereka.
Sengketa bermula dari program Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) 1 pada tahun 1989-1990, ketika 1.170 hektare lahan dialokasikan untuk 300 kepala keluarga transmigran lokal atau translok. Masing-masing keluarga mendapatkan sekitar dua hektare lahan di wilayah Seuneubok Pusaka.
Namun, pada tahun 1990-an, konflik berkepanjangan antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memaksa banyak warga meninggalkan lahan tersebut.
Pada 1995, PTPN I Kebun Krueng Luas mulai membuka lahan perkebunan di kawasan itu, termasuk lahan milik warga. Belakangan, pengelolaan lahan tersebut dialihkan ke PT ASN. Warga mengklaim, lahan mereka seluas 165 hektare diambil tanpa ganti rugi.
Pemerintah daerah pernah mengakui adanya pembukaan kebun sawit oleh perusahaan di area UPT seluas 55 hektare, namun warga menolak pengakuan tersebut karena yakin luas lahan yang dikuasai mencapai 165 hektare.
“Selama 20 tahun lebih kami sudah berulang kali mengajukan protes, baik secara lisan maupun tertulis, tapi tidak pernah digubris,” ujar Keuchik (kepala desa) Seuneubok Pusaka, Hasyem.
Aksi protes yang berlangsung Sabtu lalu menghasilkan beberapa kesepakatan antara warga dan manajemen PT ASN, yakni:
• Posko warga tidak boleh dibongkar.
• Tidak ada pemanenan tandan sawit baik oleh perusahaan maupun warga.
• Diberikan tenggat waktu 100 hari untuk menyelesaikan konflik lahan.
Namun, manajer PT ASN belum menandatangani kesepakatan tersebut, dan meminta waktu hingga Minggu (27/4/2025) untuk berkoordinasi dengan direksi perusahaan.
“Bila hingga Minggu tidak ada tanda tangan kesepakatan, maka lahan sengketa kami nyatakan menjadi milik masyarakat Seuneubok Pusaka,” tegas Syahminan.
Surat kesepakatan telah ditandatangani oleh Ketua GUNTUR Syahminan, perwakilan WALHI Aceh Afifuddin Acal, Danramil Mayor Inf Endang R, Camat Trumon Timur, Husni, Kapolsek AKP Adrizal Barang, Wadanki Brimob Ipda Rahmad Fazil, serta anggota DPRK Aceh Selatan Adi Samrinda.
Warga menyatakan siap melanjutkan perjuangan mereka jika tidak ada penyelesaian yang adil dalam 100 hari ke depan. (*)