Calang (Waspada Aceh) – 20 tahun silam bertepatan pada Rabu malam (15/9/1999) pemekaran Kabupaten Aceh Jaya dikemandangkan dan digelindingkan, berawal dari di rumah H. Syamsunan Mahmud di Jalan Pattimura 100, Blower(Sukaramai), Kota Banda Aceh.
Kala itu, pertemuan pun digelar bak konferensi meja bundar, di keheningan malam tersebut. Adnan NS, jurnalis senior Harian Waspada, terpilih sebagai ketua pemekaran dan juga melahirkan susunan personalia. Keesokan harinya disusul dengan penyusunan rencana kerja di kediaman Azwar Thaib.
Gebrakan dan manuver terus menerus digerakkan para deklarator itu. Memuncaknya gejolak konflik bersenjata antara RI dan GAM pada Tahun 2000, melahirkan sebuah resiko cukup besar yang harus dihadapi oleh sang deklarator yang berjumlah 31 orang tersebut.
“Alhamdulilah, dengan segala susah payah kita bekerja selama 2 tahun 7 bulan. Kala itu konflik tengah berkecamuk di Aceh, namun kita berhasil melakukan deklarasi Kabupaten Aceh Jaya,” tutur salah seorang tokoh deklarator Aceh Jaya, H. Syamsunan Mahmud, saat dijumpai waspadaaceh.com di Calang, Sabtu (14/9/2019).
Tetapi, lanjutnya, susah bagi masyarakat bahkan panitia pemekaran, untuk mengingat hari bermakna tersebut, tanpa adanya sebuah prasasti atau monumen tentang sejarah berharga untuk Aceh Jaya ini.
“Mungkin sudah cukup namanya saja dengan Aceh Jaya. Di Aceh ini, hanya dua nama kabupaten yang hebat, Aceh Besar dan Aceh Jaya, satu besar satu jaya,” ujar Syamsunan sambil tertawa kecil.
Syamsunan juga mengatakan, terkait ditundanya peletakan batu pertama pembangunan monumen oleh pemerintah daerah, yang semula dijadwalkan pada hari Minggu (15/9 2019), membuat segenap deklarator merasa kecewa.
“Sebab, hari ini pas bertepatan 20 tahun pada masa lampau, di mana para deklarator bekerja dengan segala kemampuan menjadikan Aceh Jaya sebagai kabupaten. Itu hari yang menurut saya cukup berarti dan bersejarah,” ungkapnya.
Menurutnya, potensi di Aceh Jaya tidak kalah dengan potensi dari kabupaten induk, yaitu Aceh Barat. Tidak menutup kemungkinan jika Aceh Jaya itu nantinya akan menjadi aliran gas dari Siemeulu dan Meulaboh ke Calang.
“Kita berharap pemerintah kabupaten bisa akomodasi hari sakral itu, karena perjuangan kala itu benar-benar beresiko. Ada yang setuju, dan tidak setuju, hingga pada tanggal 10 April 2002, dari kabupaten induk Aceh Barat melahirkan ‘si kembar’ bernama Aceh Jaya dan Kabupaten Nagan Raya melalui ‘rahim’ yang sama, yaitu UU 4/2002. Hari itu pula UU tersebut sah masuk dalam lembaran negara dan saat ini sedang kita nikmati bersama,” kenang mantan Dirut Bank Aceh tersebut.
Seorang tokoh Aceh Jaya lainnya, Azwar Umri, putra Calang, mantan Plt Bupati Abdya itu menuturkan, sebuah bangsa besar harus mengingat jasa-jasa bagi pahlawan untuk bangsanya. Kegiatan itu nantinya bukan hanya sebuah seremoni saja untuk para deklarator Kabupaten Aceh Jaya dan itu harus dilakukan demi generasi kita.
“Apapun itu, untuk yang akan datang anak cucu kita harus mengetahui sejarah dalam sebuah nilai histori. Jadi adanya kegiatan itu harus kita laksanakan walaupun ditunda, dan diharapkan jangan terlalu lama lah,” tuturnya saat di hubungi waspadaaceh.com via selulernya.
Informasi yang dihimpun waspadaaceh.com dari berbagai sumber, proses pemekaran Kabupaten Aceh Jaya ketika itu tanpa alamat kendali operasional secara permanen guna mencegah class action dengan kelompok yang berbeda ideologi. Pasalnya, kelompok itu tidak berkenan kabupaten ini lahir.
Untuk menghindari sasaran peluru tajam, mereka harus melakukan rapat secara sembunyi-sembunyi. Boleh dikata, prosesnya secara bergerilya. Dari tempat penyelengara yang satu, hingga berpindah-pindah ke sudut Kota Banda Aceh lainnya.
“Langkah ini dilakukan bukan tanpa alasan. Konon ceritanya, sejak awal Ketua Panitia Adnan NS, sudah menerima surat ancaman dalam bahasa Aceh dari komandan lapangan GAM Meureuhom Daya. Tetapi bukan hanya itu saja, rumah kediaman Adnan, di Desa Lamlagang, Banda Aceh, diteror dengan cara didatangi berkali-kali oleh kelompok yang menamakan diri GAM.”
Panitia diultimatum harus dibubarkan, bila nyawa ingin selamat. Ancaman datang dari pihak-pihak yang tidak setuju. Selain itu, masa genting terjadi di penghujung tahun 2001. Surat dukungan pemekaran dari Kecamatan Krueng Sabee dan Jaya, sudah dirampas. Aceh Jaya nyaris tak lahir. Begitu kisah sekelumit perjuangan pemekaran Aceh Jaya. (Zammil).