Sabtu, Juni 14, 2025
spot_img
BerandaAcehRedam Polemik 4 Pulau Sengketa, Gubernur Sumut Temui Muzakir Manaf di Banda...

Redam Polemik 4 Pulau Sengketa, Gubernur Sumut Temui Muzakir Manaf di Banda Aceh

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution bertemu Gubernur Aceh Muzakir Manaf di Banda Aceh, Rabu (4/6/2025), dalam upaya meredam ketegangan terkait penetapan empat pulau sengketa yang kini diklaim sebagai bagian dari Provinsi Sumut berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.

Empat pulau tersebut Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang berada di wilayah perairan perbatasan antara Kabupaten Tapanuli Tengah (Sumut) dan Kabupaten Aceh Singkil (Aceh). Penetapan itu memicu unjuk rasa dan kritik dari berbagai kalangan di Aceh.

Dalam pertemuan singkat namun strategis di kediaman Gubernur Aceh, kedua kepala daerah menyepakati pentingnya menempuh jalan damai dan dialog demi menghindari konflik terbuka antarwarga serta menjaga harmonisasi hubungan antarprovinsi.

“Aceh dan Sumatera Utara ini bagian yang tidak terpisahkan. Maka, dalam polemik seperti ini, kami hadir untuk meredam ketegangan dan mencari titik temu secara arif,” ujar Bobby Nasution.

Bobby menegaskan, penetapan empat pulau itu bukan hasil intervensi politik, melainkan keputusan administratif berdasarkan analisis koordinat oleh pemerintah pusat. Meski demikian, ia menyambut baik rencana kerja sama pengelolaan sumber daya alam secara adil termasuk potensi migas antara kedua provinsi.

“Yang penting bukan soal ‘punya siapa’, tapi bagaimana kita berbagi manfaat secara adil,” tambah Bobby.

Gubernur Aceh Muzakir Manaf disebut menyambut baik itikad Bobby dan berencana melakukan kunjungan balasan ke Medan guna melanjutkan dialog. Bobby memuji sikap bijak Muzakir yang dinilai sebagai sosok pemersatu Aceh.

Sebelumnya Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Aceh, Syakir, mengungkapkan, Pemerintah Aceh masih mengacu pada Surat Kesepakatan Bersama (SKB) tahun 1992 antara Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumut Raja Inal Siregar, yang menetapkan keempat pulau itu sebagai bagian dari Aceh. Kesepakatan itu juga disaksikan oleh Mendagri saat itu.

Syakir menegaskan, pencatatan koordinat yang salah menjadi penyebab utama kekeliruan penetapan wilayah administratif, dan pihaknya telah beberapa kali menyurati Kemendagri sejak 2018 untuk meminta klarifikasi hingga tahun 2022.

“Kesepakatan para pihak adalah undang-undang bagi para pihak. Selama belum diubah, maka itu tetap mengikat,” ujar Syakir.

Penetapan tersebut memicu gelombang protes di Aceh. Sehari sebelum pertemuan gubernur, ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Masyarakat Aceh Menggugat Mendagri (AGAMM) menggelar aksi di Pulau Panjang.

Sementara itu, Anggota Komite I DPD RI asal Aceh, H. Sudirman atau Haji Uma, menyebut keputusan itu mengabaikan keberatan Aceh yang telah disuarakan sejak 2017.

“Sejak 1965, keempat pulau itu dihuni masyarakat Aceh. Secara historis dan faktual, itu wilayah Aceh. Kok bisa tiba-tiba diambil alih begitu saja?” kata Haji Uma.
Ia mengingatkan pemerintah pusat agar bijak dan tidak mengambil keputusan sepihak yang dapat memicu konflik berkepanjangan.

Kementerian Dalam Negeri, melalui Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Safrizal ZA, menyatakan keputusan itu diambil setelah serangkaian kajian spasial yang melibatkan BRIN, BIG, Pushidrosal, dan KKP. Rapat terakhir pada 2021 kembali menegaskan empat pulau itu secara administratif masuk ke wilayah Sumut, dan tidak mengacu pada peta topografi tahun 1978 maupun RZWP3K. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER