“Kerajaan Beutong itu terletak di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, yaitu sebagai pusat kerajaan dan Kecamatan Beutong Bawah di Kabupaten Nagan Raya”
— Teuku Raja Keumangan —
Paduka Yang Mulia Ampon Daulat Tuanku Raja Beutong ke IX, Teuku Raja Keumangan (TRK), menganugerahkan tanda gelar kehormatan ‘Ampon Chiek,’ kepada Ketua DPD-RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti atas darmabaktinya terhadap bangsa dan NKRI.
Penganugerahan tanda gelar kehormatan Ampon Chiek kepada Ketua DPD-RI tersebut, ketika Ketua DPD RI itu melakukan kunjungan kerja serta silaturahmi dengan Raja Beutong ke IX dan keluarga besarnya, berlansung Kamis (24/3/2022) di kediaman TRK di Gampong Latong Kecamatan Seunagan.
Saat tiba di kediaman Raja Beutong ke IX, Ketua DPD-RI diusung dengan tandu oleh keluarga besar kerajaan Beutong, untuk memuliakan kedatangan tamu negara tersebut. Dalam kunjungan kerja itu, Ketua DPD-RI didampingi oleh para senator Aceh antara lain, Fachrul Razi, Fadhil Rahmi serta mantan Gubernur Aceh, H.Abdullah Puteh.
Raja Beutong ke IX Teuku Raja Keumangan mengatakan, kerajaan Beutong itu terletak di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, yaitu sebagai pusat kerajaan dan Kecamatan Beutong Bawah di Kabupaten Nagan Raya. Menurut catatan sejarah, wilayah Pameu Kabupaten Aceh Tengah juga merupakan bagian dari teritorial Kerajaan Beutong.
Sejarah Kerajaan Beutong
Selain itu, sebut TRK, Raja pertama dan pendiri kerajaan Beutong adalah Teuku Peusunu atau Teuku Beutong Banggalang. Menurut riwayat, beliau berasal dari kerajaan Pedir atau Pidie, pada masa akhir kesultanan Aceh Darussalan diperintah oleh Sultan Alaidin Johan Syah pada tahun 1735-1760 Masehi.
Selanjutnya TRK menyebutkan, adapun peninggalan kerajaan Beutong seperti baju adat kebesaran raja, kulah kama (mahkota), stempel, pedang, siwah, rencong, alat kesenian serta lainnya. Sebagian kecil masih ada disimpan oleh anak cucu dari keturunan Raja Beutong. Namun alat perlengkapan itu banyak yang telah hilang dalam berbagai peristiwa yang terjadi di Aceh, seperti revolusi sosial pada tahun 1946, kata Raja Beutong ke IX itu.
Mengutip dari sultansinindonesieblog.wordpress.com, dahulu negeri tersebut konon pernah diperintah oleh seorang raja non Muslim yang berasal dari Sumatra Utara (Suku Rawa/Batak 27). Dengan memohon petunjuk serta perlindungan dari Allah SWT, Teuku Raja Beutong Benggalang dengan menggunakan taktik dan strategi yang tanpa melalui peperangan, berhasil membuat Raja dan para petinggi kerajaan pergi meninggalkan negeri itu.
Seterusnya Teuku Raja Beutong Benggalang mulai memimpin negeri tersebut dengan penuh bijaksana dan adil. Dalam waktu yang singkat Allah SWT melimpahkan karunia-Nya berupa tanah yang subur dengan hasil pertanian yang berlimpah, sehingga anak negeri bisa hidup makmur dan sejahtera.
Kemudian beliau memberi nama baru untuk negeri itu yaitu Beutong, yang beliau ambil dari nama salah satu negeri di kerajaan Pedir (Kabupaten Pidie). Setelah berakhirnya Perang Aceh, tahun 1914, Beutong masuk Onderafdeling Meulaboh, sebagai “swapraja”.
Pada zaman pendudukan Jepang (1942-1945M), Teuku Raja Beutong Banta Tjut masih diakui sebagai pemimpin Kerajaan Beutong dengan sebutan Beutong Son atau Sonco Beutong. Pada masa periode ini ada raja yang tidak lagi diakui bahkan dibunuh oleh tentara pendudukan Jepang seperti Teuku Chik Ali Akbar (Raja Meulaboh) dan Teuku Ben (Raja Seunagan).
Menurut TRK, kekayaan budaya dan kerajaan masa lalu di Aceh, harus dikembangkan dan dipromosikan sebagai upaya meningkatkan kunjungan wisatawan ke “Tanah Rencong,” khususnya bagi mereka yang menyukai peninggalan sejarah. Untuk itu dia berharap, acara-cara budaya yang menggali potensi kerajaan di Aceh dapat masuk dalam agenda pariwisata nasional.
Pelestarian Budaya Peninggalan Kerajaan
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mendorong agar pasal khusus tentang pelestarian budaya dan peninggalan kerajaan-kerajaan di Aceh dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Hal itu, kata dia, sebagai bentuk dukungan DPD RI terhadap perlindungan dan pelestarian peninggalan Kerajaan dan Kesultanan Nusantara, termasuk yang ada di Provinsi Aceh.
“DPD RI melalui Komite I, yang kebetulan ketuanya adalah Senator asal Aceh, Fachrul Razi, sedang merancang Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Saya berharap pasal tentang hal itu bisa masuk,” kata LaNyalla.
LaNyalla meminta stakeholder di Pemerintahan Aceh, baik di provinsi maupun di kabupaten/kota, untuk mengalokasikan sebagian Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) bagi kepentingan pelestarian budaya melalui keberadaan Kerajaan dan Kesultanan Nusantara khususnya yang berada di Aceh.
Dana Otsus
Raja Beutong ke IX yang juga anggota DPR Aceh, Teuku Raja Keumangan (TRK) mengatakan, dia telah mengirimkan surat kepada Pemerintah Pusat agar dana Otsus Aceh pada tahun ke-15 atau pada tahun 2023 mendatang, tidak dikurangi dari plafon DAU Nasional. Jika memungkinkan ditambah dan dilanjutkan hingga batas waktu yang tidak ditentukan atau selama lamanya.
Sementara itu Ketua DPD-RIm AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyampaikan terima kasih banyak kepada Raja Beutong ke IX Kabupaten Nagan Raya, yang telah menganugerahkan tanda gelar kehormatan Ampon Chiek.
Semoga akan menjadi bagian dari keluarga besar Kabupaten Nagan Raya, ujarnya. Dengan anugerah tersebut, Ketua DPD-RI merasa bangga dan terharu sehingga silaturahmi dapat terjalin dengan baik untuk selamanya
Sebagai Ketua DPD-RI, dia terus mengatakan kepada semua stakeholder bangsa bahwa sumbangsih besar kerajaan nusantara terhadap lahirnya bangsa dan negara Indonesia, merupakan dukungan moril dan materil yang kongkrit dari para Raja dan Sultan di Nusantara dalam proses Kemerdekaan RI.
Dukungan moril telah diberikan dengan sikap legewo yang luar biasa dari para Raja dan Sultan dengan mengakui kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat atas wilayahnya, kata Ampon Chiek tersebut. (zul nagan)