Jumat, April 19, 2024
Google search engine
BerandaOpiniPengendalian Harga Pangan terkait Pandemi Corona

Pengendalian Harga Pangan terkait Pandemi Corona

“Apa yang terjadi saat ini tentu saja berbeda, kenaikan harga yang disebabkan oleh COVID-19 semakin kentara. Daya rusaknya lebih berat dari hari-hari biasa

******

Oleh: Dahrum, M. Pd

Harga-harga komoditas bahan pangan saat ini masih belum stabil, bahkan cenderung mengalami peningkatan. Masih memerlukan intervensi dari pemerintah agar pasokan komoditi bahan pangan tetap tersedia, di samping tetap menjaga kemampuan daya beli masyarakat melalui berbagai program padat karya.

Menurut Ekonom Senior INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), Bustanul Arifin, memprediksi di bulan April 2020 harga bahan pangan pokok diperkirakan akan naik. Bahan pokok itu antara lain gula putih, bawang merah, cabai rawit, telur ayam ras, daging sapi, dan sebagainya, pada menjelang bulan Ramadhan. (Kontan.co.id, 8/4).

Menjelang datangnya bulan Ramadhan, intervensi harga dilakukan melalui operasi pasar. Pemerintah melalui Disperindagkop dan UKM menjual bahan pokok pangan dengan harga rendah dibanding harga pasar. Tujuan operasi pasar dalam rangka mencegah kenaikan harga, agar harga bahan pangan tidak sampai melambung tak terkendli. Harapannya harga komoditi tetap stabil, murah dan terjangkau. Operasi pasar bisanya dilakukan sepuluh hari sebelum puasa dan sepuluh hari sebelum lebaran.

Pengaruh operasi pasar pasti ada, meski tidak signifikan. Sebab jumlah bahan pokok pangan dan durasi waktu penjualan terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang terus-menerus dan cenderung meningkat. Peningkatan permintaan sudah jamak diketahui saat memasuki hari megang. Merupakan tradisi yang berlaku di masyarakat aceh.

Tapi apa yang terjadi saat ini tentu saja berbeda, kenaikan harga yang disebabkan oleh COVID-19 semakin kentara. Daya rusaknya lebih berat dari hari-hari biasa. Sehingga perlu penanganan serius agar kondisi tidak semakin parah. Penanganan kenaikan harga bahan pangan setidaknya dapat dilakukan dengan peningkatkan produksi, komunikasi yang efektif dan melakukan kerjasama dengan daerah lain.

Peningkatan Produksi

Peran pemerintah adalah menjaga komponen yang potensial bergejolak (Volatile Food) dalam kisaran 3-5 persen, begitu arahan dari Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia. Volatile Food diperlukan untuk menjaga stabiiitas harga komoditas, sehinga kenaikan harga masih dalam taraf yang wajar. Gejolak harga pangan yang tiba-tiba, bisa saja menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan masyarakat.

Masyarakat dengan taraf hidup yang berada di bawah garis kemiskinan menjadi pihak yang paling getir merasakan dampak dari gejolak harga. Daya beli mereka terbatas di tengah pendapatan keluarga yang cenderung seret akibat pandemi Corona. Umumnya masyarakat kalangan menengah kebawah menghabiskan hingga 70 persen pendapatan mereka untuk pembelian makanan. Bisa dibayangkan bila terjadi kenaikan harga di tengah ketidakpastian pendapatan, biaya yang dikeluarkan untuk pemenuhan kebutuhan pokok semakin meningkat.

Gejolak harga pangan dapat dikendalikan melalui peningkatan produksi agar pasokan kebutuhan pangan tetap terjaga. Peningkatan produksi sektor pertanian menjadi pilihan menarik saat ini, di samping dapat mengendalikan harga juga meningkatnya pendapatan masyarakat. Kemampuan daya beli tetap terjaga. Fokus peningkatan produksi sektor pertanian juga ramah terhadap penerapan social distancing, jaga jarak yang dianjurkan oleh pemerintah. Aktivitas masyarakat lebih banyak di ladang, di sawah dan kebun-kebun yang cenderung sepi (tidak banyak orang).

Beberapa komoditas masih bisa diproduksi dalam jumlah banyak dan massif, bahkan dengan kondisi lahan yang terbatas. Produksi bawang merah, cabai merah, jeruk nipis dan termasuk penggemukan sapi dan lainnya masih bisa dilakukan. Mendorong percepatan peningkatan produksi komoditas-komoditas pangan strategis melalui perluasan kelompok tani yang dibina secara baik menjadi solusi yang tepat.

Selain penguatan dan pengawasan, pendampingan pasca panen juga harus dilakukan terhadap para petani, sehingga semangat kerja untuk berproduksi tidak terganggu. Seringkali hal miris menimpa petani saat musim panen tiba, harga komoditas pangan anjlok. Jangankan memperoleh keuntungan usaha, untuk biaya operasional saja terkadang tidak tertutupi.

Fokus produksi pada komoditi bahan pangan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah masing-masing. Penentuannya sangat tergantung pada instansi terkait, sehingga intervensi anggararan daerah bisa dirahkan dengan baik pada sektor tersebut. Kendala yang mungkin saja muncul adalah berkenaan dengan peningkatan skill usaha bagi para petani, terkait dengan kualitas produksi dan pengolahan. Sedangkan produk lain yang tidak bisa diproduksi bisa dilakukan komunikasi yang cepat dan efektif.

Komunikasi yang Efektif

Upaya peningkatan skill usaha masyarakat dapat saja berkomunikasi dengan instansi lain untuk membantu pelatihan keterampilan bagi petani. Termasuk mendorong UMKM yang fokus melakukan hilirisasi komoditas yang potensial terjadi kenaikan harga. Pengolahan hasil produksi agar lebih tahan lama dan juga memiliki sebagai ciri khas produk unggulan daerah.

Kenaikan harga bahan pangan terhadap komoditi yang tidak mungkin diproduksi, maka perlu adanya komunikasi yang efektif dan cepat dengan pengambil kebijakan yang lebih tinggi. Pemerintah daerah melalui dinas pelaksana dapat lebih cepat dan sigap mengambil tindakan. Koordinasi dan komunikasi yang baik harus selalu ditingkatkan.

Berkenaan dengan kenaikan harga gula pasir yang kebutuhannya masih dipenuhi melalui impor, maka tidak ada pilihan selain menjaga distribusi dan komunikasi yang tepat dengan berbagai pihak. Begitu juga dengan bawang putih, kendala sumber pasokannya harus dicari untuk mencegah terjadinya kenaikan harga.

Secara hitungan agregat, pasokan bahan pangan diperkirakan mampu memenuhi kebutuhan, tetapi harganya juga masih tinggi. Kondisi ini tentu saja ada persoalan distribusi yang harus segara dituntaskan. Bahkan terkadang timbul dugaan adanya penimbunan bahan pangan oleh oknum tertentu untuk mencari keuntungan maksimal. Keadaan ini tentu saja tidak bisa dibiarkan, sebab kebutuhan pangan masyarakat bisa semakin meningkat harganya.

Peran satgas pangan sangat penting untuk melakukan tindakan preventif terhadap kemungkinan penyelewenangan bahan pangan. Mengontrol dan mengecek harga bahan baku pangan terutama beras untuk menemukan persoalan kenaikan harga, apakah dari pasokanya ataupun ada oknum tertentu yang memainkan harga di pasar.

Kerjasama Daerah

Dalam upaya menuhi kebutuhan pangan terkadang stakeholder harus melakukan kerjasama dengan daerah lain. Saling memenuhi pasokan bahan pangan termasuk membantu kelancaran distribusi lintas daerah.

Bahan pangan tertentu perlu dilakukan komunikasi yang efektif berkenaan dengan harga-harga. Seringkali harga bahan pangan antar daerah yang berdekatan justru harganya sangat timpang. Begitulah yang menimpa petani tomat di Kabupaten Bener Meriah. Harga jual tomat perkilonya memiliki selisih yang besar dengan harga jual di Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe, mencapai Rp5.000 per kilogram.
Petani tomat di Kabupaten Bener Meriah merugi akibat harga jual tomat yang anjlok dalam sepekan terakhir. Petani menjual ke pedagang pengumpul sebesar Rp1.000 per kilogram. Namun tidak semua stok petani bisa ditampung. Akibatnya petani harus membuang sebagian tomat karena membusuk sebelum sempat terjual (Serambinews.com, 2/4).

Kerjasama antar daerah perlu mempertemukan petani dan pedagang dalam satu aplikasi khusus online memuat tentang harga pembelian komoditas pangan, lengkap dengan kontak seluler. Kegunaannya adalah untuk mengurangi peran agen pengumpul untuk tidak melakukan permainan harga. Petani bisa langsung melakukan transaksi dengan pedagang di daerah lain. Tentu harus difasilitasi oleh instansi yang menangani perdagangan.

Lebih jauh, kerjasama daerah bisa juga dilakukan dengan floating satu kawasan yang melibatkan beberapa kabupaten/kota. Saling bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan daerah. Kerjasama dilakukan dengan menyepakati pengembangan hilirisasi produk. Daerah yang memiliki lahan yang subur memproduksi bahan pangan palawija (Bener Meriah dan Aceh Tengah).

Sedangkan kawasan Aceh Utara dan Lhokseumawe sebagai kawasan industri, letak yang strategis untuk kegiatan pemasaran, mengolah produk pangan dalam bentuk kemasan dengan nilai jual lebih baik. Kondisi ini tentu saja akan mempertahankan nilai jual komoditas pangan dan semangat sukacita petani pangan dalam bekerja tetap terjaga. Semoga.

  • Penulis adalah PNS pada Bagian Perekonomian Setdako Lhokseumawe
BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER