Sabtu, Juli 27, 2024
Google search engine
BerandaAcehPemkab Pidie Diminta Rawat Makam Potjut Meurah Intan

Pemkab Pidie Diminta Rawat Makam Potjut Meurah Intan

Sigli (Waspada Aceh) – Wartawan senior yang juga peminat sejarah Aceh, H.Adnan NS, Senin (1/7/2019), meminta Pemkab Pidie, khususnya Pemerintah Aceh, merawat makam Potjut Meurah Intan.

Dia juga mengatakan siap membantu pemerintah daerah setempat jika diperlukan dalam mencari jejak tiga makam putra dan dua makam pengawal setia Potjut Meurah Intan, yang disebut-sebut berada di Pulau Jawa dan Sulawesi.

Makam pahlawan wanita asal Tanah Rencong yang terletak di komplek makam keluarga R. Ng. Donopuro, Tegal Sari, Desa Temurejo, Kebupaten Blora, Jawa Tengah itu, saat ini dalam kondisi sangat memprihatinkan. Lahan perkuburan itu, kini dalam sengketa.

Kondisi makam pahlawan wanita asal Aceh kelahiran Gampong Biheu, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie, pada tahun 1873, saat ini terlihat gersang akibat kurang terawat.

Menurut Adnan NS, yang mengaku sudah beberapa kali melakukan ziarah ke sana, makam Pocut Meurah Intan nisannya berwarna hitam.

Jika dibanding dengan kondisi makam para Pahlawan Nasional pada umumnya, kondisi makam Potjut Mirah Intan, kata H Adnan NS jauh dari kata layak.

“Semak belukar berserakan menutupi sebagian ruang nisan. Untuk membaca tulisan yang tertera pada nisan harus dibersihkan dahulu. Kalau tidak dibersihkan tidak terbaca tulisan yang beraksara Arab pada pinggir kiri kanan makam itu,” imbuh Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh priode 2000-2005.

Berdasarkan penelusurannya, Adnan mengisahkan Potjut Meurah Intan adalah putri keturunan dari kalangan Kesultanan Aceh. Ayahnya seorang Kejruen (Kepala Negeri-red) Biheue bernama Teuku Meurah Intan. Potjut Meurah Intan bersuamikan, Tuanku Abdul Madjid bin Tuanku Abbas bin Sultan Alaidin Jauhar Syah Alam.

Dari perkawinan dengan Tuanku Abdul Madjid, Pocut Meurah Intan memiliki tiga orang putra bernama Tuanku Muhammad atau biasa dikenal Tuanku Muhammad Batee, Tuanku Budiman, dan Tuanku Nurdin.

“Semua anaknya itu berjuang bersama beliau termasuk juga suaminya. Perang Aceh adalah peperangan yang terjadi antara Kesultanan Aceh dengan Pemerintah Belanda yang dimulai pada tahun 1873 ditandai dengan datangnya Kapal Belanda di Pantai Kutaraja,” kata Adnan.

Singkat ceritra, kata Adnan, sebelum Potjut Meurah Intan ditangkap dan diasingkan Belanda ke Pulau Jawa, pada tahun 1907, dia sempat meceraikan suaminya. Pahlawan Aceh ini wafat 19 September 1937. (b10)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER