Selasa, April 30, 2024
Google search engine
BerandaAcehPembahasan RPJP TNGL di Agara Berlangsung Panas

Pembahasan RPJP TNGL di Agara Berlangsung Panas

Kutacane (Waspada Aceh) – Pembahasan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) 2020-2029 di Kabupaten Aceh Tenggara, yang dilaksanakan Rabu (19/2/2020) di Oproom Bappeda, berlangsung panas menyusul adanya aksi saling interupsi dari peserta.

Selain silang pendapat kepemilikan lahan hutan Area Penggunaan Lain di Kecamatan Leuser dan di kawasan Jambur Latong Kecamatan Deleng Pokhkisen, rapat yang diinisiasi pihak BTNGL, USAID Lestari dan dihadiri Kadis Parpora, Julkifli, Kepala Bappeda Agara, Yusizal, Kadis Pertanian, Asbi Selian dan Pj.Kepala Dinas Pertanahan, M.Ridwan dan organisasi kemasyarakatan, juga terjadi perbedaan pendapat yang tajam terkait pengelolaan lahan dan status alih fungsi yang diabaikan.

Yashut, salah salah seorang peserta rapat pembahasan mengatakan, berubahnya status hutan lindung menjadi Area Penggunaan Lain (APL), bukan secara otomatis membuat tanah yang dikelola masyarakat dan berbagai pihak menjadi tanah hak milik.

Bahkan, kata Yashut, jika pengelolaan tanah di APL yang melebihi luas 2 hektare, seharusnya menjadi Hak Guna Usaha (HGU) dan bukan hak milik. Karena itu pengelolaan tanah tersebut juga jangan sekali-kali mengubah atau membuat alih fungsi lahan yang telah dikelola masyarakt maupun lembaga yanga ada.

“Yang saya lihat, ada yang membakar, ada yang merubah hutan yang telah dimasukkan dalam Area Penggunaan Lain, malah menanami lahan dengan tanaman jagung maupun tanaman lainnya yang sama sekali tak ada kaitannya dengan pelestarian atau untuk menjaga keseimbangan alam,” ujar Yashut.

Selain menyinggung perubahan status hutan lindung di Kecamatan Leuser, Yashut juga menyinggung hutan kemasyarakatan di kawasan Jambur Latong, yang disebut-sebut pengelolaannya diberikan pada orang yang tak berhak dan bukan petani yang selama ini berkebun di kawasan hutan di atas lembah Alas tersebut.

Senada dengan Yashut, Muslim Sekedang, salah seorang aktivis lingkungan hidup mengatakan, selain penghijauan atau reboisasi dan pengelolaan lahan hutan kemasyarakatan secara adil dan merata, pihak terkait sebagai penguasa pengelolan hutan hendaknya juga memikirikan pencegahan upaya perambahan dan penebangan hutan dalam kawasan TNGL.

“Libatkan masyarakat dalam mengelola dan melestarikan hutan. Pikirkan kesejahteraan mereka, rubah image jika TNGL merupakan hutan yang haram, namun ganti dan jadikan hutan TNGL menjadi hutan anugerah yang bermanfaat langsung bagi warga di pinggiran hutan TNGL,” ujar Ketua Forum FKPGL Agara tersebut.

Selain itu, tindakan tegas terhadap oknum perambah hutan TNGL juga hendaknya ditegakkan. Jangan seperti selama ini, besok ditangkap, lusa dilepas, besok tertangkap lagi, lusanya dilepas lagi. Jika masyarakat dilibatkan langsung dalam mengelola, menjaga dan melestarikan hutan, perambahan bisa diminimalisir sampai titik terendah, lanjut Muslim.

Kepala Balai Besar TNGL, Jefry Susyafrianto menambahkan, masukan berupa saran dan pendapat dari peserta, mulai dari pegiat atau aktivis, Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga, Dinas Pertanian, Bappeda dan Dinas Pertanahan, akan dirangkum dan dimasukkan dalam Rencana Kerja Pengelolaan Jangka Panjang Kawasan TNGL Periode 2020-2029 yang akan datang, termasuk penetapan tapal batas kawasan pemukiman dengan hutan TNGL di Aceh Tenggara.(Ali Amran)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER