Banda Aceh (Waspada Aceh) – Memperingati 44 tahun milad Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Ketua Tuha Peut Dewan Perwakilan Aceh (DPA) Partai Aceh (PA) Tgk. Malik Mahmud Al Haytar menyatakan, Aceh harus terus berjuang untuk hak dan kewenangan yang telah disepakati dalam perjanjian MoU Helsinki.
Tgk. Malik Mahmud, sebagaimana dalam siaran persnya yang diterima Waspadaaceh.com, Sabtu (5/12/2020), mengatakan, di tengah segala tantangan dan hambatan yang ada saat ini, Aceh harus terus berjuang.
Wali Nanggroe Aceh ini mengatakan, perjuangan rakyat Aceh telah dimulai sejak 4 Desember 1976 sampai 15 Agustus 2005, ketika berakhirnya Konflik bersenjata GAM dengan RI, sampai dengan ditandatanganinya MoU Helsinki di Finlandia. Penandatanganan MoU dengan dukungan Uni Eropa dan masyarakat dunia, merupakan periode baru dan sangat penting dalam sejarah perjuangan Bangsa Aceh. Sejak itu perjuangan Aceh telah memasuki babak baru dalam perjuangan politik, kata dia.
“Tahun 2020 ini sudah 15 tahun usia dalam perjuangan politik bagi Aceh. Sebuah perjuangan dengan metode baru yang tidak mudah dan penuh tantangan serta hambatan. Baik secara internal organisasi GAM dan mantan kombatan GAM, maupun tantangan lingkungan sosial kemasyarakatan, serta intervensi dari pihak luar yang agresif,” kata Tgk. Malik.
Tgk. Malik menambahkan, faktor-faktor uang dan kekuasaan serta ruang komunikasi menjadi sangat terbuka lebar, dan hampir tidak terduga. Banyaknya dinamika ini, baik karena niat awal dalam perjuangan yang tidak selalu dijaga secara istiqamah, maupun godaan akan uang dan kekuasaan serta kepetingan sempit yang mengorbankan kepentingan lebih besar dan luas.
“Hal ini bisa timbul dari anak negeri sendiri yang tidak memahami Aceh interest, maupun interaksi dari pihak luar atau pihak asing.”
Di sisi lain, tambah Tgk. Malik, dalam tubuh pemerintah pusat sendiri terlalu banyak hambatan dan alasan yang diciptakan untuk tidak memenuhi, dan atau memanipulasi komitmen perjanjian MoU Helsinki.
“Kita akan terus berjuang dengan segenap kemampuan yang ada, dalam koridor yang paling dimungkinkan dalam konstelasi konstitusi atau regulasi yang ada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tambah Tgk. Malik menjelaskan.
Perjuangan itu, kata dia, baik atas dasar komitmen perjanjian MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintah Aceh, maupun konvenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik. Serta konvenan internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang merupakan bahagian dari universal Declarations Of Human Rights Perserikatan Bangsa- Bangsa, dan maupun melalui mekanisme hukum dan atau hak demokrasi lainnya yang tersedia, tambahnya.
“Pada Milad GAM yang 44 ini, mari kita sampaikan doa zikir tahlil dan tahmid untuk para syuhada Aceh yang telah tiada, untuk para pejuang Aceh maupun rakyat sipil Bangsa Aceh. Saya ucapkan selamat Milad GAM ke 44, Insyaallah akan meuhase perjuangan geutanjoe. Aaminn yaarabbal ’alamin”. (b01)