Banda Aceh (Waspada Aceh) – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menggelar webiner dalam menyikapi rencana Perubahan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Rabu (10/3/2021).
Webiner tersebut diisi oleh lima pemateri dari pakar dan dimoderatori Wina Armada Sukardi, dibuka oleh Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari, diikuti kalangan wartawan, akamedisi dan peserta lainnya.
Deputi VII Badan Intelijen Negara, Wawan Hari Purwanto, dalam webinar mengatakan, revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, perlu sejumlah pertimbangan karena pesatnya penggunaan internet. Sementara pemanfaatan ruang digital oleh warga belum optimal untuk hal yang positif.
“Iklim di dunia cyber memerlukan etika berkomunikasi agar kebebasan pribadi tidak melanggar kebebasan orang lain,” katanya.
Wawan menyampaikan pihaknya aktif melaksanakan patroli siber 24 jam, guna menangkal konten-konten negatif yang merugikan kepentingan publik dan menciptakan instabilitas sosial politik di Indonesia.
“Kami dalam patroli menyampaikan peringatan-peringatan kepada para pengguna. Bagi mereka yang kebetulan kebablasan, kami terus ingatkan,” ujarnya.
Pemateri lainnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Rusdi Hartono, membeberkan data laporan kepolisian terkait UU ITE yang meningkat setiap tahunnya.
“Pada tahun 2018 itu ada laporan polisi 4.360. Kemudian 2019 meningkat jadi 4.586. Kemudian 2020 meningkat lagi menjadi 4.790. Ini kecenderungannya laporan polisi terkait UU ITE meningkat,” sebut dia.
Dia menyampaikan permasalahan yang sering membuat gaduh di dunia maya, adalah pencemaran nama baik, urutan kedua ditempati ujaran kebencian selanjutnya terkait informasi hoaks atau bohong.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf juga berpendapat, jika dilihat dari segi hukum revisi UU ITE tersebut sebenarnya ingin memadukan, menemukan, mengintegrasikan citra hukum dengan keadilan, sebagaimana pernah ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo.
“Jadi kalau ini ada masalah soal keadilan maka di hulunya yang kita perbaiki,” ujarnya.
Anggota Komisi I DPR, Sukamta, setuju agar UU ITE segera direvisi. Namun hingga saat ini belum ada upaya nyata dari pemerintah, termasuk DPR.
Sukamta berpendapat, maraknya pelaporan ke polisi atas pelanggaran UU ITE, justru mengancam kebebasan pers yang selama ini sudah berjalan benar.
Founder Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, juga melihat pro revisi UU ITE sangat besar. Menurut dia, peran utama media massa untuk membangun percakapan publik yang benar.
Ismail Fahmi, yang merupakan pakar IT menjelaskan, selama ini berbagai laporan dikelompokkan dari berbagai profesi. (Kia Rukiah)