Rabu, April 17, 2024
Google search engine
BerandaOpiniMelirik Nol Kilometer, dari Sabang sampai Merauke

Melirik Nol Kilometer, dari Sabang sampai Merauke

“Di wilayah Kota Merauke, dengan penduduk yang ramah ini, terdapat sebuah tugu yang merupakan kembaran dari tugu yang terdapat di Sabang, yaitu Tugu Sabang-Merauke”
Oleh: Makmur, SH, M.Hum

Merupakan kebahagian tersendiri, berkesempatan berkunjung ke semua pulau-pulau besar dan beberapa pulau kecil, nyaris semua provinsi di Indonesia. Kunjungan itu dalam kaitan melaksanakan tugas kedinasan abdi negara sebagai pegawai negeri sipil (PNS), sehingga lengkaplah sudah menjejakkan kaki dari Sabang sampai Merauke.

Adalah Instruksi Presiden yang ditandatangani Presiden Joko Widodo dengan Nomor 9 Tahun 2017, mencanangkan Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat, yang mengantarkan penulis menginjakkan kaki di Papua yang kaya dengan sumber daya alam dan sumber devisa negara.

Berdasarkan Inpres tersebut, Kepala Badan Kepegawaian Negara, Bima Haria Wibisana, menindaklanjuti dengan membentuk tim Pendekatan Pelayanan Kepegawaian (P2K) Papua dan Papua Barat, dan tibalah penulis di Merauke, “Kota Rusa” ini.

Sebagaimana bait lagu yang diciptakan R.Soeharjo, dengan judul aslinya; “Dari Barat Sampai ke Timur,” kemudian judul lagunya diubah pada tanggal 6 Mei 1963 oleh Presiden Soekarno, menjadi “Dari Sabang Sampai Merauke”.

Dari Sabang sampai Merauke// berjajar pulau-pulau //sambung menyambung menjadi satu// itulah Indonesia// Indonesia tanah airku// aku berjanji padamu //menjunjung tanah airku // tanah airku Indonnesia.

Bila kita simak lirik lagu wajib tersebut, sarat dengan pesan persatuan, agar dari pulau yang satu mendukung pulau yang lain baik secara ekonomi maupun sosial budaya, pertahanan dan keamanan, yang pada gilirannya timbul rasa korsa kenusantaraan.

Sebagai putra Indonesia kelahiran Aceh yang nun jauh di sana, menginjakkan kaki di Merauke, adalah cita-cita sedari kecil. Sejak duduk di bangku SD saat menyanyikan lalu-lagu wajib di ruang kelas, termasuk lagu dari Sabang sampai Merauke, selalu terngiang kapan dapat tiba di “bumi cendrawasih” ini, khususnya kota Merauke.

Pucuk dincinta ulam tiba, berkah program Pendekatan Pelayanan Kepegawaian (P2K) Badan Kepegawaian Negara (BKN), sebagaimana diwartakan oleh Harian Cederawasih Pos pada Rubrik Nasional, hari Selasa (8/5/2018 halaman 7, dengan judul; “Tim P2K Diharapkan Bisa Atasi Berbagai Masalah,” maka pagi hari Selasa (8/5/2018) dengan pesawat GA-658 mengantarkan penulis dari Jayapura ke Merauke.

Jelang landing di Bandara Mopah, kota Merauke, penulis menoleh ke bawah, ternyata kelihatan jelas hamparan sawah yang cukup luas sebagai daerah penghasil padi. Memang cukup beralasan Presiden Joko Widodo menetapkan Merauke sebagai lumbung padi Nasional dengan kesediaan lahan padi seluas 4,6 juta hektare (bisnis.com, 11/5/2015).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan kunjungan kerja ke lokasi lahan pertanian untuk memastikan kesiapan Merauke menjadi lumbung padi nasional, dan direalisasikan dengan catatan, harus dengan mekanisme modern. Pada kunker tersebut langsung diberi target 1,2 juta hektare harus diselesaikan dalam 3 tahun, kata Presiden Jokowi dalam sambutan peresmian jaringan optik SMPCS di Kantor PT.Telkom Manokwari, Minggu (10/5/2015).

Daya dukung untuk ini memang terlihat saat penulis berkunjung ke Distrik Merauke termasuk bila kita melewati jalan Trans Irian menuju Kabupaten Boven Digoel, dengan sumber airnya dari Sungai/Kali Maro, lebar sungai ini mencapai 500 meter, yang cabang hulu Sungai/Kali Moro juga dari negara tetangga Papua Nugini.

Izakod Bekai Izakod Kai

Merauke adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua. Kabupaten ini menjadi kabupaten terluas (45.072 km2) sekaligus paling timur di Indonesia, dengan jumlah penduduk 278.200 jiwa (sumber: Dinas Kependudukan & Capil Kab.Mereuke 2017/Merauke.go.id) mediami 20 Distrik/Kecamatan, 160 Kampung, mempunyai moto:Izakod Bekai Izakod Kai (satu hati satu tujuan).

Berjuluk “Kota Rusa,” karena populasi rusa di sini sangat tinggi, walau pun perburuan besar-besaran juga terus terjadi untuk diolah menjadi makanan berupa dendeng rusa, yang menjadi oleh-oleh utama Merauke. Kota ini juga dijuluki kota injil, tetapi kehidupan umat beragama di sini sangat rukun dan damai serta saling menghormati. Toleransi antar ummat beragama sangat tinggi, suara azan yang sahut menyahut dari menara-menara masjid saat waktu shalat tiba membahana di angkasa Kota Merauke.

Penulis menyaksikan sendiri jamaah shalat zuhur bergegas menuju Masjid Al-Aqsa yang berdiri megah di tengah kota Merauke di atas hamparan lahan tanah seluas 24.350 m2. Sedangkan luas bangunannya 6.000 m2, dengan arsitektur gaya timur tengah, seluruh dindinnya dibalut dengan marmar berwarna coklat muda menambah asri dan anggunnya masjid yang menjadi kebanggaan 41,17% pemeluk agama Islam di kota ini. Hidup rukun dan damai bersama 58,41% pemeluk Kristen, Hindu 0,27% dan Budha 0,15%.

Di depan Masjid Raya Al-Aqsa Merauke yang megah ini, berdiri sebuah tugu penanda kota Merauke. Tugu Lingkaran Brawajaya namanya, tugu dengan angka 969 memiliki arti Merauke umur panjang, 9 berarti damai dan sejahtera, sedangkan angka 6 memiliki arti keseimbangan. Puncak tugu terdapat replika bola dunia yang berarti Merauke harus mendunia serta tulisan 1902 sebagai tahun lahir Kota Merauke, tepatnya pada tanggal 12 Februari 1902 yang ditemukan oleh seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda (nn).

Dilihat dari kondisi geografis, sejarah, ekonomi dan budaya, Kota Merauke memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan dengan kota-kota lain di Pulau Papua. Secara geografis, kota Merauke adalah salah satu kota paling timur di Indonesia, berbatasan dengan negara Papua Nugini (Papua New Guinea).

Di wilayah Kota Merauke, dengan penduduk yang ramah ini, terdapat sebuah tugu yang merupakan kembaran dari tugu yang terdapat di Sabang, yaitu Tugu Sabang-Merauke. Tugu ini dibangun sebagai simbol Kesatuan Negara Republik Indonesia, dari Sabang (Aceh) sampai Merauke (Papua). Tugu Sabang-Merauke ini bisa kita jumpai di Distrik Sota, yaitu sebuah daerah yang terletak di timur Kota Merauke.

Untuk menuju ke sana kita bisa menggunakan kenderaan roda empat, yang di kiri dan kanan jalan sepanjang 75 Km dari Kota Merauke terlihat jelas rumah semut, tumbuh dengan arsitektur indah menjulang ke langit. Menurut keterangan Ketua Adat Kampung Sota, Daud Dimar Ndiken, rumah semut yang bisa tumbuh 20 Cm dalam semalam, menambah pesona alam anugerah Tuhan ini. Dan terlihat juga pondok-pondok masyarakat Sota penyuling minyak kayu putih di sepanjang jalan, sebagai sumber mata percaharian utama dari masyarakat Sota yang sangat mencintai alam sekitar di tanah kelahirannya.

Nun jauh dari timur ke paling barat, sejarak 5.245 Km dari Kota Merauke, terdapatlah Kota Sabang, Aceh. Merupakan gugusan pulau terdepan pemersatu Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Merupakan pengikat dan pemersatu 17.504 buah pulau wilayah nusantara, baik pulau yang sudah bernama (7.870), maupun pulau yang belum bernama (9.634), (sumber: Kementerian Dalam Negeri). Kota Sabang berupa kepulauan di seberang Pulau Sumatera, dengan Pulau Weh sebagai pulau terbesar, tempat letaknya Kota Sabang, dengan luas hanya 153 Km2, berpenduduk 30.000 jiwa.

Kota Sabang sebelum perang dunia kedua adalah kota pelabuhan terpenting dibandingkan Tamasek (sekarang Singapura), yang dikenal dengan pelabuhan alam bernama Kolen Station oleh Pemerintah Kolonial Belanda sejak Tahun 1881. Pada tahun 1887, Firma Delange dibantu Sabang Haven memperoleh kewenangan menambah, membangun fasilitas dan sarana penunjang pelabuhan.

Era pelabuhan bebas Sabang yang dimulai pada tahun 1895, dikenal dengan istilah vrij haven dan dikelola oleh Maatschaappij Zeehaven en Kolen Station yang selanjutnya dikenal dengan nama Sabang Maatschaappij. Perang dunia kedua ikut mempengaruhi kondisi sabang, dimana pada tahun 1942 Sabang diduduki pasukan Jepang, kemudian dibom pesawat sekutu dan mengalami kerusakan fisik, hingga kemudian terpaksa ditutup.

Pada awal kemerdekaan Indonesia, Sabang menjadi pusat pertahanan Angkatan Laut Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan wewenang penuh dari pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertahanan RIS (ad-interim), Muhammad Natsir, Nomor 9/MP/50. Semua aset pelabuhan Sabang Maatschaappij dibeli Pemerintah Indonesia.

Kemudian pada Tahun 1965 dibentuklah Pemerintah Kotapraja Sabang berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1965 dan dirintisnya gagasan awal untuk membuka kembali sebagai Pelabuhan Bebas dan Kawasan Perdagangan Bebas Sabang. Seiring dengan ini pelabuahan bebas Sabang sebgai pintu masuk ke Selat Malaka dan merupakan jalur memperlancar arus orang dan barang ke seluruh gugusan pulau di nusantara. Inilah titik taut penghubung dan pemersatu dari Sabang sampai Merauke// berjajar pulau-pulau// Sambung menyambung menjadi satu// itulah Indonesia..dst.

Kembaran Tugu Nol Kilometer

Di Desa Iboh, Sabang, juga terdapat tugu Nol Kilometer Indonesia, yang dibangun lebih megah berdasarkan hasil survey Badan Pengembangan dan Penerapan Teknolagi (BPPT), saat berlangsung Jambore Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) pada tahun 1997 dan telah direhab kembali oleh Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) pada Tahun 2017.

Tugu ini berdiri megah di atas bukit dengan panorama indah Lautan Hindia yang airnya sangat bening. Tampak jelas ikan-ikan berenang bak bersenda gurau, ikan yang menghiasi keluar masuk ke wilayah taman laut Iboh yang saban tahun padat dengan kunjungan wisata manca negara, terutama pada musim dingin di Eropah, wisatawan menetap di sana dalam kurun waktu lama, sampai 3 bulan.

Kembaran Tugu Nol Kilometer Sabang, terdapat pula Tugu Nol Kilometer di Desa/Distrik Sota Kabupaten Merauke. Tugu Nol Kilometer ini tidak semegah yang ada di Sabang, maka harapan kita agar Pemerintah Pusat, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri selaku Kepala Badan Pengelola Perbatasan (BNPP), membangun baru tugu perbatasan beserta fasititas pendukungnya, selengkap dan seindah pos lintas batas yang ada di Skouw, Jayapura.

Tugu ini juga menunjukkan eksistensi negara dengan negara tetangga Papua Nugini, lantaran ini merupakan ikon negara sehingga menambah kebanggaan penduduk khusunya penduduk di Distrik Sota, Merauke. Juga pada tempatnya pula, perlu digagas pertemuan dua Pemda yang membingkai NKRI antara Pemerintah Kota Sabang dan Pemerintah Kabupaten Merauke, sebagai wujud rasa persatuan. Izakod Bekai Izakod Kai. Semoga. (**)

  • Penulis adalah Widyaiswara Utama pada BPSDM Provinsi Aceh.
BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER