Minggu, November 24, 2024
spot_img
BerandaAcehMaTA: Pengawasan dan Penegakan Hukum Terhadap Korupsi di Aceh Lemah

MaTA: Pengawasan dan Penegakan Hukum Terhadap Korupsi di Aceh Lemah

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai penanganan kasus korupsi di Aceh selama tahun 2023 masih belum memuaskan.

Tingginya potensi kerugian negara akibat korupsi, lemahnya pengawasan internal pemerintah, dan rendahnya hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan kepada para koruptor. Hal ini disampaikan oleh Anggota Badan Pekerja MaTA, Munawir, dalam konferensi pers yang digelar di Banda Aceh, Jumat (5/1/2024).

Munawir mengungkapkan data yang menunjukkan bahwa selama tahun 2023, Aparat Penegak Hukum (APH) telah menetapkan 79 tersangka dari 32 kasus korupsi yang ditangani dengan total potensi kerugian negara mencapai Rp172,28 miliar.

“Penyalahgunaan anggaran merupakan modus yang paling dominan. Kemudian pengungkapan kasus korupsi paling tinggi terjadi di lembaga pemerintahan kabupaten/kota dengan 13 kasus, hal ini membuktikan masih lemahnya pengawasan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) terhadap kinerja pemerintah kabupaten/kota,” kata Munawir.

Munawir juga menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota (APBK) menjadi sumber anggaran yang paling dominan dikorupsi pada tahun 2023. Ini dibuktikan dengan 15 kasus yang terjadi.

Dari sisi penegakan hukum, MaTA menilai, pengadilan belum memberikan efek jera dan belum berpihak pada upaya pemberantasan korupsi dengan menghukum koruptor dengan seberat-beratnya.

“Selama tahun 2023, putusan Pengadilan Tipikor Banda Aceh mencapai 72 putusan, dan 81 terdakwa dari 38 kasus yang disidangkan. Dari jumlah tersebut, 54 orang divonis ringan (1-4 tahun), 10 orang vonis sedang (4,1-10 tahun), 0 vonis berat (10 tahun ke atas) dan 16 orang dijatuhi vonis bebas,” ungkap Munawir.

Munawir juga menambahkan, pengadilan Tipikor Banda Aceh memutus bebas 4 kasus, dan pengadilan Tinggi Banda Aceh memutus bebas 1 kasus. 3 putusan bebas sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

“Pengadilan dalam penanganan kasus Tipikor masih jauh dari harapan, dalam artian belum memberikan efek jera dan belum berpihak terhadap upaya semangat pemberantasan korupsi dengan menghukum koruptor dengan seberat beratnya,” tegas Munawir.

Sementara itu, Koordinator MaTA, Alfian, mengatakan harus adanya sinkronisasi dan koordinasi antara penyidik, jaksa penuntut umum dan pengadilan tindak pidana korupsi.

“Pengungkapan kasus tindak pidana korupsi diharapkan dapat memberikan kepastian hukum secara utuh dan menyeluruh. Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime), yang seharusnya dari mulai lidik hingga putusan harus dapat memberikan hukuman yang maksimal kepada koruptor,” ujar Alfian.

Alfian juga mengatakan bahwa kesan yang paling kuat dalam pemberantasan korupsi di Aceh adalah hukum belum mampu menyentuh orang-orang yang memiliki kekuasaan. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER