Sabtu, Mei 18, 2024
Google search engine
BerandaAcehLewat Buku ‘Islamizing Education,’ Affan Ramli Tawarkan Strategi Reformasi Sekolah

Lewat Buku ‘Islamizing Education,’ Affan Ramli Tawarkan Strategi Reformasi Sekolah

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Konsep pendidikan islami sebagai wujud dari kebijakan rencana strategis (renstra) Pemerintah Aceh tahun 2007 lalu, dinilai belum sesuai dengan mandat reformasi pendidikan islami, mengacu pada rumusan ulama dan cendikiawan muslim sedunia di Makkah, pada tahun 1977 silam.

Sekelumit persoalan ini pula yang diulas secara mendalam oleh Affan Ramli, akademisi Aceh lulusan sosiologi pendidikan Universitas Islam Antar Bangsa Malaysia, dalam bukunya yang berjudul ‘Islamizing Education: A Misguided Framework of School Reform in Aceh’.

Penerbit Bandar Publishing merilis buku tersebut pada Jumat (25/10/2019) di Lamgugob, Banda Aceh. Affan menyebutkan, buku ini memberi ruang apresiasi kepada pemerintah Aceh, yang membuat kebijakan reformasi sekolah melalui renstra pendidikan dan kurikulum Aceh. Pada saat yang sama, Affan Ramli, menilai arah reformasi sekolah di Aceh saat ini salah arah, karena didasarkan pada konsep dan teori pendidikan yang keliru (misguided).

Alasannya, sejak 1959 Aceh terus berimajinasi kelak punya sistem pendidikannya sendiri yang berbeda dan istimewa di Indonesia. Keputusan Perdana Menteri No.1/Misi/1959 memberi dasar legal bagi keistimewaan itu. Namun, lebih setengah abad kemudian, Affan mengatakan, cita-cita itu tinggal di atas kertas.

“Pendidikan Aceh, bukan saja terintegrasi penuh dalam sistem pendidikan nasional (tidak berbeda dan tidak istimewa), bahkan mengalami jenis kejumudan dan stagnansinya sendiri yang tak terpecahkan,” ujar Affan Ramli.

Menurutnya, pertemuan 350 ulama cendikia Muslim dunia di Mekkah pada 1977 mestinya dapat memecahkan persoalan ini. Pertemuan itu merupakan inisiatif pertama kaum cendikia merumuskan konsep Pendidikan Islami (Islamic Education), sebagai solusi problem pendidikan dalam masyarakat Muslim pasca kolonialisme bangsa-bangsa Eropa.

“Aceh terlalu lambat, baru menyambut hasil pertemuan Mekkah 25 tahun kemudian, yaitu tepatnya pada 2002, Qanun Aceh memerintahkan penyelenggaraan pendidikan di Aceh di semua tingkatan harus dilaksanakan secara islami,” ujar Affan.

15 Tahun berlalu, Aceh masih belum melaksanakan perintah itu. Barulah pada tahun 2007, konsep pendidikan islami mulai dimunculkan dalam kebijakan renstra Pemerintah Aceh. 10 tahun kemudian, Aceh bergembira karena mulai memiliki kurikulum sendiri, yang disebut Kurikulum Aceh.

Manager Bandar Publishing, Masyitah mengatakan, buku ini menegaskan argumentasi bahwa kebijakan reformasi sekolah itu tidak sama sekali mengaju pada hasil konferensi Mekkah dan konferensi-konferensi lanjutannnya tentang Pendidikan Islami yang disusun para ulama-cendikia muslim dunia.

“Nampaknya Aceh bekerja dengan pikiran dan perenungannya sendiri. Sebuah pikiran yang menghantarkan gagasan ‘Pengislaman Pendidikan’ (Islamizing Education), bukan ‘Islamisasi Pendidikan’ (Islamization of Education) hasil pertemuan Mekkah,” sebut Masyitah.

Lebih jelas Affan mengatakan, arah reformasi sekolah di Aceh saat ini masih berupa permukaan, dengan menambah beberapa mata pelajaran pendidikan agama Islam (PAI) dan penambahan jam mata pelajaran agama.

“Inilah reformasi sekolah salah arah yang sedang dilaksanakan Pemerintah Aceh,” imbuh Affan.

Di sela kritiknya, Affan juga menawarkan strategi reformasi sekolah di Aceh. Hal itu tertuang dalam Bab 5, tentang ‘the improved strategy for islamization of education in Aceh’, dan Bab 6 tentang ‘reframing islamic educational concep for social justice’.

Buku ini merupakan karya pertama Affan yang ditulis dalam bahasa inggris. Sebelumnya sudah ada 3 judul buku lain dalam bahasa indonesia.

“Ditargetkan, buku tersebut akan terbit dalam bahasa Indonesia, tahun 2020 mendatang,” tutup Masyitah.(Fuadi)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER