Jumat, Mei 3, 2024
Google search engine
BerandaKisah Penyintas Tsunami, Selamat Bersama Puluhan Santri

Kisah Penyintas Tsunami, Selamat Bersama Puluhan Santri

Lhokseumawe (Waspada Aceh) – Minggu, 26 Desember 2004 pagi, menjadi hari paling bersejarah bagi rakyat Aceh dan juga Indonesia. Gempa berkekuatan 9,3 Skala Richter diikuti gelombang tsunami Samudera Hindia telah menewaskan lebih dari 230.000 jiwa di Aceh.

Meski sudah 17 tahun, peristiwa tersebut hingga kini masih menyisakan duka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Selain keluarga menjadi korban, tempat tinggal dan harta benda ikut disapu bencana yang maha dahsyat itu.

Seperti yang dikisahkan salah satu korban selamat bernama Tgk Hamdani Yakob, 47, warga Gampong Lancok Kecamatan Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara.

Tgk Hamdani yang masih berusia 30 tahun, kala itu, berhasil menyelamatkan diri dan menyelamatkan puluhan santri-santriwatinya, setelah berlari sekitar 2 kilometer saat gelombang air laut sudah mulai naik ke pemukiman.

“Sebelum gempa dan tsunami, saya bersama puluhan santri sedang melakukan gotong-royong di pekarangan dayah. Sekitar 30 menit kemudian ada warga yang menyatakan air laut sudah naik. Kami langsung lari melalui pematang tambak untuk menyelamatkan diri. Alhamdulillah semua sanri selamat,“ kata Tgk Hamdani, pimpinan Dayah Al-Fatah, kepada Waspadaaceh.com, Sabtu (25/12/2021).

Tgk Hamdani, yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Desa (Sekdes) setempat, mengaku ketika musibah tsunami, dia juga kehilangan ibunya dan sejumlah saudaranya.

“Rumah orang tua saya berjarak sekitar 300 meter dari bibir pantai Lancok. Sekitar 200 rumah bersih disapu. Dari 950 jiwa, yang menjadi korban sekitar 218 jiwa. Hingga saat ini setiap ada gelombang tinggi dan gempa, saya menjadi trauma dan panik,” ujarnya.

Disebutkan, selain ratusan rumah termasuk dayah miliknya di Gampong Lancok porak-poranda, ratusan rumah di Gampong Punti, Blang Rimueng dan Dayah Tuha, ikut berimbas. Warga yang selamat terpaksa mengungsi di lapangan bola kaki, maupun masjid.

Bencana Membawa Rahmat

Beberapa bulan pasca musibah itu, pemerintah daerah dan lembaga sosial mulai melakukan pendataan warga yang selamat. Mereka mengungsi di tenda pengungsian dan banyak negara membantu Aceh, mulai dari proses rekonstruksi dan rehabilitasi.

“Proses rekonstruksi dan rehabilitasi dilakukan pada tahun 2005 untuk memulihkan kondisi masyarakat, dengan diberikan bantuan rumah per kepala keluarga (KK) dari sejumlah lembaga NGO,” jelasnya.

Menurutnya, bencana tsunami ini menjadi rahmat khususnya kepada warga yang tidak memiliki rumah. Pada saat itu warga yang sudah memiliki KK, diberikan bantuan rumah sehingga rumah yang sebelumnya tidak layak huni menjadi layak huni .

“Untuk memulihkan kondisi ekonomi masyarakat yang umumnya nelayan, pemerintah juga memberikan sejumlah boat kepada nelayan. Termasuk membangun sejumlah infrastruktur serta fasilitas umum yang rusak,” terangnya, dibenarkan Basri, warga Gampong Dayah Tuha.

Momen Menyadarkan Manusia

Tgk Hamdani yang juga Panglima Laot Aceh Utara, meminta peringatan tsunami pada setiap 26 Desember, bisa menjadi momen untuk menyadarkan dan mengingatkan manusia atas kuasa alam dan Tuhan. Manusia bisa mengambil hikmah dari ujian tersebut, kata dia.

“Refleksi. Kejadian gempa dan tsunami masa lalu sudah selayaknya menyadarkan kita, betapa kecil dan tidak berdayanya manusia di hadapan kemahakuasaan Allah SWT. Setiap kejadian bencana dapat mengambil pelajaran untuk introspeksi diri,” pintanya. (Syaiful).

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER