Pendahuluan
UU Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu memberikan jaminan bagi pemilih pemula yang pada 14 Februari 2024 genap berusia 17 tahun guna menyalurkan hak pilihnya.
Jumlah pemilih pemula cukup besar dan berkontribusi signifikan bagi kemenangan pasangan Calon Presiden Dan Wakil Presiden (pilpres) maupun pemilihan Anggota DPR, DPD dan DPRD atau Pemilu Legislatif (pileg).
Melihat pada Pemilu serentak 2019, data dari KPU mencatat jumlah pemilih muda berusia 17 sampai 20 tahun mencapai 70-80 juta jiwa dari 193 juta pemilih. Artinya, sekitar 40 persen pemilih muda mempunyai kekuatan serta memiliki pengaruh besar bagi hasil pemilu.
Hayer dalam Kartini Kartono berpendapat bahwa pendidikan politik adalah upaya membentuk manusia menjadi peserta yang bertanggung jawab dalam politik. Pendidikan politik mutlak diperlukan, mengingat fungsi utama sekolah sebagai lembaga pendidikan.
Pendidikan politik di sekolah juga harus dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan sehingga tercipta sikap patriotik, cinta tanah air, toleransi, dan nasionalisme.
Kendala Pemilih Pemula
Terdapat kendala pada pemilih pemula dewasa ini di antaranya, pertama, pemilih pemula yang pada 14 Februari 2024 berumur 17 tahun belum melakukan perekaman dan pencetakan e-KTP.
Selanjutnya dalam UU Nonor 7 tahun 2017 mengatur mengenai daftar pemilih tambahan (DPTb). Jika tidak memiliki e-KTP atau suket tidak dapat menyalurkan hak pilihannya.
Selain kendala administrasi, problema lain di antaranya, kedua, pemilih pemula memiliki pengetahuan yang minim tentang calon kepala daerah peserta pilkada di daerahnya.
Mereka akan cenderung mengikuti pilihan orang tua atau teman sebayanya sehingga pemilih pemula ini menjadi target yang baik didekati, dipengaruhi, dimobilisasi bahkan dijadikan komoditas politik untuk mendongkrak popularitas, elektabilitas pemilu, baik pilpres maupun pileg. Padahal sebelum ini tidak jelas kepedulian mereka kepada pemilih pemula.
Ketiga, pemilih pemula menjadi sasaran empuk politik uang dalam konteks atas inisiatif dari partai politik, tim kampanye, dan para calo politik (political broker). Kendala ketiga, pemilih pemula masih perdana belum berpengalaman dalam mengikuti kegiatan pemilu, khususnya pemberian hak suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Terlebih pada Pemilu Serentak 2024 di mana surat suara yang harus ‘dicoblos’ oleh pemilih cukup banyak, yakni; untuk capres dan cawapres, anggota DPR,anggota DPD,anggota DPRD.
Bahkan bukan tidak mungkin, pemilih pemula tidak mengetahui surat suara sah dan tidak sahnya pada saat pencoblosan surat suara.
Langkah Solusi
Sudah seharusnya kita sebagai masyarakat yang baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi untuk berpartisipasi dalam pemilu nanti. Dengan banyaknya kendala pemilih pemula seperti itu, semua pihak diharapkan terlibat aktif untuk mencarikan solusi dengan tujuan adalah untuk menyelamatkan pemilih pemula agar tidak kehilangan hak pilihnya.
Solusi yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut. Pertama, Kemendagri memerintahkan Dukcapil di seluruh Indonesia untuk segera melakukan perekaman dan penerbitan e-KTP kepada pemilih pemula pada 14 Februari 2024 genap berusia 17 tahun, paling lambat akhir Desember 2023 agar tidak melanggar aturan.
Kedua, KPU secara gencar menyosialisasikan kepada seluruh jajarannya hingga di level bawah, khususnya mereka yang bakal bertugas sebagai anggota kelompok kerja pemungutan suara (KPPS) menyosialisasi intens kepada masyarakat luas termasuk pemilih pemula melalui berbagai bentuk media massa dan alat peraga sosialisasi secara masif. Pada saat bersamaan KPU dan Dukcapil mencegah penggunaan suket tidak sah.
Ketiga, untuk mencegah terjadi maraknya politik uang, yang berdampak merusak tatanan demokrasi,melecehkan kecerdasan pemilih,bentuk pembodohan masyarakat, dan hasil pemimpin yang tidak berkualitas.
Maka pemilih pemula harus bisa mencari tahu tentang ilmu politik dengan mengikuti sosialisasi, bisa mencari informasi terkait bidang politik, mengetahui visi, misi, dan program peserta pemilu dengan cermat.
Hal ini akan menentukan arah pilihan politik, dan Sebagai KPU harus lebih intens melakukan literasi politik dengan melakukan pendidikan kepada pemilih pemula agar menjadi pemilih cerdas.
Pemilih cerdas adalah pemilih yang lebih dapat mengedepankan rasionalitas bukan emosionalitas dalam menentukan pandangan dan sikap politiknya.
Keempat, Bawaslu tidak bisa tinggal diam untuk menyelamatkan nasib jutaan pemilih pemula. Untuk itu, penyelenggaraan sosialisasi pendidikan politik bagi pemilih pemula sangat bermanfaat untuk meningkatkan partisipasi pemilih agar ikut melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah sehingga tidak termasuk dalam golongan golput.
Agar hal tersebut dapat terwujud, pemilih pemula harus memiliki kesadaran akan pentingnya menyelenggarakan pemilu sehingga mereka mampu melaksanakan dan menggunakan suara yang dimilikinya dengan sebaik-baiknya.
Kegiatan ini merupakan bagian dari pembelajaran tentang demokrasi berlandaskan Pancasila, perlunya generasi muda memahami dan menggunakan hak pilihnya dalam pemilu.
Kesimpulan
Pemilih pemula dapat berperan dalam pemilu antara lain dengan mengikuti pemilu, menjadi pemilih rasional, menjadi pemantau independen, mengawasi hasil pemilu hingga menjadi kekuatan moral para penguasa pasca pemilu.
Pemilu adalah kehendak rakyat atau keinginan rakyat akan perubahan dalam proses pemilihan pemimpin melalui pemilihan umum dengan sistem yang lebih baik dan terbuka.
Dalam setiap pemilihan umum, pasti akan ada pemilih pemula yang baru pertama kali mengikutinya atau memiliki hak pilih untuk mengikuti pemilihan, baik itu pemilihan presiden maupun pemilihan kepala daerah.
Pelaksanaan kegiatan sosialisasi pendidikan politik bagi pemilih pemula menyimpulkan terjadi peningkatan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran politik yang signifikan dalam memahami pentingnya partisipasi politik, baik dalam proses politik elektoral.
Partisipasi pemilih pemula sangat baik untuk berlangsungnya kegiatan politik, namun diperlukan pendidikan dan pemahaman serta wawasan untuk memilih, karena biasanya pemilih muda dapat menjadi incaran beberapa partai politik yang ingin memanfaatkan suara dari semua kalangan.
Oleh karena itu, sebaiknya pemilih pemula mengadakan sosialisasi agar suara masing-masing individu dapat tersalurkan sesuai dan tepat sasaran. (Penulis Wahyu Mahadi, S.Pd, praktisi pendidikan dan pemerhati demokrasi, Kota Langsa, Aceh)