Sabtu, Mei 4, 2024
Google search engine
BerandaKasus Bibit Padi IF8 di Aceh, Penahanan Keuchik Akhirnya Ditangguhkan

Kasus Bibit Padi IF8 di Aceh, Penahanan Keuchik Akhirnya Ditangguhkan

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Polisi akhirnya memberikan penangguhan penahanan kepada Keuchik Gampong Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara, Tgk Munirwan, Jumat pagi (26/7/2019). terkait kasus penggunaan bibit padi IF8.

Direktur Reskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol T. Saladin didampingi Kadis Pertanian dan Perkebunan Aceh, Abdul Hanan, pada konferensi pers di Mapolda Aceh, Jumat, mengatakan, penangguhan penahanan dilakukan atas beberapa dasar, salah satunya agar Tgk Munirwan dapat menjalankan aktivitasnya sebagai keuchik.

Penangguhan itu juga diberikan tanpa batas waktu dan polisi akan melihat sejauh mana kasus ini berlanjut.

“Bersangkutan dinilai kooperatif sehingga memungkinkan polisi memberikan penangguhan penahanan. Orang tua beliau juga mau naik haji. Penangguhan dilihat sampai sejauh mana kasus ini dengan catatan yang bersangkutan juga bersikap kooperatif, tidak menghilangkan barang bukti dan lainnya,” terangnya.

Saladin mengatakan, penangkapan dan penahanan terhadap bersangkutan dilakukan karena awalnya informasi tentang kasus ini diperoleh polisi dari pihak Kementerian, menyebutkan di wilayah Aceh Utara beredar benih padi IF8 yang tak berlabel (tidak bersertifikasi).

“Dari informasi itulah kita berkoordinasi dengan Distanbun Aceh dan menggelar rapat sekaligus membentuk tim dan turun ke Aceh Utara. Inilah yang menjadi dasar kita melangkah karena sudah ada laporan informasi yang dibuat,” ujarnya.

Dia menjelaskan, setelah menerima informasi tersebut, pihaknya langsung melakukan penyelidikan dan setelah diduga bukti yang cukup barulah laporan informasi itu dibuat menjadi laporan model A dari hasil penyelidikan para penyidik.

“Setelah diperiksa barang bukti cukup banyak maka digelar perkara dan ketika sudah cukup bukti maka ditingkatkan ke tahap penyidikan. Yang bersangkutan awalnya dipanggil sebagai saksi dan naik statusnya menjadi tersangka setelah alat bukti lengkap,” ungkapnya.

Saladin mengatakan, Tgk Munirwan ditangkap bukan sebagai keuchik atau petani melainkan sebagai Direktur Utama PT BNI (Bumides Nisami Indonesia) yang merupakan perusahaan milik pribadinya dan bukan perusahaan milik gampong.

“Saat penyelidikan kita juga melibatkan ahli dalam kasus ini. Ini bibit padinya tidak boleh diedarkan karena belum ada label dan sertifikasi sesuai aturan Undang-undang. Yang bersangkutan juga bukan pemilik bibit tersebut dan tidak pernah melakukan penelitian sebelumnya. Bibit ini merupakan generasi ketiga yang dikumpulkan dari masyarakat sejak beredar dari pemerintah tahun 2017 lalu,” papar Saladin.

Dalam kasus itu, polisi menyita 11 ton lebih bibit padi IF8 dari gudang tersangka. Selain itu, keuntungan yang diperoleh dari penjualan bibit ini mencapai sekitar Rp2 miliar yang diketahui Rp1 miliar berada di rekening miliknya.

“Perusahaan itu juga diduga bisa ikut tender (proyek). Jadi bukan perusahaan gampong, melainkan perusahaan pribadi. Harga bibit yang dijual juga jauh lebih tinggi sekitar Rp25 ribu per sak, sementara di pemerintah hanya Rp7 ribu per sak,” ungkapnya lagi.

Hingga kini polisi masih melakukan pendalaman terhadap kasus ini dengan mengacu pada Undang-undang dan aturan-aturan yang berlaku.

Sementara, Kadistanbun Aceh, Abdul Hanan, untuk ke sekian kalinya menegaskan bahwa surat yang ditujukan kepada Kapolda Aceh itu bukanlah surat untuk melaporkan Tgk Munirwan ke polisi.

Surat itu diberikan saat tim Dit Reskrimsus Polda Aceh berkoordinasi dengan Distanbun Aceh terkait informasi peredaran benih padi ilegal yang diterima dari pihak Kementerian di pusat.

“Sekali lagi saya tegaskan surat ini bukan surat laporan ke polisi. Jadi untuk di media sosial mungkin sejak hari ini sudah bisa stop untuk menghujat saya,” katanya, yang disambung Saladin agar melaporkan ke pihaknya jika masih ada hal-hal yang berkaitan dengan UU ITE. (Ria)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER