Senin, April 21, 2025
spot_img
BerandaLaporan KhususJKN, Tali Harapan bagi Detak Jantung Zalfa

JKN, Tali Harapan bagi Detak Jantung Zalfa

“Meski hati gundah, Nurhajimah masih merasa lega, karena semua biaya pengobatan anaknya ditanggung melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan”

Nurhajimah (28) menggenggam erat dokumen hasil radiologi. Di ruang tunggu poliklinik jantung Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin, Banda Aceh, Jumat (21/2/2025), Ia duduk bersama anaknya, Zalfa.

Matanya tak lepas dari pintu ruang periksa. Ia sudah terbiasa menunggu hasil pemeriksaan, keputusan dokter, dan kabar baik yang diharapkannya sejak lama.

Zalfa, bocah sembilan tahun itu, bersandar di bahu ibunya. Serasi dengan pakaian biru bergaris-garis yang mereka kenakan, menanti giliran untuk pemeriksaan rutin jantung Zalfa.

Tujuh tahun lalu, Zalfa baru berusia enam tahun ketika ibunya menemukan memar-memar hijau di kakinya. Awalnya, mereka mengira hanya lebam biasa akibat jatuh. Namun, saat Zalfa mulai sering mimisan, Nurhajimah panik. Ia membawa anaknya ke klinik sebelum akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Ibnu Sina di Sigli.

Di sanalah, dokter menyatakan Zalfa mengidap kelainan jantung dan harus segera dirujuk ke Banda Aceh untuk mendapatkan perawatan intensif.

Sejak saat itu, perjalanan mereka bolak-balik Pidie-Banda Aceh menjadi rutinitas. Setiap minggu, Nurhajimah harus meninggalkan rumahnya, menempuh perjalanan ratusan kilometer demi memastikan putrinya mendapat perawatan.

Pengobatan ini tidak hanya menguras tenaga dan waktu, tetapi juga memaksa Zalfa sering meninggalkan sekolahnya di MIN 27 Pidie. Meski demikian, ia tetap berusaha mengikuti pelajaran di sela-sela jadwal berobat.

Keluarga kecil ini hidup dari penghasilan yang tak seberapa. Ayahnya, Abdullah bekerja sebagai nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lampulo, sedangkan ibunya, Nurhajimah mencari tiram dan berjualan keliling. Mereka tak memiliki tabungan besar, apalagi untuk biaya pengobatan penyakit kronis seperti yang diderita Zalfa.

Beruntung, sejak lahir, Zalfa sudah terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), yang kini menjadi bagian dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program ini membebaskan mereka dari beban biaya rumah sakit, pemeriksaan, hingga obat-obatan yang harus rutin dikonsumsi Zalfa.

Meski hati gundah, Nurhajimah masih merasa lega, karena semua biaya pengobatan anaknya ditanggung melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

“Kalau tidak ada BPJS, rasanya mustahil bisa berobat. Penyakit anak saya ini kronis dan biayanya mahal. Saya hanya pedagang kecil, mana sanggup membayar?” kata Nurhajimah

Di Banda Aceh, selama setahun lebih mereka pernah tinggal di rumah singgah. Kini, setiap datang untuk kontrol, mereka menumpang di rumah saudara.

Setiap minggu, Nurhajimah harus meninggalkan pekerjaannya. Abdullah harus pergi melaut lebih lama untuk menutup biaya hidup. Namun, keduanya rela demi kesehatan putri mereka.

Transformasi JKN: Layanan yang Lebih Cepat dan Setara

Provinsi Aceh menjadi daerah pertama di Indonesia yang mencapai Universal Health Coverage (UHC).

Sejak 2010, lewat program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang dikelola PT Askes (Persero) kemudian bertransformasi menjadi JKN pada 2014 Aceh telah menjamin kesehatan warganya. Saat ini, cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan di Aceh telah mencapai 98 persen.

Seorang petugas BPJS Kesehatan sedang melayani peserta di Kantor Cabang BPJS Kesehatan Banda Aceh, yang berlokasi di Jl. Cut Nyak Dhien, Lamtemen Barat Banda Aceh. (Foto/Cut Nauval D)

Memasuki tahun ke-11, JKN terus berbenah dengan transformasi mutu layanan yang berfokus pada kemudahan akses dan digitalisasi.

“Kami selalu berbenah. Dengan tagline Mudah, Cepat, dan Setara. Layanan BPJS Kesehatan kini lebih inklusif dan efisien,” kata Pejabat Pengganti Sementara (PPS) Kepala BPJS Kesehatan Cabang Banda Aceh, Teuku Mirza, saat ditemui waspadaaceh.com, Kamis (13/2/2025).

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan juga terus memperluas kerja sama dengan fasilitas kesehatan, terutama di daerah terpencil, untuk memastikan layanan yang lebih merata.

Selain itu, BPJS SATU hadir di rumah sakit dengan petugas khusus yang siap membantu peserta agar lebih mudah mengakses layanan kesehatan.

Sebelas tahun JKN berjalan, jutaan nyawa telah terselamatkan, termasuk Zalfa. Program ini bukan sekadar jaminan kesehatan, tapi juga jaring pengaman bagi keluarga-keluarga yang menggantungkan hidupnya pada harapan.

Bagi mereka yang tak punya pilihan lain, BPJS Kesehatan adalah pintu menuju kehidupan yang lebih baik. Nurhajimah juga merasakan manfaat dari transformasi layanan BPJS Kesehatan.

“Dulu, setiap kali berobat saya harus mengurus administrasi yang panjang dan antrean yang lama. Sekarang, dengan adanya Mobile JKN, semuanya lebih praktis. Saya bisa langsung ke rumah sakit tanpa banyak kendala,” ujarnya.

Mereka masih berada di ruang tunggu rumah sakit, Zalfa menggenggam tangan ibunya. Ia tersenyum kecil, berharap dokter segera memanggil namanya.

Matanya berbinar saat ditanya apa yang paling ia inginkan. “Aku mau cepat sembuh dan bisa sekolah terus,” bisiknya.

Meski lelah, ia tak menyerah. Seperti jantung kecil Zalfa yang terus berdetak meski kadang lemah, ia tetap berjuang.

Di balik setiap perjuangan pasien, ada sistem yang bekerja untuk memastikan mereka mendapatkan perawatan yang layak. JKN telah memberi asa bagi jutaan orang seperti Zalfa.

Selama program ini terus diperkuat, harapan pada layanan kesehatan yang setara akan tetap terjaga. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER