Jumat, Mei 3, 2024
Google search engine
BerandaInstruksi Soal Copot Kepala Daerah, Mendagri Dinilai Berlebihan

Instruksi Soal Copot Kepala Daerah, Mendagri Dinilai Berlebihan

Jakarta – Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf menjelaskan bahwa pemerintah tak seharusnya menjatuhkan sanksi kepada kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan.

“Ini perbuatan yang eksesif, berlebih, dan tidak proporsional. Ancamannya termasuk berlebihan, mestinya ada rapat koordinasi,” kata Asep sebagaimana dikutip dari laman CNNIndonesia.com, Jumat (19/11/2020).

Tito diketahui menerbitkan Instruksi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Virus COVID-19, menyusul kerumunan yang muncul di acara Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab. Dalam instruksi tersebut di antaranya memuat ancaman sanksi pemberhentian kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan.

Mantan Kapolri itu berpijak pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur tentang pemberhentian kepala daerah yang melanggar ketentuan.

Namun menurut Asep, persoalan protokol kesehatan COVID-19 bukan sepenuhnya tanggung jawab kepala daerah, melainkan juga pemerintah pusat dan institusi lainnya.

“Penanganan Covid bukan hanya kepala daerah, tapi pemerintah pusat, instansi vertikal lainnya polisi, kejaksaan. Di daerah juga membentuk satgas kok, gugus tugas. Jadi ini banyak pihak yang terlibat,” jelas dia.

“Masa misalnya gara gara kerumunan langsung dicopot, ini terlalu gegabah,” sambung dia.

Kata Asep, pemerintah seharusnya mengedepankan pendekatan koordinasi alih-alih melakukan tindakan hukum. Terlebih sesama penyelenggara pemerintah semestinya saling berkomunikasi.

Asep menilai, pemerintah salah mengartikan UU Pemda tentang pencopotan kepala daerah. Dia tak menampik kepala daerah bisa dicopot dengan sejumlah alasan, namun tidak serta merta langsung diterapkan.

“Pemerintah tidak memahami secara holistik, melainkan parsial UU tersebut. Prosedurnya tidak bisa tiba-tiba dicopot. Masa dicopot karena protokol kesehatan,” jelas Asep.

Selain itu, Mendagri semestinya memberikan peringatan atau teguran secara lisan atau tertulis sebelum mencopot kepala daerah yang melanggar.

“Pejabat publik harus bisa mengayomi, kan ini ada teguran lisan dulu, tertulis yang harusnya dikedepankan. Kalau pencopotan artinya Mendagri tidak menghargai prosedur itu,” beber dia.

Asep menyarankan kepada Mendagri untuk mengkaji ulang aturan mengenai pencopotan kepala daerah tersebut. Dia mendorong Mendagri mengedepankan komunikasi pemerintahan dan menghormati kedudukan masing-masing pejabat publik.

“Saya kira Mendagri memiliki staf ahli dan bisa didiskusikan terlebih dahulu. Lakukan komunikasi pemerintahan agar bisa tetap respect satu dengan yang lain,” tutup dia.

Mendagri Tak Berwenang Copot Kepala Daerah

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara, Yusri Ihza Mahendra, menegaskan, seorang kepala daerah tak bisa diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) ataupun Presiden.

“Apa yang jelas bagi kita adalah Presiden maupun Mendagri tidaklah berwenang memberhentikan atau ‘mencopot’ kepada daerah karena kepada daerah dipilih langsung oleh rakyat. Sebagai konsekuensinya, pemberhentiannya pun harus dilakukan oleh rakyat melalui DPRD,” tegas Yusril dalam keterangan tulis, Kamis (19/11/2020).

Dikutip dari liputan6.com, Jumat (20/11/2020), Yusril mengatakan, kewenangan Presiden dan Mendagri hanyalah terbatas melakukan pemberhentian sementara tanpa proses pengusulan oleh DPRD apabila kepala daerah didakwa ke pengadilan dengan ancaman pidana di atas lima tahun. Ataupun didakwa melakukan korupsi, makar, terorisme, kejahatan terhadap keamanan negara atau kejahatan memecah-belah NKRI.

“Kalau dakwaan tidak terbukti dan kepala daerah tadi dibebaskan, maka selama masa jabatannya masih tersisa, Presiden dan Mendagri wajib memulihkan jabatan dan kedudukannya,” lanjut pengacara Jokowi – Ma’ruf Amin dalam Pilres 2019 lalu. (**)

Berita terkait: Yusril Ihza Mahendra: Mendagri Tidak Bisa Berhentikan Kepala Daerah

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER