Selasa, Mei 7, 2024
Google search engine
BerandaInsiden Tewasnya 6 Anggota FPI, DK PWI Dorong Wartawan Lakukan Investigasi Ungkap...

Insiden Tewasnya 6 Anggota FPI, DK PWI Dorong Wartawan Lakukan Investigasi Ungkap Kebenaran

Jakarta (Waspada Aceh) – Terkait dengan insiden tewasnya enam anggota Front Pembela Islam (FPI) di jalan tol Km 50 Jakarta – Cikampek, Senin dini hari (7/12/2020), Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (DK PWI) Pusat, mendorong para wartawan untuk melakukan penelusuran dan investigasi guna mengungkap kebenaran (fakta) kasus dimaksud.

Dalam rapat daring DK PWI, Selasa petang (8/12/2020), dihadiri Ketua DK PWI Ilham Bintang, Sekretaris Sasongko Tedjo serta anggota Tri Agung, Asro Kamal Rokan dan Nasihin Masha, memutuskan untuk mendorong wartawan mengungkap kasus yang telah menjadi sorotan dunia internasional tersebut.

Ilham Bintang menegaskan, Dewan Kehormatan PWI Pusat perlu membuat pernyataan untuk mengurangi keraguan wartawan dalam mengungkap kebenaran, terkait kasus bentrokan antara aparat Polri dan laskar FPI.

“Pernyataan ini perlu untuk mengurangi keraguan wartawan dan media dalam melakukan investigasi terhadap peristiwa tol Cikampek,” tegas Ilham.

Langkah wartawan untuk mengungkap kasus di tol Cikampek bukan untuk mencari siapa salah dan siapa benar, melainkan untuk menjalankan fungsi pers yang sesungguhnya. Tugas dan fungsi pers yang sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Wartawan Indonesia.

“Semagat kita menjaga kemerdekaan pers, menaati kode etik dan kode perilaku wartawan,” tambah Asro Kamal Rokan, anggota DK PWI.

Sedangkan Tri Agung memaparkan, dalam buku Sembilan Elemen Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan Yang Diharapkan Publik (Yayasan Pantau, 2006), guru jurnalislistik Bill Kovach dan Tom Rosentiel, mengingatkan elemen dasar jurnalistik yang seharusnya dipatuhi oleh seorang wartawan.

Kata Agung, elemen itu pada perkembangannya bertambah menjadi sepuluh, dengan masuknya jurnalisme warga. Namun, hal utama yang tidak boleh dilupakan wartawan adalah kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran.

Selain itu, Agung menyebutkan, Bill dan Tom mengingatkan pula, loyalitas pertama jurnalisme itu pada warga dan wartawan seharusnya berdisiplin dalam memverifikasi data dan informasi yang diperolehnya. Hal itu tidak boleh ditinggalkan, karena wartawan bertanggungjawab pada publik. Wartawan harus menjaga jarak yang sama terhadap narasumbernya dan menjadi pemantau yang independen terhadap kekuasaan.

“Hal dasar dalam jurnalisme yang dianut banyak wartawan di seluruh dunia itu sebenarnya tersedia pula di Kode Etik Wartawan Indonesia tahun 2006, yang diinisiasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pula, bersama organisasi kewartawanan lain dan Dewan Pers,” ujar Agung.

Pasal 1 Kode Etik Wartawan Indonesia menegaskan, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik (pasal 2). Selain itu, pada pasal 3 dan 4 ditegaskan, wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Terkait dengan peristiwa kematian enam anggota laskar FPI, sebagai akibat berbenturan dengan kepolisian, dengan masing-masing laporan versi Polri atau FPI, Dewan Kehormatan PWI Pusat mendorong wartawan Indonesia untuk mewujudkan keterbukaan informasi, sehingga duduk perkara kasus itu terungkap.

Hal itu senada pula dengan pesan Penasihat PWI Pusat, Jakob Oetama (1931-2020), dalam buku Pers Indonesia: Berkomunikasi dalam Masyarakat yang Tidak Tulus (Penerbit Buku Kompas, 2004), yaitu “Orang membaca surat kabar untuk mencari informasi, yakni informasi yang cukup lengkap, sehingga jelas duduknya perkara dan karena itu memberikan bahan informasi yang berarti.”

Di era saat ini, media bukan hanya surat kabar, tetapi juga media elektronik: televisi dan radio, serta media online (dalam jaringan).

Anggota DK PWI lainnya, Parlindungan Pane menambahkan, pers harus objektif dan menjunjung tinggi cover both side dan menyampaikan fakta yang terjadi. Pers jangan sampai partisan dan akhirnya PWI terkena imbasnya.

Nashihin Masha menambahkan wartawan harus menjunjung tinggi fakta yang ditemukannya, bukan sekadar mengikuti pendapat narasumber. Oleh karena itu, untuk mampu mengungkapkan fakta terkait kasus di tol Cikampek yang sesungguhnya, tak bisa lain, wartawan harus turun ke lapangan.

Menurut Sekretaris DK PWI Pusat, Sasongko Tedjo, dalam melakukan upaya mengungkapan kebenaran terkait kejadian di tol Cikampek, wartawan tetap harus mengutamakan keselamatannya, terutama dalam situasi pandemi COVID-19 ini.

“Tidak ada berita sehebat apapun yang seharga dengan keselamatan jiwa wartawan. Selain itu, ada kepentingan masyarakat dan bangsa yang harus dipertimbangkan pula,” kata Sasongko. (Ris)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER