Minggu, Juni 16, 2024
Google search engine
BerandaAcehIni Kata Guru Besar Soal Sosok Pemimpin Aceh ke Depan

Ini Kata Guru Besar Soal Sosok Pemimpin Aceh ke Depan

Banda Aceh (Waspasa Aceh)– Pemimpin Aceh di masa depan harus sosok yang energik, cerdas, dan memiliki pemahaman mendalam tentang akar persoalan daerah.

Hal itu mengemuka dalam acara Focus Group Discussion (FGD) digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh bersama Forum Pemred Aceh, Rabu (22/5/2024) di Hermes Palace Hotel Banda Aceh.

Beberapa  guru besar di Aceh berkumpul untuk membahas kriteria ideal bagi pemimpin masa depan Aceh.

Ahli Hukum Tata Negara Aceh, Prof. Dr. Husni Jamil, mengemukakan beberapa tantangan utama yang dihadapi Aceh saat ini. Ia menyoroti berakhirnya dana otonomi khusus (otsus) pada 31 Desember 2027 dan stagnasi revisi UU Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai dua persoalan besar.

Menurutnya, ketergantungan Aceh terhadap dana pusat, kemudian menyumbang 18,6% dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sejak 2018-2022, membuat Aceh kurang mandiri. Hal ini berdampak signifikan ketika transfer dana dari pusat terhambat.

“Tingginya angka kemiskinan di seluruh kabupaten/kota di Aceh menuntut pemimpin yang tidak hanya duduk manis, tetapi mampu bekerja keras untuk mensejahterakan rakyat,” ujar Prof. Husni.

Menurut Prof Husni  pentingnya pemimpin yang proaktif, komunikatif, empati, dan memiliki kemampuan problem-solving.

Sementara itu, Prof. Dr.  Ahmad Humam Hamid  juga mangatakan saat ini kondisi Aceh dalam keadaan koma, bagaimana sosok pemimpin Aceh ke depan untuk memulihkan kondisi Aceh ke depan.

Ia menyoroti tiga tokoh masa lalu, Ali Hasyimi, Muzakir Walad, dan Ibrahim Hasan, sebagai contoh pemimpin ideal yang memiliki keterampilan dan pengetahuan birokrasi, memahami Aceh, dan memiliki hubungan baik dengan pusat.

Menurut Prof. Ahmad, seorang pemimpin Aceh harus menguasai birokrasi, memahami Aceh secara mendalam, dan memiliki koneksi kuat dengan Jakarta serta lingkaran presiden. Selain itu, pemimpin harus menjadi seorang pembelajar.

Dalam mencari pemimpin Aceh ke depan, Prof Humam juga menganalogikan dengan menjahit baju, bagaimana menjahit baju gubernur, jangan cari orang yang jahit baju gubernur, mari kita jahit bersama, dan mencari siapa yang cocok menggunakan baju itu.

“Kita perlu menjahit bersama dan mencari siapa yang cocok memakai baju itu,” katanya.

Sementara itu, Prof. Mukhlis Yunus menambahkan, setiap masa memiliki dinamika dan tantangan tersendiri yang memerlukan dinamisasi dalam kepemimpinan.

Ia menyoroti hilangnya keberanian sebagai salah satu penyakit yang menjangkiti Aceh pada tahun 2023-2024. “Keberanian adalah modal penting yang semakin langka saat ini, dan itu harus kita pertanyakan,” katanya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER