Selasa, Desember 10, 2024
spot_img
BerandaAcehGugus Tugas Kemitraan Konservasi Ekosistem TNGL Melempem

Gugus Tugas Kemitraan Konservasi Ekosistem TNGL Melempem

Kutacane (Waspada Aceh) – Kiprah dan kinerja tim gugus tugas multipihak kemitraan konservasi pemberdayaan masyarakat dan pemulihan ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Aceh Tenggara, dituding melempem dan hanya sebatas retorika.

Pasalnya, sejak dibentuk lewat SK Direktorat Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Pebruari 2020 lalu, tim gugus tugas belum berbuat, apalagi untuk merumuskan program dan kebijakan ke depan.

Fajri Gegoh, salah seorang pemuda Aceh Tenggara mengaku aneh melihat masih melempemnya tim gugus tugas multipihak tersebut, Padahal SK dari Dirjen Kementerian LH dan Kehutanan telah lama diterbtikan, namun sayangnya sampai saat ini SK tersebut hanya dijadikan koleksi.

Padahal, kata Fajri, keberadaan gugus tugas tersebut sangat penting bagi masyarakat Aceh Tenggara, karena menyangkut hidup hajat orang banyak. Terutama kalangan petani yang bermukim dan lokasi kebunnya berbatasan langsung dengan taman nasional.

Sebelumnya, kalangan petani sering bersitegang dengan pihak Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BB TNGL), bahkan kerap kali kalangan petani harus terjerat hukum karena berkebun di dalam kawasan Ekosistem Leuser.

Terbitnya SK Dirjen KSDAE yang ditandatangani Wiratno, jelas merupakan perubahan baru dan membawa keuntungan besar bagi kalangan petani Aceh Tenggara karena dinilai akan menjadi solusi mengakhiri konflik antara masyarakat dengan pihak pengaman hutan TNG. SK itu intinya membolehkan warga mengelola hutan, kendati dengan pembatasan-pembatasan.

Tujuan dibentuknya tim gugus tugas multipihak, tujuannya untuk melakukan identifikasi secara komprehensif terhadap lahan garapan dan penggarapnya, melakukan dialog dengan masyarakat, memfasilitasi pembentukan kelompok tani hutan konservasi (KTHK) serta membuat skala prioritas dan melakukan pembangunan demplot.

Selain itu memberikan pendampingan, mulai tahapan penyusunan permohonan kemitraan konservasi, implementasi program kemitraan, mendorng proses penegasan batas kawasan TNGL Aceh Tenggara, melaporkan perkembangan pelaksanaan tugas pada Dirjen dan memberi masukan kepada Dirjen SDAE, terkait penyusunan regulasi sistem dukungan multipihak pelaksanaan program kemitraan konservasi.

Pentingnya SK Dirjen tersebut untuk ditindaklanjuti, karena hampir seluruh elemen telah masuk dan terakomodir dalam SK Gugus Tugas Multipihak Kemitraan Konservasi TNGL Wilayah Aceh Tenggara, mulai dari Dinas Pariwisata, Bappeda, Dinas Pertanahan, PUPR, Perkim, Pertanian, Perikanan, Kecamatan dan unsur penting lainnya.

Tim selayaknya harus bergerak cepat dan jangan melempem agar kepentingan petani terlindungi dan aman dari jeratan hukum.

Muhammad Ubay, salah seorang yang masuk dalam SK Gugus Tugas Multipihak, kepada Waspada, Minggu (27/9/2020) mengaku, sejak menerima SK dari Dirjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, dia belum pernah diundang rapat untuk merumuskan kebijakan dan program ke depan bagi petani dan masyarakat serta pemerintah kabupaten.

“Tanggal 20 Setember lalu saya dengar ada rencana pertemuan internal antar sesama pengurus yang masuk SK Dirjen Konservasi SDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan RI. Namun tanpa alasan yang jelas, pertemuan untuk merumuskan program kerja dan silaturrahmi tersebut gagal dilaksanakan,” ujar Ahmad Ubaidi.

Kepala Balai Besar TNGL, Jefry Susyafrianto, ketika dikonfirmasi Waspadaaceh.com via WatshApp, Minggu (27/9/2020), berdalih belum digelarnya rapat pleno dan pertemuan dengan pengurus Gugus Tugas Multipihak Kemitraan Konservasi, karena tersandung masalah COVID-19. Bahkan staf BTNGL di Wilayah II Kutacane juga sempat berstatus OTG Corona, katanya.

Namun demikian, lewat PPKK-GL, organisasi yang selama ini aktif bergerak di bidang lingkungan dan ekosisitem di Aceh Tenggara bersama BBTNGL dan Yashut, kata Jefry, telah melaksanakan pertemuan untuk identifikasi dan verifikasi dengan kelompok tani hutan kemasyarakatan di Kecamatan Darul Hasanah dan Lawe Alas.

Pertemuan itu tanpa melibatkan unsur lainnya, mulai dari Bappeda, Dinas Pertanian, Pariwisata Kepemudaan dan Olahraga, PU-PR dan OPD lainnya serta lembaga yang termasuk dalam SK Dirjen Kepala SDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (Ali Amran)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER